TintaSiyasi.id -- Pernyataan bahwa pangkal segala kemaksiatan, kelalaian, dan kerusakan adalah pengumbaran hawa nafsu merupakan pandangan yang sering dijumpai dalam literatur keagamaan dan moral. Dalam Islam, hawa nafsu atau "nafs" dianggap sebagai salah satu tantangan utama yang harus dikendalikan oleh setiap individu untuk mencapai kehidupan yang selaras dengan ajaran Allah.
Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai konsep ini dalam Islam:
1. Pengertian Hawa Nafsu
Hawa nafsu adalah dorongan-dorongan batiniah yang bersifat negatif dan dapat mendorong manusia ke arah perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Islam, hawa nafsu sering diidentifikasi sebagai kecenderungan yang membawa manusia ke arah kemaksiatan, kelalaian, dan berbagai tindakan yang melanggar hukum Allah.
2. Hawa Nafsu sebagai Sumber Kemaksiatan
Hawa nafsu dianggap sebagai akar dari banyak perilaku yang tidak diinginkan, seperti:
• Keserakahan dan Kedengkian: Hawa nafsu dapat membuat seseorang menjadi serakah dan iri hati terhadap orang lain.
• Zina dan Perbuatan Amoral: Nafsu seksual yang tidak terkendali dapat membawa seseorang pada perbuatan zina dan berbagai tindakan amoral.
• Ketidakadilan dan Penindasan: Hawa nafsu untuk kekuasaan dan dominasi dapat menyebabkan ketidakadilan dan penindasan terhadap orang lain.
• Kelalaian dalam Beribadah: Hawa nafsu yang mendorong seseorang untuk mencari kesenangan duniawi dapat menyebabkan kelalaian dalam menjalankan kewajiban beribadah.
3. Dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadis Mengenai Hawa Nafsu
Banyak ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad yang menekankan pentingnya mengendalikan hawa nafsu:
• Al-Qur'an: "Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya" (QS. An-Nazi'at [79]: 40-41).
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Pejuang yang sejati adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya di jalan Allah" (HR. Tirmidzi).
4. Strategi Mengendalikan Hawa Nafsu
Islam memberikan berbagai pedoman untuk mengendalikan hawa nafsu:
• Puasa: Puasa adalah salah satu cara yang efektif untuk melatih diri dalam mengendalikan hawa nafsu.
• Dzikir dan Ibadah: Mengingat Allah dan memperbanyak ibadah dapat membantu menjaga hati dan pikiran dari godaan hawa nafsu.
• Ilmu dan Pendidikan: Menuntut ilmu dan memahami ajaran agama dengan baik dapat memberikan landasan moral yang kuat untuk mengatasi hawa nafsu.
• Kontrol Sosial: Bergaul dengan orang-orang yang saleh dan berada dalam lingkungan yang positif dapat membantu mengurangi godaan hawa nafsu.
5. Pentingnya Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
Dalam Islam, konsep tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa adalah upaya untuk membersihkan diri dari pengaruh hawa nafsu dan dosa. Ini melibatkan proses introspeksi, penyesalan atas kesalahan, dan upaya terus-menerus untuk meningkatkan diri dalam ketaatan kepada Allah.
• "Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya" (QS. Ash-Shams [91]: 9-10).
Kesimpulan
Mengendalikan hawa nafsu adalah salah satu aspek utama dalam menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Hawa nafsu yang tidak terkendali dapat menjadi sumber segala kemaksiatan, kelalaian, dan kerusakan. Oleh karena itu, umat Islam diajarkan untuk senantiasa berusaha mengendalikan hawa nafsu melalui berbagai ibadah, pendidikan, dan lingkungan yang mendukung, serta melalui proses penyucian jiwa yang terus-menerus. Dengan demikian, manusia dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, bermakna, dan selaras dengan kehendak Allah.
Prinsip Menjaga Hati dan Mengendalikan Hawa Nafsu menurut Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam sejarah Islam, memberikan banyak panduan tentang bagaimana menjaga hati dan mengendalikan hawa nafsu. Dalam karyanya yang terkenal, Ihya' Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), Al-Ghazali menguraikan prinsip-prinsip spiritual yang membantu individu untuk mencapai kebersihan hati dan kontrol atas hawa nafsu.
Berikut adalah beberapa prinsip penting yang diajarkan oleh Al-Ghazali:
1. Mengenal Diri (Ma'rifatun Nafs)
Al-Ghazali menekankan pentingnya mengenal diri sendiri sebagai langkah pertama dalam menjaga hati dan mengendalikan hawa nafsu. Dengan mengenali kelemahan dan kecenderungan negatif dalam diri, seseorang dapat lebih mudah mengidentifikasi dan mengatasi godaan hawa nafsu.
