Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

UKT Melangit: Inikah Bukti Kapitalisasi dan Pembiaran Pendidikan Tinggi Menjadi Ladang Bisnis?

Sabtu, 25 Mei 2024 | 23:41 WIB Last Updated 2024-05-25T16:42:06Z
TintaSiyasi.id -- Di tengah gonjang-ganjing kenaikan UKT yang gila-gilaan, Kemendikbud justru mengeluarkan pernyataan yang menyakitkan. Dengan mudahnya mereka menyatakan, pendidikan tinggi itu tersier dan tidak wajib. Seolah-olah ia menegaskan, kalau tidak sanggup bayar UKT, tidak usah kuliah, toh yang wajib belajar hanya 12 tahun. Selain itu, pernyataan itu menunjukkan pemerintah hari ini makin liberal dan kapitalis dengan membela kenaikan UKT yang menggila. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menyatakan, pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.

"Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," kata Tjitjik di Kantor Kemendikbud dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (16/5).

Sebagai pejabat publik, sejatinya tidak patut menyampaikan pernyataan yang sembrono seperti di atas. Pemerintah tampak gagal paham membiarkan pendidikan tinggi dikapitalisasi dan dibiarkan jadi ladang bisnis. Seharusnya pemerintah berupaya membuat biaya kuliah terjangkau dan gratis, bukan malah membiarkan biaya melangit dan hanya bisa dinikmati segelintir orang. Jika pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier, maka yang bisa mengenyam pendidikan hanya golongan orang-orang kaya saja. Mereka yang miskin akan kesulitan, jika pun ada jalur beasiswa harus siap bertarung dengan banyak orang.

Membedah di Balik Kenaikan UKT

Ada yang UKT naik 200 persen, 300 persen, bahkan 500 persen ada yang 200 persen dan sebagainya. Inilah yang membuat geger dunia pendidikan tinggi baru-baru ini. Ramainya aksi mahasiswa yang menolak kenaikan UKT, pemerintah hanya menjawab kenaikan itu hanya berlaku untuk mahasiswa baru. Hal ini menegaskan kenaikan UKT memang akan terjadi.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim memastikan pihaknya menghentikan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang nilainya tak wajar di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN). Hal itu ditegaskan Nadiem dalam rapat kerja (raker) Komisi X DPR, Selasa (21/5/2024) dikutip dari Kompas.com.

Apa yang disampaikan Nadiem di atas belum bisa menjadi solusi atas kenaikan UKT yang fantastis. Ia hanya akan mengkaji tetapi tidak mencabut kebijakan yang menyebabkan UKT naik berlipat ganda. Sejatinya ada beberapa hal yang menyebabkan UKT itu mahal dan kampus memiliki hak dalam menaikkan UKT tersebut. 

Pertama, Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek. Dikutip dari CNBC Indonesia (19/5), aturan tersebut tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbud. Di dalamnya dijelaskan bila seluruh biaya yang ada di PTN merujuk pada Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).

Dari data tersebut, PTN memiliki kewenangan untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa baik UKT, biaya kuliah tunggal (BKT) ataupun sumbangan pengembangan institusi (SPI). Pembiayaan UKT yang terbagi menjadi beberapa golongan tersebut berpotensi PTN bisa menarik UKT dan iuran pengembangan institusi (IPI) sesukanya dan ini juga yang menyebabkan pelayanan pendidikan menjadi lahan bisnis.

Menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, Jawa Tengah, Farid Darmawan, seharusnya perguruan tinggi negeri (PTN) tidak perlu menaikan UKT atau IPI terlalu besar, karena ketika menjadi PTN seharusnya kampus sudah siap dan tidak lagi berbisnis mengandalkan bantuan mahasiswa. Bantuan yang dimaksud adalah mengandalkan kenaikan UKT, IPI ataupun menambah kelompok UKT. "Kalau PTN tersebut sudah PTN-BH, sektor bisnis atau unit bisnis sudah dapat dikelola harusnya sudah seattle jangan sampai pengelola keuangan itu ditangguhkan lagi pada mahasiswa," ujarnya.

