TintaSiyasi.id -- Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mulai diberlakukan di tengah himpitan ekonomi masyarakat semakin menambah beban hidup rakyat kecil. Pemerintah mencoba meredam gejolak dengan memberikan bantuan sosial (bansos) dan subsidi, termasuk diskon tarif listrik. Namun, langkah ini bukanlah solusi yang benar-benar menyentuh akar masalah.
Sejatinya, kebijakan semacam ini lebih mirip kebijakan tambal sulam yang bersifat populis-otoriter. Di satu sisi, pemerintah tampak “peduli” dengan memberikan bantuan. Namun, di sisi lain, sumber penderitaan rakyat, yaitu kenaikan PPN, tetap diterapkan tanpa mempertimbangkan dampak mendalam bagi mayoritas masyarakat kecil. Kebijakan ini hanya mempertegas karakter sistem kapitalis yang berorientasi pada pendapatan negara dari pajak, sementara kebutuhan rakyat ditempatkan di posisi kedua.
Pajak dalam sistem kapitalis menjadi tulang punggung utama pendapatan negara. Dengan dalih membiayai pembangunan, rakyat “dipaksa” menerima kebijakan pajak yang semakin tinggi. Ironisnya, hasil pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh seluruh rakyat sering kali hanya dirasakan oleh segelintir golongan tertentu. Ketimpangan akses terhadap manfaat pembangunan ini menjadi bukti bahwa sistem yang berjalan tidak benar-benar mengabdi pada rakyat.
Bandingkan dengan sistem Islam yang memiliki konsep pengelolaan ekonomi berbeda.
Dalam Islam, pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya diberlakukan dalam kondisi darurat, yaitu ketika kas negara kosong dan ada kebutuhan pembangunan yang mendesak. Bahkan, dalam kondisi tersebut, pajak hanya dikenakan kepada mereka yang mampu, sehingga tidak membebani rakyat kecil.
Lebih dari itu, Islam mewajibkan seorang pemimpin (raa’in) untuk bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan pokok rakyatnya. Pemimpin dalam Islam tidak hanya sekadar “pengatur”, tetapi juga pelindung dan pelayan rakyat. Dengan paradigma ini, kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin Islam pasti berpihak kepada rakyat, bukan kepada kepentingan segelintir elite atau golongan tertentu.
Islam juga memiliki sumber pendapatan negara yang beragam, seperti zakat, kharaj, fa’i, ghanimah, dan pengelolaan kekayaan alam secara kolektif untuk kepentingan rakyat. Dengan mekanisme ini, negara mampu membiayai pembangunan sekaligus menciptakan kesejahteraan individu per individu tanpa perlu membebani rakyat dengan pajak yang mencekik.
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat menyadari bahwa solusi tambal sulam seperti bansos dan subsidi hanya memberikan manfaat sementara dan tidak menyelesaikan persoalan mendasar. Sistem kapitalis dengan segala kebijakannya telah terbukti gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sebaliknya, Islam menawarkan paradigma yang lebih adil dan manusiawi dalam mengelola urusan ekonomi negara.
Jika pemerintah benar-benar ingin berpihak kepada rakyat, maka kebijakan yang diambil harus didasarkan pada kepentingan rakyat secara menyeluruh, bukan sekadar langkah populis yang bersifat sementara. Sudah waktunya kita berpikir lebih dalam dan menuntut perubahan sistemik untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi semua.
Komunitas Islamic Motherhood Community Jember