Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dua Pemicu Kasus Bunuh Diri Meningkat

Kamis, 11 Juli 2024 | 07:05 WIB Last Updated 2024-07-11T00:06:04Z
TintaSiyasi.id -- Angka suicide rate atau tingkat bunuh di Bali menjadi yang paling tinggi di Indonesia, yaitu pada 2023 ada 135 kasus bunuh diri. Apa penyebabnya? Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebut laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 angkanya mencapai 3,07. Suicide rate atau tingkat bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk.

Angka tersebut jauh melampaui provinsi-provinsi lain di Tanah Air. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menempati peringkat kedua jumlah tingkat kasus bunuh diri, dengan angka suicide rate sebesar 1,58.

Dokter spesialis kejiwaan atau psikiater RSUP Prof Ngoerah, Anak Ayu Sri Wahyuni membeberkan penyebab tingkat bunuh diri tinggi adalah ada kelainan mental pada seseorang seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Kemudian, psikososial seperti terbelit utang, terutama utang pinjol.(cnnindonesia.com, 2/7/2024)

Menyoroti banyaknya kasus bunuh diri, menggambarkan betapa rusaknya mentalitas masyarakat.  setidaknya ada dua pemicu, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Pertama, faktor eksternal. Faktor eksternal turut berpengaruh terhadap ketahanan mental. Kehidupan yang serba materialistis, hedonistik, pencitraan yang begitu rupa, terus diterima melalui media, khususnya media sosial yang seringkali menggambarkan kehidupan orang lain yang serba ada, liburan, makanan, rumah, dan kehangatan keluarga.

Hal tersebut akan memberikan pengaruh kepada seseorang tentang bagaimana citra diri yang berpengaruh terhadap harapan-harapannya di masa yang akan datang. Sementara, kehidupan riil dirinya tidak seperti itu sehingga terjadi gap antara realitas dengan keinginan. 

Jikalau seseorang tersebut memiliki modal, usaha dan berbagai tahapan untuk sukses, maka gap itu akan hilang seiring cita-citanya tercapai. Namun jika tidak, maka hanya akan ada cita-cita tanpa usaha, panjang angan-angan, suka membandingkan, meratapi nasib, depresi hingga berujung keinginan untuk bunuh diri.

Kedua, faktor internal, yaitu mentalitas. Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menjelaskan bahwa mentalitas yang dimaksud adalah ketahanan di dalam penderitaan, ketahanan di dalam menjalani kesulitan saat berusaha, ketahanan untuk menghadapi tantangan. 

Adapun mentalitas yang lemah, dihasilkan dari cara pandang yang salah atas kehidupan atau akidah. Maka, sangat penting untuk menanamkan cara pandang yang benar dalam diri seseorang. Cara pandang bagaimana menghadapi situasi sesulit apa pun pasti ada kemudahan, bahwa ikhtiar harus dilakukan dengan maksimal, dan sebagainya. 

Masalahnya, hari ini masyarakat justru dicekoki dengan cara pandang yang salah, yaitu sekulerisme cara pandang yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Jikalau ada pengajaran agama di sekolah, itupun hanya menekankan aspek ubudiah, akhlaki, dan tidak sampai kepada pembentukan kerangka berpikir yang kukuh sehingga agama dalam sistem pemdidikan sekuler tidak berpengaruh dalam membangun mentalitas generasi.

Semua itu kian diperparah karena sekularisme melahirkan paham kapitalisme yang merupakan ideologi materialistik untuk mengatur kehidupan. Masyarakat yang sakit ini, mau tidak mau harus menghadapi standar kemuliaan hidup dinilai dari materi baik itu berupa materi, baik itu berupa prestise, jabatan, kemewahan dan sebagainya. Kemudian, mereka juga harus menghadapi negara yang abai terhadap kebutuhan rakyatnya, lapangan pekerjaan susah, inflasi, kebutuhan pokok semakin mahalz PHK dan masih banyak lagi. Akhirnya, masyarakat semakin sakit dan menjadikan bunuh diri sebagai solusi. 

Oleh karena itu, penderitaan akibat sekularisme kapitalisme ini harus diakhiri, yakni dengan senantiasa mendakwahkan Islam sebagai akidah siyasiyah ditengah masyarakat. 

Perlu dipahami bahwa Islam bukan saja agama ritual yang hanya cukup dijalankan melalui ibadah personal, seperti shalat, puasa, zakat ataupun haji. Tapi Islam juga memberikan motivasi bagaimana cara menghadapi berbagai persoalan hidup ini.

Terdapat syat-ayat tentang larangan berputus asa “wala taiasu min rauhillah” (jangan berputus asa terhadap rahmat Allah), “inna ma’al ‘usri yusro” (dalam kesulitan pasti datang kemudahan) dan sebagainya.

Hal tesebut penting sekali untuk ditanamkan kepada pemikiran para generasi muda bahwa mereka harus memiliki mentalitas yang kuat. Karena tidak ada cita-cita yang mudah, tidak ada hidup yang mudah, tidak ada persoalan yang tidak terselesaikan. Ikhtiyar semampunya dan berdoalah sepenuhnya. 

Ditambah lagi adanya ayat yang mengharamkan bunuh diri,

وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَنۡـفُسَكُمۡ​ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمۡ رَحِيۡمًا‏

_Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu._
(QS. An-Nisa: 29)

Memahami haram di situ maksudnya sesuatu yang kalau ia lakukan akan melanggar aturan Allah SWT. yang risikonya sangat besar di akhirat nanti, yaitu masuk neraka selama-lamanya.

Iman kepada Takdir

Senantiasa beriman kepada takdir baik dan buruknya berasal dari Allah SWT. Jika seseorang ditanya mau tidak masuk penjara, tentu saja jawabannya tidak mau. Tapi mau tidak mau Nabi Yusuf  dimasukkan ke dalam penjara yang justru membawa kemuliaan dalam kehidupannya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada diri kita apakah itu baik atau buruk apa pun itu sebenarnya ada rencana Allah SWT berlaku disana. Bahkan bisa jadi menjadi pintu dari keberhasilan, sebagaimana yang dialami Nabi Yusuf.

Itulah mengapa sangat penting mempersepsi semua peristiwa yang terjadi dalam kerangka akhirat, yaitu adanya pahala dan dosa, kebaikan dan keburukan di mata Allah SWT. Hingga dia mendapati dirinya sebagai orang yang beruntung lantaran kesabaran. Beruntung disini bermakna mendapatkan ridha Allah SWT sehingga dapat memasuki surgaNya.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update