TintaSiyasi.id -- Merujuk pada satu peristiwa yang terjadi beberapa pekan terakhir, Kejaksaan Agung menguak tindak kasus korupsi ekspor CPO (Crude Palm Oil) yang melibatkan Wilmar Group dengan total penyitaan dana sebesar Rp11,8 triliun. Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Sutikno, mengemukakan bahwa terdapat lima perusahaan di bawah Wilmar Group yang mengembalikan uang tersebut. Di antaranya adalah PT Multima Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia (Tirto.id, 17/6/2025). Terkait dengan hukuman untuk para terdakwa, majelis hakim terbilang masih melanjutkan proses hukum di tingkat kasasi (Beritasatu, 18/6/2025).
Berdasarkan kejadian tersebut, Presiden RI, Prabowo Subianto, buka suara di acara St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF). Beliau menyebutkan bahwa Indonesia sedang diintai oleh bahaya besar yang bernama state capture (kolusi antara kapital besar, pejabat pemerintahan, dan elite politik) (KumparanNEWS, 20/6/2025). Presiden juga mengungkap bahwa kolusi itu tidak mampu membantu mengentaskan kemiskinan negara atau memperluas kelas menengah. Oleh karena itu, dirinya memilih jalan tengah dengan menggunakan kreativitas kapitalisme, inovasi, dan inisiatif (Lawjustice, 21/6/2025).
Sejak hadirnya pembaruan sekularisme yang dipelopori oleh Mustafa Kemal Atatürk, seluruh aturan dalam kehidupan masyarakat dunia, termasuk Indonesia, mulai berkiblat pada Barat. Proses westernisasi pun tak terbendung. Gaya hidup hedonis dan individualis merajalela, memicu konsumerisme yang mendorong pejabat mengutamakan kepentingan pribadi. Contohnya, tekanan mengejar kemewahan memicu kolusi dengan pengusaha, seperti kasus CPO, memperparah state capture dengan mengorbankan kepentingan publik demi keuntungan pribadi.
Berangkat dari runtutan fenomena tersebut, tidak heran jika banyak individu yang rela menghalalkan segala cara guna memuaskan hawa nafsu dan memperturutkan keinginannya semata. Demi tercapainya kepuasan pribadi, mereka bertindak bak hewan sehingga berani mengorbankan banyak hal yang merugikan orang lain. Sekularisme dalam sistem kapitalisme menjadi akar utama masalah ini. Asas tersebut membawa paham pemisahan agama dari kehidupan, sehingga manusia mendapatkan kebebasan guna menjalani kehidupan tanpa aturan agama, menjadikan materi dan keuntungan sebagai tujuan utama.
Oleh sebab itu, maraknya bahaya state capture saat sekarang adalah keniscayaan yang senantiasa akan terus terjadi pada sistem demokrasi. Ditambah, sistem ini juga meniscayakan terjadinya politik transaksional antara penguasa dan pengusaha. Penguasa membutuhkan dana kampanye, sementara pengusaha menuntut kebijakan yang menguntungkan bisnis mereka. Bobroknya sistem kapitalisme-sekularisme kian tampak nyata terpampang di mata dunia. Maka dari itu, keputusan untuk tetap mengambil jalan tengah tanpa mengubah asas atau akar masalah adalah suatu keputusan yang tidak tepat.
Runtuhnya Islam 100 tahun yang lalu adalah asal mula terjadinya huru-hara saat ini. Hal itu membuktikan bahwa tanpa aturan hidup, kehidupan ini hanya mempertontonkan kerusakan dan kekacauan saja. Dengan itu, hadirnya Islam selama 1.300 tahun silam menggambarkan bahwa ketika manusia senantiasa menjadikan akidah Islam sebagai landasan hidupnya, maka ketenangan, ketenteraman, dan kesejahteraan seluruh umat akan didapatkan. Allah berfirman, “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107). Perdamaian atas penerapan aturan Islam adalah janji Allah. Selain itu, akidah Islam ini juga akan membangun individu yang senantiasa memiliki pola pikir dan pola sikap yang Islami, yakni jujur, amanah, bertanggung jawab, dan sebagainya.
Individu yang berkepribadian Islam tidak akan tergiur oleh iming-iming materi dunia seperti harta, takhta, wanita, dan jabatan untuk memperkaya diri sendiri. Islam memandang bahwa semua kenikmatan yang didapatkan di dunia itu adalah perantara dan titipan dari Sang Pencipta untuk dimanfaatkan sebagai jalan menuju akhirat. Oleh karena itu, semua titipan tadi adalah amanah dari Sang Pencipta yang nantinya akan diperhitungkan serta dipertanggungjawabkan kepada-Nya. Maka, penting sekali dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syara’ yang sudah tertera pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Islam juga memiliki sistem persanksian yang berfungsi sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera bagi para pembangkang dan pelanggar hukum yang sudah ditetapkan oleh pemimpin. Bagi para pelaku korupsi atau suap, itu termasuk perbuatan khianat karena sudah melakukan penggelapan dana yang diamanahkan kepadanya. Hukum Islam menetapkan bahwa pelaku korupsi semacam ini pantas memperoleh takzir.
Takzir adalah jenis sanksi yang kadarnya ditentukan oleh hakim atau khalifah. Namun, dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kasus korupsi bisa dicegah dengan membentuk karakter individu dalam ranah pendidikan Islam yang tujuan utamanya adalah mencetak generasi berkepribadian Islam agar orientasi kehidupannya tertuju pada akhirat. Sebagaimana kisah sahabat Nabi, Umar bin Abdul Aziz, yang dahulunya hidup kaya raya namun setelah memeluk Islam, ia rela melepas hartanya demi Islam karena ia tahu bahwa itu semua akan dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Oleh: Annisa Sukma Dwi Fitria
Aktivis Muslimah