Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hari Raya Iduladha Berbeda, Mengapa?

Rabu, 26 Juni 2024 | 18:02 WIB Last Updated 2024-06-26T11:03:00Z
TintaSiyasi.id -- Dilansir dari cnbcindonesia.com pada tanggal (14/6/24) organisasi masyarakat (ormas) Muhammadiyah, NU dan pemerintah menyatakan bahwa penetapan hari raya Iduladha jatuh pada tanggal 17 Juni 2024 atau 10 Zulhijjah 1445 Hijriah. 

Menurut organisasi masyarakat baik Muhammadiyah, NU dan pemerintah bahwa hari raya iduladha berbeda dengan Arab Saudi yang sudah melaksanakan sholat Iduladha pada tanggal yakni tanggal 16 Juni 2024  atau 10 Zulhijjah 1445 Hijriah  yang berbeda sehari. Namun jika kita melihat pada data tahun 2022-2023 Muhammadiyah dan NU berbeda pelaksanaan Iduladha. 

Bahkan Muhammadiyah, NU dan pemerintah dalam menentukan Iduladha tercatat pernah berbeda hanya 5 kali dalam beberapa tahun terakhir ini. Fakta perbedaan Iduladha bukan suatu hal yang baru di negeri Indonesia tentunya, tetapi pada setiap tahunnya bisa berubah-ubah sesuai dengan cara mereka menentukan melalui rukyat lokal bukan rukyat global. Miris sekali bila penentuan hari raya khususnya Iduladha bisa terjadi perbedaan karena dilihat dari awal Zulhijjah serta mengikuti arahan dari Amir Makkah yang menentukan hilal. 

Walaupun ada beberapa pendapat dari mazhab Syafi'i menganut rukyat lokal dan Maliki, Hanbali dan Hanafi menganut rukyat global yakni menganut rukyat untuk seluruh kaum muslimin. Maka jika rukyat telah ditetapkan di suatu negara berlaku untuk seluruh kaum muslimin di dunia. 

Sebab kaum muslimin tidak bisa merukyat dengan cara mandiri atau berdasarkan negara masing-masing dan khilafiyah dalam hal ini tidak ada pada saat menentukan Iduladha. Ulama seluruh mazhabpun akhirnya sepakat dalam penentuan Iduladha tak ada perbedaan. 

Rukyat hilal untuk menetapkan sudah masuknya awal bulan Zulhijjah hanya dilakukan oleh penduduk Mekkah dan berlaku untuk seluruh kaum Muslim di seluruh dunia serta senantiasa Iduladha di hari yang sama. 

Hal ini diriwayatkan secara Mutawatir bahkan sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw dilanjut sampai zaman Khulafaurasyidin,  Umayah, Abasiyyah, Utsmani dan sampai saat ini. Dalam hadits Husain Ibnu Al-Haris Al-Jadali Radiyallahuanhu ia berkata sebagai berikut: "Sesungguhnya amir atau wali Mekkah pernah berkhutbah dan berkata Rasulullah Saw mengamanatkan kepada kami untuk melaksanakan manasik haji berdasarkan rukyat jika kamu tidak berhasil merukyat tetapi ada dua saksi hadir yang berhasil merukyat maka kami melaksanakan manasik haji berdasarkan kesaksian keduannya." (HR.Dawud no. 2338 dan Ad-Daruquthni juz II/167). 

Dengan demikian penetapan Iduladha sudah menjadi sesuatu yang pasti sudah menjadi integral di dalam ajaran Islam. Pemerintah Indonesia lebih memilih fatwa dari sebagian ulama telah berani membolehkan perbedaan Iduladha dan sering terjadi penetapan Iduladha pada hari tasyrik dan bukan pada  yaumun nahr hari dimana terlaksananya penyembelihan kurban. 

Adanya perbedaan dalam penentuan Iduladha bisa terjadi karena sekat nasionalisme yang menjadi penghalang antara hukum syarak dan ketundukan akan perintah-Nya. Serta sumber dari terpecah belahnya kaum muslimin. Negarapun berlandaskan pada pemikiran sekuler yang membuat dicampakkannya aturan agama dalam kehidupan. 

Sistem kapitalisme yang membuat pemerintah dan Ormas masyarakat Muhammadiyah serta NU bersikap individual yang dapat dilakukan juga oleh kaum muslimin terutama di Indonesia. Akibatnya negeri ini terpisah dengan Arab Saudi dalam perayaan Iduladha. 

Padahal tempat ibadah haji dilakukan di Mekkah Arab Saudi, Ini merupakan suatu hal yang membuat melanggengkan imprealisme, menjadikan umat Islam bangga terhadap ide nasionalisme dan menjadi pemersatu bangsa yakni cinta tanah air sebagai bagian keimanan. 

Maka dari perkataan yang diucapkan cinta tanah air sebagai bagian keimanan merupakan propaganda  bisa membuat kaum Muslim berpecah belah dan bertentangan dengan hadits Rasulullah Saw sebagai berikut: "Bukanlah dari bagianku orang yang menyerukan ashabiyah, bukan golonganku orang yang berperang karena ashabiyah." (HR. Abu Dawud). 

Makna ashabiyah yang dimaksud ialah perasaan fanatik terhadap suku, ras dan negara sebagai bentuk kebanggaan terhadap golongan tersebut. Seharusnya perbedaan Iduladha yang terjadi bisa menjadikan kaum muslimin sadar butuhnya persatuan kaum muslimin di seluruh dunia. 

Momen Iduladha kaum muslimin harus ada dalam diri untuk mengokohkan keimanan, pengorbanan dalam ketaatan dan menjalin ukhuwah Islamiah yang satu tanpa ada sekat ashabiyah dan nasionalisme tetapi hal ini hanya dapat terwujud di negara yang menegakkan khilafah. 

Agar kaum muslimin dapat meraih kemenangan hakiki dan menanti datangnya musim semi yang tak bisa dihentikan oleh para musuh-musuh Islam walaupun dengan cara apapun. Terus berdakwah Islam kaffah, berjamaah dan niat untuk meraih ridha Allah Swt.

Oleh.Yafi'ah Nurul Salsabila (Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update