• Introspeksi dan Muhasabah: Melakukan evaluasi diri secara rutin untuk mengenali kesalahan dan memperbaiki diri.
2. Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa)
Proses penyucian jiwa adalah upaya untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit spiritual seperti kesombongan, iri hati, dan kecintaan berlebihan terhadap dunia.
• Taubat (Bertobat): Mengakui dosa-dosa yang telah dilakukan, memohon ampunan kepada Allah, dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
• Dzikir (Mengingat Allah): Berzikir secara rutin untuk menjaga hati tetap dekat dengan Allah dan terhindar dari godaan nafsu.
3. Mu'ahadah (Berjanji kepada Allah)
Berjanji kepada Allah untuk tetap berada di jalan yang benar dan menjaga diri dari godaan hawa nafsu.
• Komitmen Spiritual: Membuat komitmen pribadi untuk selalu mengikuti ajaran agama dan menghindari perilaku yang dapat menodai hati.
4. Muraqabah (Pengawasan Diri)
Muraqabah adalah kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi segala tindakan dan pikiran kita. Ini mendorong seseorang untuk selalu waspada terhadap perilaku yang tidak sesuai.
• Kesadaran Ilahiyah: Menyadari kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan untuk menjaga hati tetap bersih dan tindakan sesuai dengan kehendak-Nya.
5. Mujahadah (Berjuang Melawan Hawa Nafsu)
Mujahadah adalah perjuangan terus-menerus melawan kecenderungan negatif dalam diri.
• Latihan Spiritual: Melakukan latihan spiritual seperti puasa, shalat malam, dan berbagai bentuk ibadah lainnya untuk memperkuat kontrol atas hawa nafsu.
6. Tafakkur (Merenung)
Tafakkur adalah kegiatan merenungkan ciptaan Allah dan tujuan hidup, yang membantu memperdalam keimanan dan memperkuat hati.
• Refleksi: Menghabiskan waktu untuk merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an, hadits, dan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.
7. Menjaga Hubungan dengan Orang Saleh
Bergaul dengan orang-orang saleh dan ulama dapat membantu menjaga hati tetap bersih dan terinspirasi untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam.
• Lingkungan yang Positif: Mencari lingkungan yang mendukung pertumbuhan spiritual dan menjauhi pergaulan yang dapat merusak hati.
8. Ilmu dan Amal
Al-Ghazali menekankan pentingnya mencari ilmu yang bermanfaat dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
• Pendidikan Spiritual: Menuntut ilmu agama untuk memahami cara yang benar dalam mengendalikan hawa nafsu dan menjaga hati.
• Konsistensi dalam Ibadah: Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari dengan konsisten melakukan ibadah dan amal saleh.
9. Ikhlas dan Taqwa
Niat yang ikhlas dalam setiap tindakan dan menjaga ketakwaan kepada Allah adalah kunci utama dalam menjaga hati dan mengendalikan hawa nafsu.
• Niat yang Murni: Melakukan segala sesuatu semata-mata untuk mencari ridha Allah.
• Ketaatan kepada Allah: Menjaga ketakwaan dalam setiap aspek kehidupan untuk memastikan hati tetap bersih dan jauh dari pengaruh negatif.
10. Mengendalikan Panca Indera
Mengendalikan panca indera (penglihatan, pendengaran, perkataan, dll.) agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang dapat merusak hati.
• Menjaga Pandangan dan Pendengaran: Menghindari melihat atau mendengar hal-hal yang haram atau dapat memicu hawa nafsu.
• Mengontrol Perkataan: Berbicara dengan baik dan menghindari ucapan yang dapat menyakiti orang lain atau membawa dosa.
Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, Al-Ghazali percaya bahwa seseorang dapat mencapai kebersihan hati dan kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu, yang pada akhirnya membawa kepada kehidupan yang lebih damai dan sejalan dengan ajaran Islam.
Wasapadalah terhadap penyakit-penyakit lisan.
Penyakit-penyakit lisan merupakan permasalahan besar dalam kehidupan sehari-hari yang dapat merusak hubungan sosial, merusak hati, dan menghalangi seseorang dari mencapai keridhaan Allah. Dalam pandangan Islam, menjaga lisan adalah bagian penting dari menjaga diri dari dosa dan menjaga keharmonisan dalam masyarakat. Berikut adalah beberapa penyakit lisan yang perlu diwaspadai dan bagaimana cara menghindarinya:
1. Ghibah (Menggunjing)
Menggunjing adalah membicarakan keburukan seseorang di belakangnya yang dia tidak suka jika dibicarakan. Ini termasuk dosa besar dalam Islam.
