Tintasiyasi.ID -- Outlet 23 penyedia minuman keras (miras) dan sejenisnya marak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ketua Divisi Litbang Muslimah Inspiratif Luthfi Aqrobah, S.Si. mengungkapkan bahwa pemberantasan miras dalam sistem kapitalisme hanya utopis.
"Pemberantasan miras dalam sistem kapitalisme sesungguhnya hanya akan menjadi utopis," tuturnya dalam Diskusi Terbatas Tokoh Muslimah bertajuk Outlet 23 Menjamur: Warga Resah, Generasi Kian Hancur, Ahad (25/08/2024).
Menurut Luthfi, sapaan akrabnya, regulasi terkait miras hanya sebatas pengaturan, bukan pelarangan, seperti razia dan pemusnahan miras ilegal, penyegelan toko miras ilegal, pembatasan usia konsumsi hingga pengenaan tarif cukai.
"Ini jelas menggambarkan wajah demokrasi yang berorientasi materi, bukan halal/haram, dan untuk kepentingan oligarki," lanjutnya.
Ia melihat, menjamurnya outlet miras ini jelas melanggar peraturan daerah (Perda). Namun di sisi lain, UU Cipta Kerja (Ciptaker) justru memberi jalan hijau dengan regulasi perizinannya yang berbasis risiko.
"Tentu kita tidak lupa kalau ada UU Ciptaker memberikan kemudahan perizinan berusaha," ujarnya.
Padahal menurutnya, sudah jelas alkohol dapat menyebabkan penyakit, cedera, hingga kematian. Bahkan ditemukan ada korelasi antara pengaruh alkohol dengan tindak kejahatan. Seperti kasus pembacokan pria di Sleman usai tenggak empat botol miras dan sebabkan halusinasi melawan klithih.
"Bahkan dalam sebuah studi ditemukan bahwa 'tingkat kejahatan lebih tinggi' di daerah yang paling banyak menyediakan alkohol," pungkasnya.[] Dwi S.