TintaSiyasi.id -- Kembali Indonesia menorehkan prestasi yang tidak pantas dibanggakan, yakni berada di urutan paling atas untuk jumlah pengangguran tertinggi di ASEAN. Data Moneter Internasional (IMF) pada World Economic Outlook April 2024 menyatakan Indonesia mencapai 5,2% tertinggi dibandingkan 6 negara lain di Asia Tenggara. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2024 menunjukkan jumlah pengangguran mencapai 7,2 juta orang atau 4,82% dari total angkatan kerja.
Pengangguran merupakan satu dari sekian banyak masalah bagi tiap negara termasuk Indonesia. Berbagai program dan kebijakan diupayakan untuk menyelesaikan problematika yang satu ini. Pergantian pemimpin yang satu ke pemimpin yang lainnya toh tidak menurunkan angka pengangguran secara signifikan. Rakyat pun masih dalam kubangan kemiskinan karena tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai disebabkan sumber penghasilan kian hari kian menyempit.
Bicara tentang pengangguran, memang banyak faktor yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran, di antaranya adalah:
Pertama. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. Meskipun ekonomi Indonesia diklaim mengalami pertumbuhan yang stabil namun tidak bisa dipungkiri distribusi manfaat ekonomi seringkali tidak merata, terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Banyak daerah yang tertinggal dalam hal pengembangan infrastruktur dan akses ke lapangan pekerjaan. Kalaupun ada lapangan pekerjaan namun rakyat susah untuk mengakses, bahkan tenaga ahli bahkan tenaga kerja kasar lebih mendapatkan prioritas untuk bekerja di negeri ini. Dan mirisnya, justru rakyat mengejar lapangan kerja sampai keluar negeri dengan resiko dan konsekuensi yang harus mereka tanggung demi terpenuhinya kebutuhan keluarga.
Kedua. Perubahan struktural. Perubahan dalam struktur ekonomi, seperti pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa, seringkali mengakibatkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan karena tidak memiliki keterampilan yang relevan untuk sektor baru. Lahan pertanian maupun perkebunan telah berubah menjadi kawasan industri, menggeser bahkan menghilangkan lahan pertanian sebagai salah satu lahan pekerjaan rakyat. Pengelolaan SDA ala kapitalisme pun sering kali mengakibatkan ketimpangan akses antara pihak yang memiliki modal besar dan masyarakat lokal yang mungkin bergantung pada SDA untuk mata pencaharian mereka.
Ketiga. Dampak teknologi. Kemajuan zaman meniscayakan pasti ada perubahan teknologi dan otomatisasi yang memberikan dampak pada pengurangan kebutuhan tenaga kerja di beberapa sektor, mengakibatkan peningkatan pengangguran di kalangan pekerja yang tidak memiliki keterampilan teknologi yang diperlukan.
Buah Penerapan Kapitalisme
Terlepas dari beberapa penyebab di atas, fenomena banyaknya pengangguran sejatinya menjadi bukti bahwa pemerintah telah gagal dalam menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya sekaligus menegaskan gagalnya pemerintah dalam memberikan kesejahteraan bagi. rakyatnya.
Ini disebabkan buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme, di mana pemerintah mengandalkan swasta dalam penciptaan lapangan pekerjaan saja. Fakta menunjukkan bahwa industri manufaktur yang diandalkan dalam menyerap lapangan pekerjaan, hampir semuanya milik swasta. Dan sudah dipastikan pihak swasta hanya berfokus pada profit perusahaan bukan kesejahteraan pekerjanya. Prinsip kebebasan kepemilikan yang dianut sistem ini melahirkan para pemodal besar. Siapa saja yang memiliki modal banyak dan punya kekuatan berkuasa terhadap yang lemah. Bahkan para pemilik modal bebas menentukan berapa upah yang ditetapkan dan mengatur siapa saja yang diterima bekerja misalnya hanya wanita saja yang ditetapkan sebagai pekerja.
Dalam sistem kapitalisme juga memberikan keleluasaan bagi pengusaha asing untuk berinvestasi di Indonesia dan tentu saja mereka pun dengan leluasa untuk mengambil tenaga kerja dari negara sendiri. Makin sulitlah rakyat untuk mendapatkan pekerjaan.