• Al-Qur'an: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya" (QS. Al-Hujurat [49]: 12).
• Cara Menghindari: Selalu ingat dampak buruk menggunjing dan berusaha mengingatkan diri sendiri dan orang lain untuk tidak terlibat dalam percakapan semacam itu.
2. Namimah (Mengadu Domba)
Mengadu domba adalah menyebarkan berita atau informasi dengan tujuan memecah belah dan menimbulkan permusuhan antara orang-orang.
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba" (HR. Bukhari dan Muslim).
• Cara Menghindari: Hindari menyebarkan informasi yang tidak perlu dan selalu periksa niat di balik penyampaian suatu informasi.
3. Bohong (Kadzib)
Bohong adalah menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ini adalah dosa besar dan sangat dilarang dalam Islam.
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Hendaklah kalian berkata benar, karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga" (HR. Bukhari dan Muslim).
• Cara Menghindari: Biasakan berkata jujur dan berpikir sebelum berbicara untuk memastikan apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan.
4. Fitnah
Fitnah adalah menyebarkan berita atau informasi palsu tentang seseorang dengan tujuan merusak reputasinya.
• Al-Qur'an: "Fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan" (QS. Al-Baqarah [2]: 191).
• Cara Menghindari: Jangan menyebarkan informasi yang tidak jelas kebenarannya dan berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita.
5. Perkataan Kasar dan Menyakiti (Fuhsy)
Perkataan yang kasar dan menyakiti orang lain adalah bentuk lisan yang buruk dan dapat merusak hubungan.
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Sesungguhnya orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata-kata keji, dan berkata-kata kotor" (HR. Tirmidzi).
• Cara Menghindari: Latih diri untuk berbicara dengan sopan dan penuh kasih sayang serta hindari kata-kata yang dapat menyakiti orang lain.
6. Mengatakan Sesuatu yang Tidak Berguna (Laghw)
Berbicara tentang hal-hal yang tidak berguna atau sia-sia dapat menyia-nyiakan waktu dan energi.
• Al-Qur'an: "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna" (QS. Al-Mu'minun [23]: 3).
• Cara Menghindari: Fokuslah pada percakapan yang bermanfaat dan bermakna serta hindari berbicara hal-hal yang tidak memiliki nilai positif.
7. Menghina dan Mencela (Sukhriyyah)
Menghina atau mencela orang lain dapat merusak hubungan sosial dan menyebabkan permusuhan.
• Al-Qur'an: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, karena boleh jadi mereka (yang direndahkan) lebih baik dari mereka (yang merendahkan)" (QS. Al-Hujurat [49]: 11).
• Cara Menghindari: Selalu jaga hormat dan perlakukan orang lain dengan baik, serta hindari mencela atau merendahkan siapapun.
8. Berkata Sumpah Palsu (Yamin Ghamus)
Bersumpah palsu adalah tindakan serius yang merusak integritas dan kepercayaan.
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barang siapa bersumpah palsu untuk merampas harta seorang Muslim, maka Allah akan murka kepadanya dan mengharamkan surga baginya" (HR. Bukhari dan Muslim).
• Cara Menghindari: Hindari bersumpah jika tidak perlu dan selalu berkata jujur.
9. Membocorkan Rahasia (Iftisyah)
Membocorkan rahasia yang dipercayakan kepada kita dapat menghancurkan kepercayaan dan hubungan baik.
• Hadis: Nabi Muhammad SAW bersabda, "Apabila seseorang menceritakan sesuatu kepadamu lalu dia pergi, maka apa yang diceritakannya itu adalah amanah (rahasia yang harus dijaga)" (HR. Abu Dawud).
• Cara Menghindari: Jaga kepercayaan yang diberikan dan hindari membocorkan rahasia orang lain.
Kesimpulan
Menjaga lisan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan menghindari penyakit-penyakit lisan seperti ghibah, namimah, bohong, fitnah, perkataan kasar, laghw, menghina, sumpah palsu, dan membocorkan rahasia, kita dapat menjaga kebersihan hati, membangun hubungan sosial yang baik, dan mencapai keridhaan Allah. Melatih diri untuk selalu berkata baik dan benar adalah upaya yang harus terus dilakukan dengan kesadaran penuh akan dampak positif dan negatif dari setiap kata yang kita ucapkan.
Oleh: DR Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan UIT Lirboyo