Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Halal: Akar Kebaikan Hidup

Selasa, 05 Agustus 2025 | 09:31 WIB Last Updated 2025-08-06T15:03:00Z


TintaSiyasi.id -- Asupan Halal adalah Penjamin Kemesraan dengan Allah Azza wa Jalla

Pendahuluan: Kebaikan Dimulai dari Apa yang Kita Makan

Setiap kebaikan dalam hidup memiliki akar. Dan akar dari segala kebaikan seorang hamba adalah apa yang ia konsumsi—baik secara fisik maupun ruhani. Islam tidak hanya mengatur soal ibadah ritual, tetapi juga menekankan secara serius halal-haram dalam asupan hidup kita.

"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik (thayyib) yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan."
(QS. Al-Baqarah: 168)

Ayat ini menunjukkan bahwa makanan bukan sekadar urusan perut, melainkan juga urusan hati dan kedekatan dengan Allah. Maka tak heran jika para ulama salaf begitu berhati-hati soal kehalalan makanan mereka. Karena apa yang masuk ke tubuh, akan membentuk jiwa.

1. Asupan Halal adalah Penjamin Kemesraan Kita dengan Allah

Seorang hamba tidak bisa mesra dengan Rabb-nya jika hatinya keras, dan hati tidak akan menjadi lembut jika tubuhnya dialiri darah dari makanan yang haram atau syubhat. Nabi ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.”
(HR. Muslim)

Lalu beliau menceritakan seseorang yang memanjangkan safar, rambutnya kusut dan tubuhnya berdebu, lalu mengangkat tangannya ke langit, seraya berdoa: “Ya Rabb, ya Rabb!”
Namun Rasulullah ﷺ bersabda:

“Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?”
(HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kehalalan asupan adalah pintu gerbang diterimanya amal, dikabulkannya doa, dan dekatnya hubungan dengan Allah.

2. Asupan Halal adalah Pelembut Hati yang Paling Awal

Imam al-Ghazali rahimahullah berkata,

“Salah satu sebab utama kerasnya hati adalah makanan haram atau syubhat.”

Makanan halal tidak hanya mengisi perut, tetapi juga memberi cahaya kepada hati. Ia menjadi bahan bakar kesadaran ruhani. Sebaliknya, makanan haram ibarat racun yang merusak kejernihan qalbu, membutakan nurani, dan menjauhkan dari rasa takut kepada Allah.

Para salafus shalih berkata:

“Jangan engkau sangka amal saleh akan tumbuh dari perut yang terisi makanan haram. Seperti tanaman yang tumbuh di tanah penuh racun: ia akan layu dan mati.”

Maka, jika kita ingin menangis dalam doa, khusyuk dalam salat, dan lembut dalam dzikir, periksalah dulu: dari mana kita mendapatkan rezeki? Adakah syubhat dalam penghasilan kita?

3. Asupan Halal adalah Penguat Ketaatan

Tubuh kita adalah kendaraan untuk taat. Ia hanya bisa bergerak ringan menuju kebaikan jika diisi dengan bahan bakar yang bersih dan halal. Karena itu, halal adalah penguat jiwa untuk istiqamah.

Ketika asupan kita halal:

Shalat menjadi nikmat, bukan beban.

Hati ringan untuk berderma, bukan pelit.

Lisan mudah menyebut nama Allah, bukan ghibah.

Pikiran tenang, bukan gelisah tanpa sebab.

Sebaliknya, ketika asupan kita berasal dari sumber haram:

Taat menjadi berat.

Ibadah terasa hambar.

Nafsu merajalela.

Hati menjadi kering dari rasa takut kepada Allah.

Imam Ibnu Qudamah berkata:

“Barang siapa menjaga makanan dan minumannya dari keharaman, niscaya Allah akan menjaga lisannya, tangannya, dan seluruh anggota tubuhnya dari keburukan.”

 4. Tanggung Jawab Besar Seorang Muslim: Menjaga yang Masuk

Islam mengajarkan kehati-hatian luar biasa soal halal-haram. Karena itu, seorang Muslim idealnya memiliki 3 prinsip dasar dalam menjaga asupan hidup:

a. Mencari yang Halal, Meninggalkan yang Haram

Prinsip ini mutlak. Setiap Muslim wajib mencari nafkah dari sumber yang bersih dan menjauh dari pekerjaan atau aktivitas ekonomi yang haram (riba, suap, korupsi, manipulasi, dll).

b. Menjauhi yang Syubhat

“Barang siapa menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

c. Mengutamakan yang Thayyib (Baik)

Tidak semua yang halal itu baik untuk dikonsumsi terus-menerus. Islam mengajarkan adab dalam makan, seperti tidak berlebih-lebihan, memilih yang bergizi, dan menjaga adab spiritual saat makan.

Penutup: Jalan Lurus Dimulai dari Rezeki yang Lurus

Jika ingin membangun keluarga yang saleh, hati yang lembut, jiwa yang tenang, dan generasi yang kuat, maka pondasi pertamanya adalah halal.

Karena halal itu bukan sekadar hukum fikih, tapi jalan hidup, cermin keimanan, dan pilar kemuliaan.

“Barang siapa makan dari yang halal, maka amalnya akan naik kepada Allah seperti wangi kasturi.”
(Atsar salaf)

Renungan Harian:

“Jika ingin doamu dijawab, hati menjadi lembut, dan hidup penuh berkah… maka mulailah dari apa yang kamu masukkan ke dalam tubuhmu.”

Doa:

“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal dan thayyib. Lindungi kami dari syubhat dan haram. Bersihkan harta dan makanan kami agar tubuh ini hanya digunakan untuk taat kepada-Mu, dan hati ini hanya untuk mencintai-Mu.”

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual  dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update