Kampus jadi badan hukum harus siap mencari sumber dana segar, jika tidak mau membebani tingginya UKT ataupun IPI. Namun, jika kampus ataupun PTN BH tidak mampu mencari sumber dana besar akhirnya beban biaya kuliah yang mahal dibebankan ke mahasiswa. Inilah lingkaran setan yang diciptakan pendidikan tinggi yang dikelola secara kapitalisme.

Kedua, General Agreement On Trade And Service (GATS). Dalam perjanjian tersebut, pendidikan merupakan bagian dari 12 komoditas jasa yang bisa diliberalisasi dan dikapitalisasi. Sebagai anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia harus ikut serta menyukseskan agenda GATS tersebut. 

Dari situ muncul berbagai kebijakan-kebijakan yang bernafas liberalisasi dan kapitalisasi di bidang pendidikan seperti berubahnya status PT menjadi badan hukum. Ketika pendidikan diliberalisasi dan dikapitalisasi, maka pendidikan layaknya komoditas yang diperjualbelikan, siapa yang bisa membayar dialah yang dapat menikmati pendidikan.Otomatis orang miskin dilarang kuliah, bahkan orang menengah ke bawah dilarang kuliah juga. 

Ketiga, tata cara pengelolaan pendidikan di negeri ini menggunakan ideologi sekuler kapitalisme sehingga tidak akan bisa rakyat Indonesia merasakan pendidikan tinggi yang murah, karena konsepnya sudah kapitalisme. Andaikan ada orang miskin yang bisa mendapatkan beasiswa kuliah gratis, pasti itu hanya segelintir dan tidak bisa mengcover seluruh generasi agar bisa mengenyam pendidikan tinggi dengan murah bahkan gratis. 

Inilah akal-akalan kapitalisme melakukan pembodohan yang sistematis, menjadikan pendidikan komoditas bisnis. Akhirnya yang tidak mampu bayar harus siap memiliki kemampuan apa adanya dan mencari uang sebisanya. Sekarang, kalau lulusan SMA atau SMK kira-kira kalau kerja mau jadi apa? Paling pol ya jadi buruh, kalau pun usaha, kesuksesan usahanya ditentukan oleh modal, kalau tidak punya modal besar, usahanya ya di situ-situ saja. 

Lalu di mana tanggung jawab negara yang katanya mencerdaskan kehidupan bangsa? Justru karena kebijakan yang berideologi kapitalisme menjadikan negara melakukan pembodohan secara struktural dan sistematis.

Dampak Kenaikan UKT terhadap Aspek Politik, Pendidikan, Ekonomi, Hukum, dan Sosial

Walaupun Nadiem Makarim dipanggil DPR, ternyata itu belum bisa menyelesaikan masalah mahalnya UKT. Posisinya memang Indonesia belum mengalokasikan sumber dana yang besar demi berlangsungnya pendidikan tinggi secara murah dan gratis untuk semua. Selain itu, APBN negeri ini hanya mengandalkan pajak ataupun utang, sehingga akan kesulitan menghadirkan pendidikan tinggi yang murah dan gratis. 

Berikut dampak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) terhadap beberapa aspek. Pertama, dampak terhadap aspek politik, negeri berada dalam penjajahan gaya baru yang dilakukan Barat kapitalis. Negeri ini makin mengikuti arus globalisasi negara-negara kapitalisme. Menjadikan pendidikan komoditas bisnis dan berdampak pada pembodohan secara sistematis. Negara tidak akan bisa berkembang karena sumber daya manusia tidak sampai tataran ahli karena hanya mengenyam pendidikan 12 tahun belajar. 

Kedua, dampak terhadap aspek pendidikan. Jika biaya kuliah mahal, maka kuliah menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang saja. Dampak dari hal ini adalah SDM yang ada di negeri-negeri berkembang sedang dicetak sebagai buruh yang bisa digaji murah. Sedikitnya tenaga ahli yang tercetak membuat negara bergantung pada tenaga ahli dari asing, sehingga belenggu asing makin kuat mengakar. 

Ketiga, dampak ekonomi. Kenaikan biaya kuliah makin membebani mahasiswa maupun orang tua dan ini akan berdampak terhadap kondisi ekonomi mereka. Sudah biaya hidup makin mahal ditambah lagi dengan mahalnya biaya pendidikan. Akhirnya akan banyak yang memilih untuk cari kerja untuk mempertahankan hidup daripada harus melanjutkan ke pendidikan tinggi. 

