TintaSiyasi.id -- Peringatan Hari Anak Sedunia yang diperingati setiap 20 November yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga internasional di bawah naungan PBB, dapat dipandang sebagai simbol standar ganda dalam perlakuan terhadap hak anak.
Anak-anak Palestina merupakan contoh nyata korban ketidakadilan dan kekerasan sistematis yang dilakukan oleh penjajahan Zionis Israel. Ironisnya, lembaga internasional seperti PBB tidak serta merta memberikan tindakan tegas terhadap pelanggaran hak-hak anak yang terjadi di Palestina.
Peringatan Hari Anak Sedunia seharusnya menjadi momentum untuk mengingatkan dunia akan ketimpangan dalam perlindungan hak-hak anak secara global, dan menuntut tindakan nyata untuk memperbaiki keadaan mereka, terutama anak-anak Palestina yang hidup di bawah penindasan dan kekerasan yang berlangsung tanpa henti.
Keselamatan anak-anak Palestina telah dikalahkan oleh agenda prioritas dan tujuan negara kawasan yang lebih mengedepankan nasionalisme, kepentingan ekonomi, dan kekuasaan politik. Bahkan, negara muslim terdekat yang berbatasan langsung dengan negara Palestina lebih mementingkan stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri mereka daripada mengulurkan tangan menyelamatkan anak-anak Palestina dari genosida.
Situasi perang atau pendudukan yang dialami oleh anak-anak Palestina hanya dipandang sebagai konsekuensi dari agenda geopolitik yang lebih besar. Ini bisa dilihat pada sikap dunia internasional yang cenderung diam atau hanya memberikan reaksi simbolis terhadap tragedi yang menimpa anak-anak di kawasan tersebut.
Di banyak negara, bahkan negara yang mayoritas penduduknya Muslim, penguasa atau elit politik seringkali lebih fokus pada pemeliharaan kekuasaan, kestabilan ekonomi, dan hubungan diplomatik dengan negara-negara besar daripada mengambil tindakan nyata untuk menghentikan penjajahan dan pencaplokan wilayah Palestina oleh Yahudi.
Ketidakpedulian mereka berakar pada sistem yang memprioritaskan keuntungan ekonomi, persaingan global, dan kekuasaan politik, sementara hak-hak manusia, terutama hak anak mereka abaikan.
Kebutaan nurani ini merupakan salah satu buah dari sistem kapitalisme sekularisme yang mengutamakan keuntungan materi dan profitabilitas dalam setiap kebijakan. Dalam sistem ini, kepentingan negara dan elit politik yang berkuasa lebih sering dikendalikan oleh kekuatan pasar, perusahaan besar dan hubungan internasional yang berorientasi pada keuntungan ekonomi.
Padahal, Islam memandang anak sebagai amanah yang sangat penting dan harus dijaga dengan penuh perhatian. Dalam perspektif Islam, anak adalah generasi penerus yang akan menentukan masa depan umat dan bangsa. Oleh karena itu, Islam menekankan perlunya menjaga keselamatan, kesejahteraan, dan hak-hak anak sejak mereka dilahirkan hingga mereka tumbuh dewasa.
Dalam Al-Qur'an surah At-Tahrim ayat 6, Allah berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." Ayat ini mengajarkan pentingnya melindungi anak-anak dari segala bentuk kerusakan moral dan fisik serta memastikan mereka mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang baik.
Selain itu, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Hadis ini menunjukkan pentingnya tanggung jawab setiap muslim atas apa yang dipimpinnya.
Islam menekankan hak-hak anak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, hak atas pendidikan, hak atas perlindungan, dan hak untuk dibesarkan dalam lingkungan yang sehat dan penuh kasih sayang.
Islam menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Negara, dalam sistem pemerintahan Islam yang ideal yakni Khilafah, bertanggung jawab untuk memastikan bahwa hak-hak anak dipenuhi dengan adil dan merata. Negara harus menyediakan sistem pendidikan yang baik, memastikan kesehatan anak-anak terjaga, dan melindungi mereka dari eksploitasi serta kekerasan.
Dengan kekayaan alam dan sumber daya manusia yang dimiliki, Khilafah mampu menciptakan kebijakan yang mengutamakan kesejahteraan anak. Misalnya, dengan membangun infrastruktur pendidikan yang baik, memastikan akses kesehatan yang merata untuk seluruh anak hingga menyelamatkan anak-anak dari penjajahan dan penindasan dengan mengirimkan tentara dan pasukan.
Walhasil, Islam sangat menekankan pentingnya peran anak sebagai generasi masa depan dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Dengan kebijakan yang berlandaskan pada ajaran Islam, negara dapat memastikan kesejahteraan dan keselamatan anak-anak, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada kemajuan dan keberlangsungan umat.
Hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem pemerintahan Khilafah yang menjadikan negara sebagai ra'in dan junnah (pemimpin dan pelindung) yang bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak setiap anak.
Oleh: Nur Annisa Dewi, S.E.,M.Ak.
Aktivis Muslimah