TintaSiyasi.id -- Beberapa hari lalu dikabarkan kehadiran seorang pendeta pemimpin dari gereja katolik yang berasal dari Argentina ke Indonesia mulai dari tanggal 3 September 2024 ini dalam kunjungan kunjungan apostolik. Di mana kedatangannya riuh dan ramai disambut oleh masyarakat Indonesia, termasuk tokoh-tokoh pemuka agama, para pemimpin Muslim dengan penyambutan hangat seperti memperlakukan saudara Muslim sendiri. Sampai-sampai mengadakan tabuhan rebana oleh kelompok pemuda Masjid Istiqlal. Sambutan tabuhan rebana yang menggema menggema.
Ternyata sebelum adanya kunjungan Paus Fransiskus. Indonesia telah dua kali dalam menerima kunjungan dari pemimpin besar Gereja Katolik. Yang pertama, Paus Paulus VI: Kunjungan Perdana ke Indonesia tahun 1970. Sedangkan yang ke dua, Paus Fransiskus tahun 2024 ini. (kaltimtoday.com, 03/09/2024)
Apa maksud di balik kunjungan Paus datang ke Indonesia?
Ya, kehadiran dan kunjungan Paus Fransiskus bukanlah sebuah kunjungan biasa. Namun, memiliki misi besar secara global dalam kunjungannya ke Indonesia. Yakni dalam mempromosikan dan melanggengkan ide moderasi beragama dengan cover toleransi antar umat beragama serta ternyata juga membawa agenda untuk melanggengkan LGBT di Tanah air. Di mana pemimpin Gereja Katolik ini menyatakan mendukung ikatan kelompok Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer (LGBTQ). Pernyataan dari Paus Fransiskus kemungkinan besar akan membuat gejolak di antara 1.3 miliar penganut Katolik Roma. Sebab di beberapa negara, sejumlah pendeta Katolik merestui pernikahan sesama jenis, akan tetapi masih banyak yang menolak dan menentang gagasan tersebut. (cnnindonesia.com, 22/10/2024)
Menurut peneliti Pusat Agama dan Kebudayaan Universitas Fordham, David Gibson kehadiran Paus Fransiskus pada suatu negara itu, akan sangat memiliki dampak dan pengaruh yang besar. Maka, otomatis aktivitas LGBT, diberikan kebebasan. Perilaku penyuka sesama jenis di agama mana pun tidak ada yang menyetujui, sebab perbuatan ini sangatlah kotor dan menjijikan. Bahkan sangat bertentangan dengan fitrah manusia. (antaranews.com, 8/7/2024)
Terkait sikap toleransi antar memang ada dalam ajaran Islam. Sebagaimana sikap seorang Muslim dengan umat lain atau orang-orang kafir. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S Al-Kafirun ayat 109. Di surah ini Allah tegas menyampaikan kepada kaum Muslim dalam bersikap saling toleransi. Namun, bukanlah toleransi yang kebablasan. Hingga mencampur adukkan antara haq dan batil.
Definisi toleransi beragama yang sesungguhnya adalah membiarkan umat lain menjalankan ibadah atau ritual keagamaan, tidak mencampuri, tidak mengganggu dan tidak sampai menjadikan mengikis akidah diri seorang Muslim. Akan tetapi toleransi dalam sistem demokrasi malah berkebalikan dari hakikatnya. Bahkan ranah yang sebenarnya sudah menyangkut pada ranah akidah pun tetap mereka menganggap sebagai toleransi. Hal ini sangatlah fatal, bisa membatalkan keislaman seorang Muslim. Bahkan sudah hampir jatuh pada kemurtadan.
Dalam pidato yang disampaikan oleh Paus Fransiskus, sangat jelas mengkampanyekan toleransi ala Barat yang selama ini dipromosikan kepada umat Muslim. Berkedok toleransi, tapi di balik itu bertujuan menjerumuskan umat Muslim dari hal-hal yang merusak akidah.
Dalam masalah ini seharusnya ini menjadi peran penguasa dalam mengatur masuknya ide-ide Barat ke Indonesia. Mirisnya, penguasa malah membiarkan dan memberikan kebebasan bagi orang-orang luar untuk masuk ke dalam Indonesia dalam membawa misi agenda dari barat dan tidak mewaspadainya. Justru mereka malah tampil paling terdepan dalam menyambut kehadiran Paus Fransiskus. Bahkan media-media juga ikut mendukung dalam mengiringi opini-opini yang menjelaskan tentang kesederhanaan dan keistimewaan Paus. Padahal kita pun sudah memiliki role model yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. Tentang keindahan akhlaknya, perbuatannya, dan toleransi beliau dengan orang-orang kafir (non-Muslim). Namun, tidaklah sampai berlebihan.
Inilah potret sistem demokrasi sekuler-liberal, tidak adanya memberikan batasan terhadap kebathilan dan malah menolak yang haq.
Toleransi kebablasan yang ditunjukkan oleh pemimpin Muslim kepada Paus, bahkan pluralisme yang dipertontonkan secara publik dalam moderasi beragama. Dengan mengatasnamakan "perdamaian dan kerukunan." Padahal tujuannya untuk merusak, akhirnya menjadi penggirig opini baik dalam negeri maupun di luar negeri. Terlebih Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dunia, berharap berhasil menerapkan moderasi beragama secara sempurna.
Moderasi beragama ini sejatinya dibuat sebagai rencana busuk Barat. Mereka berusaha menjauhkan umat Islam dari pemahaman Islam (ideologi). Sehingga akhirnya menjadikan Muslim tidak yakin akan ajaran agamanya sendiri. Di mana telah ditegaskan oleh Allah sebagai agama yang sempurna dan paling unggul dari agama-agama lain.
Ide moderasi beragama ini sangatlah rusak, menganggap semua agama sama. Dalam Al-Qur'an surah Ali Imran 191 menegaskan:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللهِ الإسلام
"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam."
Dalam ayat lain pula Allah berfirman, artinya: “Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” [QS. Ali ‘Imran 3: 85]. []
Mirna Juwita, S.Ag.
Aktivis Muslimah