TintaSiyasi.id -- Merespons tindakan solidaritas Hakim Indonesia keluhkan gajinya kecil karena dianggap tidak sesuai kinerja, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al Maroky mengayakan gaji yanh tinggi itu tidak berbanding lurus dengan meningkatnya integritas.
"Gaji yang tinggi itu tidak berbanding lurus dengan meningkatnya integritas," ungkapnya dalam Gaji Hakim Disamakan Dengan Uang Jajan Rafathar, Lah Guru Honorer? Di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (22/10/2024).
Ia mengatakan sebesar apapun gaji kalau integritas hakim rendah maka korupsinya akan lanjut, karena mereka (pembuat kebijakan) makin lama makin pintar untuk bisa mengakali hukum-hukum yang ada.
Dia mengungkapkan, kekacaubalauan putusan mahkamah yang tidak fair ataupun tidak adil itu memang bermuara pertama integritas hakimnya, kedua sistem hukum hari ini memberikan celah yang cukup untuk bisa dibuat berbagai manipulasi maupun berbagai penyimpangan.
"Jadi kita bisa menghadapi persoalan yang cukup kompleks sehingga kita pernah mendengar isu ada Mahkamah Kakak kemudian ada Mahkamah Adik itu yang terjadi hari ini, itu karena disebabkan tiga hal kalau menurut saya yang pertama memang integritas Hakim itu sendiri SDM personalitas Hakim," ungkapnya.
Ketiga, adalah kontrol masyarakat yang kurang dan keempat, sistem hukum yang dipakai. "Sistem hukum kita suka atau tidak suka kita memang menggunakan sistem hukum warisan Belanda, dan ini memang sudah tidak update, dan tidak ideal. Belanda itu kan penjajah kemudian penjajahnya diusir, sistem hukumnya dipakai sampai hari ini. Kalau KUPHP kita warisan Belanda, ternyata Belanda juga mengambil KUHP itu dari Prancis karena Belanda dijajah oleh Perancis dan ternyata Perancis juga tidak bikin sendiri dia mengambil dari Romawi. Jadi kalau kita urut-urut sanad dari hukum yang kita pakai hari ini di negeri ini itu adalah warisan Belanda dibawa oleh Perancis di ambil dari Romawi sehingga ini adalah warisan hukum Romawi," urainya
Sehingga, jauh dari nilai-nilai keadilan hari ini ditambah lagi kontrol masyarakat lemah, ditambah lagi integritas Hakim yang mungkin juga rendah sehingga kompleksitas ini yang membuat sistem peradilan hari ini sering memutuskan perkara yang kategorinya lucu-lucu gitu makanya ada istilah, Mahmakamh Adik Makamah Kakak.
Ia membandingkan gaji pada masa Daulah Islam. Di masa Khalifah Umar dan di masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib di masa Khulafaur Rasyidin gaji qadhi atau hakim itu di gaji antara 100 sampai 500 dirham kalau dirupiahkan dirham antam sekarang itu sekitar 350.000 Jadi kalau kali 100 itu berarti sekitar 35 juta. Kalau yang tertinggi bisa tinggal kalikan 350x500 sekitar di atas 100 juta.
"Saya pikir itu mungkin kalau mau dibandingkan dengan masa khalifah di masa rakyat belum dibebankan dengan pajak yang besar PPN yang belasan persen dan seterusnya, itu bisa mampu menggaji Hakim eh sebesar eh 100 sampai 500 dirham saya pikirnya kalau mau membandingkan, membanding-bandingkan dengan hakim di Asia Hakim di masa Khulafaur Rasyidin, nah itu mungkin menjadi pertimbangan kita memang tentu kita berharap hakim gajinya tinggi supaya dia bisa berpikir eh memutuskan perkara dengan adil tidak terpengaruh dengan masalah-masalah di rumahnya," jelasnya.
Sehingga, jangan sampai ada seorang Hakim selesai sidang lalu berganti pekerjaan seperti ngojek, kan tidak lucu apalagi misalnya Hakim tersebut telah menyelesaikan perkara yang berat, membuat pusing, ditambah anaknya belum membayar uang sekolah dan seterusnya, ini kan menjadi persoalan yang sangat-sangat serius.
"Kita tentu berharap ya gaji Hakim dinaikkan tetapi jangan lupa kita bukan hanya Hakim yang ada di negeri ini ada ASN yang lain bahkan ada rakyat yang lain yang perlu kita naikkan tingkat kesejahteraannya," pungkasnya. [] Alfia Purwanti