Selain itu, bagi mereka yang sudah terlanjur kuliah tetapi tidak bisa membayar biaya kuliahnya akan melakukan berbagai cara seperi utang riba atau pinjaman online yang di ribanya tinggi. Hal ini membuat mereka terjebak di lingkaran setan utang riba. 

Keempat, dalam aspek hukum akan banyak kasus kriminalitas yang menyeret mahasiswa atau orang tua ke ranah hukum karena tekanan ekonomi yang begitu tinggi. Begitu pun, kelima, aspek sosial, akan banyak degradasi moral dan dan kerusakan struktural sosial karena rendahnya taraf pendidikan dan tekanan ekonomi. 

Boro-boro negara akan maju, justru negara akan makin terpuruk karena tidak memiliki SDM yang unggul untuk membangun negaranya. Sekalipun ada yang memiliki gelar berjibun mereka tidak bisa mengcover kebutuhan tenaga ahli yang memadai karena negara pun tidak mendukung adanya itu semua.

Inilah kondisi yang mungkin terjadi jika pendidikan tinggi makin lama makin mahal. Kuliah adalah kebutuhan primer menjadi barang mewah yang diperjualbelikan dan hanya bisa dinikmati bagi mereka yang memiliki uang ataupun yang mendapatkan bantuan beasiswa. 

Akhirnya, banyak yang berpikir bagaimana bisa menghasilkan banyak uang hanya dengan rebahan. Yang penting dapat uang apa pun caranya dilakukan, ketika hal ini terjadi kerusakan struktural benar-benar terjadi di negeri ini. Sumber daya alam banyak yang dikuasai asing, sumber daya manusia dibodohkan secara sistematis. 

Bangsa terjajah secara sistematis, mental-mental terjajah, dan sulit bangkit akan menjadi ciri khas bangsa ini, jika ideologi kapitalisme dibiarkan menjadi nafas setiap kebijakan dan aturan di negeri ini.

Strategi Islam dalam Menyelenggarakan Pendidikan Tinggi yang Terjangkau

Tugas negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebenarnya ini tidak hanya menjadi tugas negara tetapi kewajiban negara. Bagaimana negara bisa maju jika mereka tidak cerdas dan pintar? Islam memandang pendidikan adalah hak seluruh umat manusia. Terutama pendidikan dan edukasi Islam adalah sebuah kewajiban karena pendidikan adalah bagian dari syiar Islam. Oleh karena itu, negara dalam pandangan Islam, wajib menyelenggarakan pendidikan dengan biaya murah bahkan gratis. Selain itu, wajib menyelenggarakan pendidikan yang gratis, apabila belum bisa gratis harus bisa dijangkau oleh semua kalangan. Pendidikan adalah jalan menciptakan generasi-generasi rabbani yang akan membangun peradaban emas selanjutnya. 

Di sinilah ada peran negara yang bertanggung jawab penuh, bukan malah menyerahkan urusan pendidikan ke pasar dan membiarkan para kapitalis memasukkan pendidikan sebagai target industri mereka. Dalam Islam, negaralah yang wajib menyelenggarakan pendidikan bukan pihak swasta atau malah asing. Menyelenggarakan pendidikan memang butuh biaya yang mahal. Apalagi dalam menyelenggarakan pendidikan murah dan gratis tentunya tidak mudah dan Islam memiliki solusi atas tingginya biaya pendidikan tersebut. 

Pertama, sistem pendidikan Islam memiliki visi dan misi yang jelas sehingga memiliki standar pendidik yang memiliki kepribadian Islam dan kompetensi keahlian yang jelas. Segala bentuk kebijakan turunan tidak boleh melenceng dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencetak generasi berkepribadian Islam. Dari sini, pendidik akan terbantu dengan sistem yang mendukung untuk menciptakan lingkungan kondusif. 

