×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tren Makanan Tak Sehat Picu Anak Sakit Ginjal

Kamis, 01 Agustus 2024 | 05:49 WIB Last Updated 2024-07-31T22:49:17Z

TintaSiyasi.id -- Konsultan nefrologi anak dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) membenarkan adanya peran gaya hidup terhadap penyakit gagal ginjal. Gaya hidup yang buruk akan berdampak pada obesitas dan berisiko menurunkan fungsi ginjal.

Obesitas di masa anak-anak berisiko gagal ginjalnya di masa dewasa. Penyebabnya adalah lifestyle sering mengonsumsi makanan atau minuman yang gulanya tinggi. Penurunan fungsi ginjal pada anak biasanya akan ditandai dengan adanya keluhan fisik seperti urine yang tidak keluar, tubuhnya bengkak. Bukan hanya yang terlihat dari fisik luarnya, tetapi sesungguhnya paru-parunya juga bengkak. Kadang, biasanya jantung juga membesar, pertumbuhan anak bisa terganggu. Sehingga, dibutuhkan penanganan seperti cuci darah. (detik.com, 25/7/2024)

Menanggapi hal tersebut dilansir dari liputan6.com (29/7/2024), Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan, negeri ini mempunyai persoalan, di tengah kemajuan industri makanan, dan mudahnya mendapatkan makanan yang mengandung gula, lemak dan garam. Banyaknya anak-anak yang datang ke fasilitas cuci darah. Karena mengkonsumsi gula, garam, dan lemak tanpa kontrol. Hal tersebut adalah peringatan keras bagi negara.

Jasra meminta, negara harus hadir untuk mengatur, mengendalikan, juga memberi sanksi terhadap segala hal yang membahayakan kesehatan anak. Sebab, tanpa hadirnya kebijakan dari negara maka akan kegagalan melindungi anak Indonesia.

Memang gaya hidup tak sehat tersebut tidak lepas dari pola konsumtif dan permisif mengikuti tren. Pola konsumtif menjadi tren karena sistem kehidupan sekularisme kapitalisme membuat masyarakat tidak mengaitkan pola konsumsinya sesuai syariat. Akibatnya, para konsumen hanya berpikir bagaimana bisa menikmati dan mengikuti tren makanan tanpa memperhatikan halal dan thayyib. Seperti tren mengkonsumsi makanan cepat saji.

Makanan siap saji atau junk food memang memiliki rasa yang lezat dan membuat tinggi nafsu makan anak-anak, tapi jenis makanan tersebut tidak sehat, tinggi kalori dan rendah nutrisi. Para ibu yang kurang berilmu, akan sering memberikan makanan cepat saji kepada anak-anaknya dengan alasan lebih praktis, anak lahap makan dan tidak rewel. Padahal, makanan tersebut, jika dikonsumsi terus menerus akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas, diabetes, penyakit jantung, atau bahkan kanker.

Di sisi lain, para produsen makanan juga hanya memikirkan keuntungan tanpa memperhatikan halal dan thayyib. Dengan prinsip ekonomi kapitalis, 'Modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya' maka terciptalah aspartam (gula buatan), kentang goreng beku, junk food, berbagai jenis daging olahan, seperti sosis, daging asap, kornet, atau nugget yang diketahui mengandung garam dan lemak yang cukup tinggi. Makanan tersebut juga umumnya ditambahkan zat pengawet agar bisa disimpan lebih lama. Sedangkan negara berlepas tangan dari urusan pola konsumsi masyarakat. Alhasil, anak-anak menjadi korban tren makanan tidak sehat.


Cara Islam Mengatur Pola Konsumsi Masyarakat

Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang paripurna untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaannya termasuk perihal makanan. Islam tidak membiarkan hal tersebut dipenuhi sesuai keinginan manusia, namun harus dipenuhi sesuai aturan syariah Islam.

