Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ahli Fiqih Islam: Berkurban Adalah Bentuk Implementasi Cinta Kepada Allah SWT

Jumat, 14 Juni 2024 | 10:43 WIB Last Updated 2024-06-14T10:11:27Z
TintaSiyasi.id -- Ahli fiqih Islam Ustaz Agus Khoirul Huda, Lc. mengatakan bahwa berkurban adalah bentuk implementasi cinta kepada Allah SWT.

“Berkurban itu sesungguhnya adalah bentuk implementasi cinta kita kepada Allah SWT,” ungkapnya dalam Live Kurban Tertolak, Kalau Gak Tahu Fiqihnya bersama Ustaz Agus Khoirul Huda dan Ustaz Fatih Karim, di kanal YouTube Cinta Qur’an Foundation, Kamis (30/05/2024).

Ustaz Agus mengungkapkan, peristiwa yang terjadi antara Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s bukanlah ujian untuk mereka, melainkan ujian keimanan untuk setiap Muslim di dalam ketaatan kepada Allah SWT.

“Allah SWT itu mau ngasih perbandingan kepada kita, seberapa besar harga anakmu dibanding harga seekor kambing. Kalau Nabi Ibrahim a.s disuruh menyembelih anaknya, dia mampu. Lalu kita dirusuh menyembelih kambing yang harganya 3,5 juta saja tidak mampu, berati iman kita tidak ada secuilnya dibandingkan keimanan Nabi Ibrahim a.s,” terangnya.

Ia menjelaskan pensyariatan berkurban sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al Qur’an surat Al Kautsar ayat 2
Faṣalli lirabbika wanḥar 
"Maka sholatlah kepada Tuhanmu dan berkorbanlah,".

“Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Annas, Nabi menyembelih dua ekor kambing yang berwarna putih dan memiliki tanduk, yang menunjukkan kesempurnaan," lanjutnya.

Hukum Kurban

Ustaz Agus menyatakan, hukum berkurban sendiri, para ulama berbeda pendapat. Kelompok pertama, pendapat Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa berkurban itu wajib berdasarkan dalil Al Qur’an wanhar, fiil amr atau perintah yang berarti juga kewajiban. Namun, pendapat tersebut didhoifkan oleh mayoritas ulama.

Pendapat kedua ia katakan adalah Sunah muakadah, atau sunah yang sangat-sangat dianjurkan. Dan ini adalah pendapat yang paling rajih. Hal tersebut merujuk pada dalil qarinah pertanda bahwa berkurban hukumnya sunah, bukan wajib.

"Rasulullah SAW bersabda: “Jika telah tiba sepuluh hari awal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah ia mencukur rambut dan kulitnya sedikit pun.” (HR Muslim)," kutipnya.

Ia menyebut, kata hendak menurut Imam Syafi’i menunjukkan bahwasanya bukan wajib, melainkan sunah, karena perkara wajib tidak mungkin diberi kata-kata hendak.

Meskipun berkurban hukumnya sunah, ustadz Agus menyampaikan, jangan meremehkan perkara sunah, apalagi sunah muakadah yang lebih dekat kepada yang wajib. Sebab Nabi SAW pernah beberapa kali mencela orang yang meninggalkan sunah.

“Dalam poin-poin berkurban Nabi SAW mengancam bagi orang yang diberi kelapangan untuk berkurban, tetapi tidak berkurban, sebagaimana hadis shahih
Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah),” jelasnya.

Ia melanjutkan, lapang secar fikih menurut mayoritas ulama adalah engkau mampu memberi nafkah pada dirimu dan keluargamu selama empat hari di tambah tiga hari tasyrik, dan sisa uangmu bisa membeli satu ekor kambing, atau sepertujuh ekor sapi, maka engkau terkategori mampu.

“Oleh karena itu, bagi teteh-teteh jangan mau menikah dengan laki-laki yang tidak mau berqurban, arena tidak romantis. Sama Allah SWT saja enggak mau berkorban, apalagi sama cintamu,” tutupnya. [] Siti Mustaqfiroh 

Opini

×
Berita Terbaru Update