TintaSiyasi.id -- Media sosial dihebohkan dengan berita meninggalnya seorang siswa karena mengikuti tren kejutan ulang tahun. Ketua OSIS SMAN 1 Cawas, kabupaten Klaten meninggal dunia akibat tersengat listrik setelah diceburkan teman-temannya ke kolam sekolah untuk merayakan ulang tahun korban (tempo.co, 10/7/2024).
Kepala Kepolisian Sektor Cawas Umar Mustofa menjelaskan, kronologi kejadian saat itu korban bersama anggota OSIS lainnya sedang melakukan pertemuan di sekolah. Salah satu temannya ada yang mengetahui hari itu korban sedang berulang tahun dan ingin merayakannya, sebelumnya korban ditaburi tepung kemudian diceburkan ke kolam. Nahas, saat berusaha naik ke atas korban menarik kabel listrik di kolam tersebut dan tersengat listrik (tempo.co, 10/7/2024).
Perayaan ulang tahun sudah menjadi tren terutama di kalangan remaja. Seringkali hal ini dilakukan para remaja untuk menunjukkan eksistensi diri mereka. Namun sangat disayangkan perbuatan mereka tidak memikirkan dampak ke depannya karena kedangkalan dalam berpikir akibat ketidakpahaman terhadap kaidah berpikir dan beramal.
Perilaku remaja seringkali spontan, sekedar mengikuti apa yang mereka tonton tanpa memikirkan pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan. Seringkali perbuatan dilakukan sekedar untuk bersenang-senang dan jauh dari produktivitas. Hal ini karena kurangnya pengetahuan Islam para remaja muslim.
Hal ini menjadi bukti keberhasilan sekulerisme dalam merusak generasi pemuda muslim. Dengan dipisahkannya agama dengan kehidupan merusak pemikiran dan pemahaman bahwa ibadah hanya sekedar urusan individu dengan sang Pencipta. Dan sebaliknya, menjadi wajar jika aturan agama diabaikan dalam kehidupan sosial.
Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini berlandaskan sekularisme yang hanya berorientasi pada materi. Pelajaran agama Islam hanya diajarkan sebagai pelajaran di kelas tanpa ada kontrol dalam penerapannya. Tidak heran jika hanya akan menghasilkan lulusan yang lemah moral dan akhlak.
Serta tidak adanya pengaturan dalam penayangan konten, video, dsb di media sosial juga memberikan dampak buruk bagi remaja. Teknologi yang seharusnya sebagai media mengakses informasi justru berisi konten-konten tidak berfaedah yang rawan mempengaruhi pola pikir remaja. Mengingat rapuhnya keimanan para remaja saat ini.
Berbanding terbalik dengan Islam, pendidikan dalam Islam akan mengajarkan kesadaran manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang segala perbuatan dan tindakan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Para pelajar akan dipahamkan bahwa kehidupan tidak hanya di dunia akan tetapi ada kehidupan yang lebih kekal yaitu akhirat. Dengan begitu mereka akan berhati-hati ketika hendak melakukan perbuatan. Dengan ini akan membentuk kepribadian Islam dalam diri setiap individu.
Kontrol dari masyarakat juga sangat diperlukan dalam membentuk generasi yang cerdas. Islam mengajarkan bahwa masyarakat memiliki andil untuk mengingatkan sesama dalam kebaikan. Bukan malah mengabaikan dan menormalisasi hal yang tidak berfaedah bahkan kemaksiatan.
Tidak kalah penting yaitu kehadiran negara. Dalam Islam negara bertanggung jawab terhadap setiap rakyat yang berada di bawah naungannya. Di ranah pendidikan negara mempunyai andil besar untuk menentukan kurikulum pendidikan yang akan diajarkan kepada anak didik. Kurikulum yang dirancang tentunya disesuaikan dengan Al Qur'an dan as Sunnah. Sehingga akan mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Dengan begitu tidak akan ada remaja yang melakukan tindakan sia-sia untuk mengikuti trend, terlebih lagi sampai menghilangkan nyawa.
Seperti yang telah tercatat dalam sejarah, Sulthan Muhammad Al Fatih yang hidup dalam naungan Daulah Islam di usia mudanya berhasil menaklukkan Konstantinopel yang sebelumnya telah dikabarkan oleh Rasulullah bahwa sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin yang menaklukkannya. Sangat jauh berbeda dengan generasi rapuh saat ini dibawah kehidupan yang berasaskan sekularisme. []
Riska Ayu
Aktivis Muslimah