Kedua, penyelenggaraan pendidikan dibiayai negara (baitulmal). Baitulmal adalah tempat untuk menyimpan dan mengelola berbagai kekayaan yang menjadi penerimaan negara. Sumber pemasukan negara Islam berasal 3 bagian: Fai dan kharaj, kepemilikan umum, dan sedekah. Sumber pendapatan ini berbeda dengan negara kapitalisme yang menjadikan utang riba dan pajak sebagai sumber utama pendapatan, sehingga membebani rakyat. 

Contoh sumber kepemilikan umum yang dikelola negara adalah sumber daya alam. Sumber daya alam dijadikan sumber pendapatan untuk menyelenggarakan pendidikan yang murah bahkan gratis. Berbeda dengan kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta atau kapitalis asing. Kekayaan yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan umat justru dinikmati oleh segelintir orang. 

Dari pembiayaan infrastruktur pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan negara, dapat dipastikan gaji guru juga ditanggung negara. Sehingga pemberian gaji manusiawi dan layak didapatkan pendidik. Selain itu, sarana dan prasarana dipenuhi negara tanpa membebani pendidik maupun peserta didik. 

Ketiga, pendidikan yang utama harus dimiliki peserta didik adalah bangunan akidah yang kuat setelah itu mereka akan didorong mempelajari sains dan teknologi demi kemaslahatan umat. Semua ilmu yang digali adalah salah satu cara untuk menguatkan ketakwaan dan mewujudkan Islam rahmat bagi seluruh alam. Boleh belajar sains dan teknologi kepada orang-orang kafir simi secara profesional. 

Sebenarnya tidak hanya pendidikan, kesehatan juga menjadi jaminan negara. Harapannya jika semua komponen mendukung jalannya pendidikan dan kesehatan maka akan banyak lahir generasi-generasi emas yang akan meneruskan tonggak estafet kepemimpinan Islam. Hal tersebut hanya mampu diwujudkan apabila negara menerapkan sistem Islam secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama. Inilah akal-akalan kapitalisme melakukan pembodohan yang sistematis, menjadikan pendidikan komoditas bisnis. Akhirnya yang tidak mampu bayar harus siap memiliki kemampuan apa adanya dan mencari uang sebisanya. Sekarang, kalau lulusan SMA atau SMK kira-kira kalau kerja mau jadi apa? Paling pol ya jadi buruh, kalau pun usaha, kesuksesan usahanya ditentukan oleh modal, kalau tidak punya modal besar, usahanya ya di situ-situ saja. Lalu di mana tanggung jawab negara yang katanya mencerdaskan kehidupan bangsa? Justru karena kebijakan yang berideologi kapitalisme menjadikan negara melakukan pembodohan secara struktural dan sistematis. 

Kedua. Inilah kondisi yang mungkin terjadi jika pendidikan tinggi makin lama makin mahal. Kuliah adalah kebutuhan primer menjadi barang mewah yang diperjualbelikan dan hanya bisa dinikmati bagi mereka yang memiliki uang ataupun yang mendapatkan bantuan beasiswa. Akhirnya, banyak yang berpikir bagaimana bisa menghasilkan banyak uang hanya dengan rebahan. Yang penting dapat uang apa pun caranya dilakukan, ketika hal ini terjadi kerusakan struktural benar-benar terjadi di negeri ini. Sumber daya alam banyak yang dikuasai asing, sumber daya manusia dibodohkan secara sistematis. Bangsa terjajah secara sistematis, mental-mental terjajah, dan sulit bangkit akan menjadi ciri khas bangsa ini, jika ideologi kapitalisme dibiarkan menjadi nafas setiap kebijakan dan aturan di negeri ini.

Ketiga. Islam memandang pendidikan adalah hak seluruh umat manusia. Terutama pendidikan dan edukasi Islam adalah sebuah kewajiban karena pendidikan adalah bagian dari syiar Islam. Oleh karena itu, negara dalam pandangan Islam, wajib menyelenggarakan pendidikan dengan biaya murah bahkan gratis. Selain itu, wajib menyelenggarakan pendidikan yang gratis, apabila belum bisa gratis harus bisa dijangkau oleh semua kalangan. Pendidikan adalah jalan menciptakan generasi-generasi rabbani yang akan membangun peradaban emas selanjutnya. 

Oleh. Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute 
.
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo
Rabu, 22 Mei 2024 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Opini

×
Berita Terbaru Update