Selain itu, kurikulum pendidikan saat ini yang digadang-gadang mampu mempersiapkan tenaga kerja siap pakai, justru menjadi penyumbang terbanyak angka pengangguran. Alasannya karena banyak lulusan yang tak sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Artinya, sistem kurikulum yang mengikuti permintaan pasar tidak bisa menjadi jaminan terbukanya lapangan pekerjaan.
Kebijakan UMKM pun di masifkan, jika tidak ada lapangan pekerjaan maka buatlah lapangan pekerjaan sendiri. Apakah permasalahan pengangguran selesai? Tentu tidak. Mereka pun yang berusaha berwiraswasta berhadapan dengan kebutuhan modal yang besar. Penawaran modal usaha yang berujung riba pun makin banyak ditawarkan. Bukannya membantu memberi modal untuk buka usaha, tetapi mencari keuntungan dengan menarik riba dari pinjaman yang diberikan. Bunga dari pinjaman yang tidak sedikit membuat para usaha kecil dan menengah cukup sulit melunasi, belum lagi jika usahanya mengalami kerugian sedangkan bunga dan angsuran pinjaman modal harus dibayarkan.
Demikianlah sistem kapitalisme yang asasnya memang hanya pada keuntungan pemodal besar saja, maka masalah pengangguran pun menjadi lebih kompleks karena interaksi antara mekanisme pasar dan kebijakan pemerintah hanya untuk keuntungan pemodal. Meskipun kapitalisme dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi, hal ini tidak selalu diartikan dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih banyak bagi semua orang, karena minset mereka hanya bertumpu pada keuntungan semata bukan pada kesejahteraan rakyat.
Solusi Pengangguran dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, pemimpin atau penguasa yang menjalankan roda pemerintahan berperan sebagai ro'in yang mengurus segala urusan rakyatnya, termasuk urusan mencari nafkah. Negara wajib menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat khususnya para laki-laki pencari nafkah. Di dalam Islam, negara bertanggung jawab mewujudkan kemaslahatan rakyat dan memberikan pelayanan.
Oleh karenanya, negara akan menyediakan infrastruktur pendukung, menyiapkan SDM andal, dan merekrut tenaga kerja melalui pembukaan lapangan kerja yang membantu pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Dalam sistem pemerintahan Islam, negara betul-betul bertanggung jawab olatas urusan rakyatnya,oleh karenanya negara membutuhkan tenaga kerja yang sangat banyak. Misalnya perlu tenaga kerja untuk mengatur pos-pos ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Tentu saja dalam menjalankan tugas itu semua membutuhkan banyak tenaga kerja. Para pegawai bekerja sesuai bidangnya masing-masing, baik ekonomi, pendidikan, pertanian, pertanahan, kesehatan, administrasi dan sebagainya.
Dalam bidang industri, negara menetapkan berbagai kebijakan ketenagakerjaan semisal upah, rekrutmen, jaminan kesehatan, keselamatan kerja, cuti dan jaminan lainnya. .
Investor atau pemilik modal tidak seenaknya dalam menetapkan ketentuan untuk menjalankan usahanya tapi mereka tunduk terhadap aturan negara. Dalam hal ini negara tidak menjadi fasilitator semata. Ini karena pada dasarnya memang negara menjalankan perannya sesuai apa yang telah di contohkan oleh Rasulullah ketika menjadi kepala negara Daulah Islamiah di Madinah.
Demikianlah pengaturan dalam negara Islam. Ketika keimanan menjadi dasar dalam memimpin dan mengurus rakyat maka kesejahteraan rakyat bisa terjamin, termasuk tersedianya lapangan pekerjaan dengan upah yang mencukupi sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.
Bukankah Allah sampaikan bahwa, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS al-A’raf: 96). Maka sudah saatnya negeri ini diatur oleh Islam dengan pengaturan yang menyeluruh agar keberkahan untuk semua rakyat bisa terwujud dengan terjaminnya kesejahteraan hidup mereka. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Ema Darmawaty
Aktivis Muslimah