Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hubungan Dagang Eropa-Cina Memicu Perang Dagang, Apakah Indonesia Terkena Imbasnya? Begini Kata Pangamat ...

Selasa, 09 Juli 2024 | 13:30 WIB Last Updated 2024-07-09T06:41:38Z
TintaSiyasi.id -- Cina tabuh genderang perang dengan Uni Eropa. Lewat Kementerian Perdagangannya, Cina memberikan peringatan keras kepada Eropa akibat melakukan praktik-praktik yang tidak adil selama investigasi anti-subsidi terhadap kendaraan listrik Cina. Namun, apakah konflik ini juga berimbas pada Indonesia? Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana menilai, relasi konflik antara Cina dengan Eropa dalam konteks ini sangat kecil imbasnya. 

"Kalau saya melihatnya kecil sekali. Kalau misalkan yang dipersoalkan itu terkait dengan mobil listrik, sebenarnya tidak signifikan relasinya Indonesia dan Eropa. Mobil listrik Eropa ke Indonesia itu kan sangat kecil sekali, yang lebih besar dari Cina dan sebagian dari Amerika Serikat," ungkapnya di kanal _YouTube Khilafah News dalam Kabar Petang: Panas! China VS Uni Eropa, Senin (1/7/2024).

Secara tipikal antara Indonesia dengan Eropa ia katakan berbeda. "Makanya memang relasi konflik antara Cina dengan Eropa dalam konteks ini saya memandang bahwa sangat kecil imbasnya terhadap Indonesia," tegasnya lagi.

Untuk dunia Islam ketika terjadi tensi-tensi semacam ini. Ia katakan, dunia Islam harus mandiri secara ekonomi.

"Kalau kita kaitkan dengan dunia Islam tentu menjadi penting, kemandirian secara ekonomi harus dibangun oleh dunia Islam. Dan sebenarnya dunia islam ini punya potensi yang luar biasa besarnya, dan sekarang yang menjadi titik kritis dari dunia Islam itu adalah kebergantungan mereka terhadap dunia luar, baik Eropa, Cina, dan Amerika Serikat, juga negara-negara lain," terangnya .

Ia memisalkan bahwa dunia Islam di Timur Tengah dikenal sebagai negara-negara yang punya kemampuan finansial yang tinggi, tetapi kemampuan finansial yang tinggi itu hanya untuk menjadi konsumen terhadap teknologi. Dunia Islam tidak didorong untuk memiliki produk-produk teknologi terutama produk-produk teknologi berat yang strategis seperti alutsista.

"Misalkan mesin-mesin dasar bukan mesin sekunder, semestinya dipikirkan oleh dunia Islam. Kemampuan finansial yang tinggi khususnya di negara-negara Timur Tengah itu harusnya didorong untuk bisa membangun negeri Muslim yang mandiri dalam konteks ekonomi dasar, selama kemampuan finansial itu tidak digunakan sebagai alat untuk membeli produk-produk dari negara-negara barat, ya termasuk Cina,” tuturnya.

"Makanya, negara-negara muslim itu selalu berganti senjata, jadi negara kita impor saja,  kan sangat disayangkan. Akhirnya kemudian pola relasi yang terjadi antara dunia Islam dengan negara-negara Barat itu adalah pola yang kebergantungan. Kalau bergantung ke negara lain, ya siap-siap saja nanti ketika ada situasi-situasi tertentu," lanjutnya.

Menurutnya, yang demikian itu bisa menjadi alat untuk melemahkan dunia islam karena mereka secara teknologi bergantung kepada Barat atau kepada negara-negara besar. "Yang semestinya ini menjadi catatan buat Indonesia dan negara-negara dunia Islam yang lain, yakni harus meningkatkan kemampuan secara mandiri dalam ekonomi dasar membangun industri,” tandasnya. [] Riana

Opini

×
Berita Terbaru Update