TintaSiyasi.id -- Walaupun Nadiem Makarim dipanggil DPR, ternyata itu belum bisa menyelesaikan masalah mahalnya UKT. Posisinya memang Indonesia belum mengalokasikan sumber dana yang besar demi berlangsungnya pendidikan tinggi secara murah dan gratis untuk semua. Selain itu, APBN negeri ini hanya mengandalkan pajak ataupun utang, sehingga akan kesulitan menghadirkan pendidikan tinggi yang murah dan gratis.
Berikut dampak kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) terhadap beberapa aspek. Pertama, dampak terhadap aspek politik, negeri berada dalam penajajahan gaya baru yang dilakukan Barat kapitalis. Negeri ini makin mengikuti arus globalisasi negara-negara kapitalisme. Menjadikan pendidikan komoditas bisnis dan berdampak pada pembodohan secara sistematis. Negara tidak akan bisa berkembang karena sumber daya manusia tidak sampai tataran ahli karena hanya mengenyam pendidikan12 tahun belajar.
Kedua, dampak terhadap aspek pendidikan. Jika biaya kuliah mahal, maka kuliah menjadi barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang saja. Dampak dari hal ini adalah SDM yang ada di negeri-negeri berkembang sedang dicetak sebagai buruh yang bisa digaji murah. Sedikitnya tenaga ahli yang tercetak membuat negara bergantung pada tenaga ahli dari asing, sehingga belenggu asing makin kuat mengakar.
Ketiga, dampak ekonomi. Kenaikan biaya kuliah makin membebani mahasiswa maupun orang tua dan ini akan berdampak terhadap kondisi ekonomi mereka. Sudah biaya hidup makin mahal ditambah lagi dengan mahalnya biaya pendidikan. Akhirnya akan banyak yang memilih untuk cari kerja untuk mempertahankan hidup daripada harus melanjutkan ke pendidikan tinggi. Selain itu, bagi mereka yang sudah terlanjur kuliah tetapi tidak bisa membayar biaya kuliahnya akan melakukan berbagai cara seperi utang riba atau pinjaman online yang di ribanya tinggi. Hal ini membuat mereka terjebak di lingkaran setan utang riba.
Keempat, dalam aspek hukum akan banyak kasus kriminalitas yang menyeret mahasiswa atau orang tua ke ranah hukum karena tekanan ekonomi yang begitu tinggi. Begitu pun, kelima, aspek sosial, akan banyak degradasi moral dan dan kerusakan struktural sosial karena rendahnya taraf pendidikan dan tekanan ekonomi. Boro-boro negara akan maju, justru negara akan makin terpuruk karena tidak memiliki SDM yang unggul untuk membangun negaranya. Sekalipun ada yang memiliki gelar berjibun mereka tidak bisa mengcover kebutuhan tenaga ahli yang memadai karena negara pun tidak mendukung adanya itu semua.
Inilah kondisi yang mungkin terjadi jika pendidikan tinggi makin lama makin mahal. Kuliah adalah kebutuhan primer menjadi barang mewah yang diperjualbelikan dan hanya bisa dinikmati bagi mereka yang memiliki uang ataupun yang mendapatkan bantuan beasiswa. Akhirnya, banyak yang berpikir bagaimana bisa menghasilkan banyak uang hanya dengan rebahan. Yang penting dapat uang apa pun caranya dilakukan, ketika hal ini terjadi kerusakan struktural benar-benar terjadi di negeri ini. Sumber daya alam banyak yang dikuasai asing, sumber daya manusia dibodohkan secara sistematis. Bangsa terjajah secara sistematis, mental-mental terjajah, dan sulit bangkit akan menjadi ciri khas bangsa ini, jika ideologi kapitalisme dibiarkan menjadi nafas setiap kebijakan dan aturan di negeri ini.[]
Oleh. Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute