×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tren Pengibaran Bendera Jolly Roger One Piece Menjelang Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia

Senin, 04 Agustus 2025 | 23:01 WIB Last Updated 2025-08-04T16:01:50Z
TintaSiyasi.id -- Menjelang peringatan HUT RI yang ke-80, masyarakat ramai memasang bendera Jolly Roger di truk-truk, kendaraan, dan lokasi lainnya.

Bendera ini bukan hanya sekadar bendera bajak laut saja, tapi mencerminkan kebebasan, kesetiaan terhadap kru, perlawanan terhadap sistem yang busuk, dan keberanian bermimpi walau dunia melarang.

Dalam cerita One Piece, pemerintahan berkuasa namun dikelilingi oleh kebobrokan dan pengkhianatan. Penuh korupsi, serta penindasan dan kedustaan. Dalam One Piece, Topi Jerami bukanlah penjarah. Mereka penyelamat dengan melawan Pemerintah Dunia karena yang mereka lawan bukan negara, melainkan penindasan yang dibungkus undang-undang.

Sama seperti rakyat hari ini, kami tidak anti-negara, kami hanya lelah diperas, dibungkam, dan ditindas terus-menerus. Ketika kenyataan makin jauh dari idealisme, saat Merah Putih hanya sekadar formalitas, rakyat mencari simbol baru. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, mereka bangga mengibarkan bendera Merah Putih di kendaraan dan tempat-tempat lainnya sebagai bentuk penghargaan kepada para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan RI, dan lambang dari semangat nasionalisme yang senantiasa hidup dan menyatukan bangsa.

Tapi kenapa tahun ini berbeda? Hal ini sebagai simbol atau bentuk kritik terhadap pemerintah atas matinya keadilan dan pemerintahan yang korup, di mana Pancasila sebagai dasar negara hanya menjadi simbol belaka. Rakyat semakin menderita akibat kebijakan-kebijakan yang tidak logis, yang lebih mengutamakan kepentingan oligarki dan para pemimpin.

Untuk apa kita merayakan kemerdekaan jika rakyat bergelimang kemiskinan, pengangguran ada di setiap keluarga, koruptor merajalela, rakyat masih mengemis keadilan, pendidikan, dan kesehatan yang sulit diakses? Rakyat masih dijajah dengan sistemnya sendiri.

Pemakaian bendera ini dipercaya menjadi simbol perlawanan terhadap situasi sosial dan politik yang terus-menerus memburuk. Seperti informasi terkini tentang tanah terlantar yang disita oleh pemerintah selama dua tahun, semakin memicu perdebatan hangat. Di saat bersamaan, muncul usaha dari pemerintah lewat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membekukan rekening bank milik individu yang tidak aktif selama tiga bulan, pajak dunia maya atau sosmed, amplop hajatan dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak, dan informasi pribadi mengenai rakyat dijual ke pihak asing (Kompas.com, 30-07-25).

Negara tidak berupaya meningkatkan kesejahteraan, melainkan lebih fokus pada perlawanan terhadap warganya. Kini ada kutipan yang viral di berbagai media sosial yang berbunyi: “Rekening yang tidak aktif selama 3 bulan akan dibekukan oleh negara. Sementara tanah yang kosong selama 2 tahun akan dirampas oleh negara. Kamu menganggur bertahun-tahun, negara tidak peduli.” Pernyataan-pernyataan tersebut mencerminkan keputusasaan dan kekecewaan rakyat yang mendalam pada pemerintah. Juga mencerminkan ketidakadilan yang bersifat sistemik karena negara lalai mengurus rakyatnya dengan baik.

Carut-marut keadaan pemerintahan saat ini karena sistem sekularisme yang digunakan sekarang. Pemerintah tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Banyak penguasa melakukan kejahatan dan berlindung di balik kekuasaannya. Rakyat dijadikan kelinci percobaan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang berkedok pro-rakyat. Para oligarki semakin kaya dan rakyat biasa semakin miskin, dan keadilan dijualbelikan sesuai pesanan.

Demokrasi sebagai suatu sistem yang muncul dari ide-ide manusia terbukti tidak berhasil dalam menciptakan keadilan bagi masyarakat.

Anehnya, rakyat diminta patuh pada sistem saat ini, tapi sistem tidak melindungi rakyatnya. Keadilan hanya sebatas cerita yang menarik, namun jauh dari kebenaran yang ada.

Suara para pembela keadilan semakin melemah tanpa tahu kepada siapa harus mengadu. Inilah dampak dari penerapan sistem yang berdasarkan pada aturan yang dibuat oleh manusia, dan bukan pada hukum syariat.

Sistem yang diciptakan oleh manusia jelas memiliki kekurangan, penuh dengan kepentingan dari berbagai pihak, dan sangat rentan untuk dimanipulasi oleh penguasa.

Islam muncul sebagai suatu sistem, cara hidup yang bertujuan mengantarkan umat manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang. Islam dapat mewujudkan sebuah peradaban besar yang menghormati manusia dan memberikan kesejahteraan, keadilan, dan kedamaian untuk umat manusia dan alam semesta, karena Islam adalah “Rahmatan lil 'Alamin.”

Wallahu a‘lam bish-shawab.


Oleh: Maya Fitriasari
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update