Menjamin konsumsi masyarakat yang sehat dan berkualitas merupakan tanggung jawab negara. Karena itu, negara wajib memastikan semua yang beredar di tengah masyarakat haruslah bermanfaat dan berkontribusi dalam menjaga kesehatan masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.“ (HR. Muslim dan Ahmad). 

Bagi kaum Muslim, jaminan halal untuk makanan dan minuman sangat penting. Halal atau tidaknya makanan dan minuman adalah menjadi penentu diterimanya amal seseorang oleh Allah SWT.

Islam telah menetapkan standar bahwa makanan dan apapun yang dikonsumsi harus halal dan thayyib.

Konsumen Muslim diperintahkan untuk tidak memakan bangkai, darah, daging babi, dan binatang (QS. Al-Baqarah: 173), kemudian melarang untuk mengkonsumsi secara berlebih-lebihan (QS. Al-A'rāf: 31) 

Juga terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 3 yang artinya:

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih."

Sementara, thayyib bermakna bagus atau al-hasan, sehat atau al-mu'afa, dan lezat atau al-ladzidz. Artinya makanan itu harus baik untuk kesehatan manusia tidak boleh merusak tubuh, kesehatan, akal dan kehidupan manusia. Standar makanan yang harus halal dan thayyib ini bukan sebagai anjuran, namun wajib dijalankan baik itu individu, masyarakat bahkan negara.

Selain itu, makanan dan minuman halal adalah perkara penting bagi kaum Muslim. Sahabat Sahl ra. berkata,

Siapa saja yang makan makanan yang haram, maka bermaksiatlah anggota tubuhnya, mau tidak mau.” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid 2, hlm. 91).

Artinya, makanan yang haram itu akan cenderung mendorong seseorang melakukan kemaksiatan.

Karena itu, agar syariat makanan harus halal dan thayyib menjadi standar di tengah-tengah masyarakat Daulah Khilafah akan menetapkan kebijakan sebagai berikut,

Pertama, Daulah Khilafah akan mengindukasi masyarakat melalui sistem pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan negara, masyarakat akan dididik agar memiliki kepribadian Islam sehingga pola pikir dan sikapnya sesuai Islam. Dengan begitu, mereka akan senantiasa mengkaitkan semua aktivitas mereka dengan hukum Islam. Sehingga, ketika mereka menjadi produsen atau konsumen mereka akan memastikan makanan yang diproduksi ataupun yang dikonsumsi sesuai syariah.

"Makanan harus halal dan thayyib, tidak boleh ada zat yang berbahaya di dalamnya." (HR. Ibnu Majah dan Thabrani)

"Makanan tidak boleh berasal atau bercampur dengan zat yang haram." (HR. Tirmidzi)

Ketika produsen ataupun konsumen memahami standar makanan sesuai syariah, maka di sinilah upaya preventif bisa dilakukan agar masyarakat termasuk anak-anak terhindar dari pola makan yang salah. Selain itu, dengan pendidikan Islam masyarakat juga akan diberi pemahaman bahwa tujuan konsumsi untuk membuat badan sehat dan terpenuhi gizinya, sehingga mereka akan optimal dalam beribadah.

Melalui pendidikan Islam pula, daulah akan menjaga agar rakyatnya termasuk anak-anak terjaga dari pola konsumsi yang konsumtif dan hanya sekedar mengikuti tren. 

Kedua, Daulah Khilafah akan menetapkan undang-undang terkait produksi makanan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 88 yang artinya, "Makanlah apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik." Dan dalil syariah lainnya terkait makanan.

Ketiga, Daulah Khilafah akan memberi sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan syariat terkait makanan. Melalui beberapa mekanisme inilah Daulah Khilafah mampu memastikan masyarakatnya termasuk anak-anak terhindar dari pola konsumsi yang salah. Dengan begitu, anak-anak bisa terhindar dari ancaman penyakit gagal ginjal, diabetes dan penyakit kronis lainnya akibat pola makan yang salah. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update