Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pajak Dikejar, Kesejahteraan Ambyar

Senin, 18 November 2024 | 13:16 WIB Last Updated 2024-11-18T06:16:29Z

tintasiyasi.id.com. Beberapa hari lalu, Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengungkap dari total 165 juta kendaraan, hanya 69 juta kendaraan yang melakukan perpanjangan STNK 5 tahunan. Sisanya, mengabaikan kewajibannya membayar pajak kendaraan. Berkaitan dengan hal ini, tim pembina Samsat bakal mendatangi rumah penunggak pajak kendaraan (oto.detik.com, 9/11/ 2024).

Langkah ini dinilai akan cukup efektif untuk mendongkrak tingkat kepatuhan pemilik kendaraan di tanah air yang masih sangat minim. Namun, kebijakan memburu penunggak pajak hingga ke rumah mereka, terkesan kontradiktif dengan perlakuan pemerintah pada para pengusaha besar. Padahal seharusnya mereka juga memiliki kewajiban pajak.

Ini adalah sebuah ironi bagi Rakyat kecil sementara para kapitalis besar justru banyak mendapat kemudahan. Contohnya adalah tentang kebijakan Menkeu Sri Mulyani pada 15 Februari 2024 lalu. Alih-alih menarget, dia malah membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPNBM). 

Bukan hanya itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 69 tahun 2024 tentang perubahan atas PMK nomor 130/PMK 0110/2020 pun ditetapkan demi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2025. Dalihnya mirip dengan kebiasaannya, yakni untuk menarik investasi dari para pemilik modal (Finance.detik.com 14/11/2024).

Pajak kini telah menjadi beban tersendiri dalam kehidupan rakyat. Apalagi dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi sumber utama pemasukan negara. Pembangunan negarapun sangat bergantung dari pajak. Sehingga persoalan macetnya pembangunan maupun minimnya pelayanan yang diberikan kepada rakyat dikatakan akibat rakyat tidak taat membayar pajak. 

Padahal faktanya banyak aksi pembangunan yang dilakukan pemerintah yang tidak begitu berpengaruh nyata pada nasib rakyat. Baik disadari atau tidak, kenyataannya rakyat dipaksa hidup susah dengan berbagai potongan pajak. Sementara kesejahteraan bagi setiap individu rakyat ambyar karena negara sendiri gagal menjaminnya. 

Demikianlah fakta kehidupan dalam sistem kapitalisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini nyatanya gagal membawa kebaikan bagi umat manusia. Penetapan perundangan dalam sistem kapitalisme diserahkan pada akal yang lemah malah seperti mewadahi nafsu manusia itu sendiri. Aturan yang berlaku akhirnya justru hanya menguntungkan segelintir pihak yakni para oligarki. Sementara mereka yang tidak mempunyai modal dan kekuasaan akan tersingkir, bahkan menjadi sasaran eksploitasi.

Pada kasus pajak yang diberlakukan, fungsi negara yang harusnya menjadi pengurus rakyat tidak berjalan. Negara pun hanya menjadi pelayan korporasi. Masih ditambah pula dengan praktik korupsi yang tiada habisnya. Pajak yang sudah diharap menunjang kemaslahatan rakyat justru menjadi santapan lezat untuk pejabat yang korup. Sungguh tidak berlebihan jika dikatakan bahwa penerapan sistem kapitalisme adalah akar persoalan pajak ini.

Berbeda dengan penerapan sistem Islam, negara Islam akan menjalankan fungsi pengurusan urusan rakyat sehingga seluruh rakyat hidup dengan aman dan sejahtera. Islam menetapkan sumber pendapatan negara dari banyak hal. Namun pajak bukan menjadi sumber pemasukan utama. Pemasukan negara fitrahnya menjadi pendukung negara dalam mewujudkan kesejahteraan hakiki di tengah masyarakat. Maka dalam Islam, ada salah satu struktur pemerintahan negara yang mengurusnya secara khusus, yakni Baitul mal.

Fungsi Baitul mal adalah menangani penerimaan negara, kemudian mengalokasikannya bagi kaum muslimin yang berhak menerima. Pendapatan Baitul mal sendiri terbagi menjadi tiga pos:

Pertama, pos fai' dan kharaj yang bersumber dari ghonimah, anfal, fai', kharaj, jizyah, dan pajak (dharibah).

Kedua adalah pos kepemilikan umum. Yakni hasil minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan, dan padang rumput/ gembalaan.

Ketiga, pos sedekah. Pos ini untuk menyimpan harta-harta zakat seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.

Terkait pajak pada pos pertama yaitu fai' dan kharaj, negara hanya memungutnya pada saat tertentu saja. Yakni saat negara sedang kekurangan karena bencana atau wabah. Itu pun dikenakan pada orang kaya saja.

Negara Islam juga menjamin kesejahteraan rakyat berupa kemudahan akses pemenuhan kebutuhan pokok dan sistem upah yang manusiawi. Bahkan untuk kebutuhan dasar berupa kesehatan, pendidikan, dan keamanan, semua dipenuhi negara secara gratis melalui dana dari pos kepemilikan umum yang jumlahnya sangat besar.

Sungguh penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pungutan pajak. Bukankah hal ini jauh lebih baik daripada sistem sekuler yang berlaku saat ini? 
Wallahu a'lam bishshowwab.

Oleh: Erin Azzahroh
(Aliansi Penulis Rindu)
 

Opini

×
Berita Terbaru Update