×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Salam Literasi: Menyalakan Lentera Ilmu dalam Jiwa Umat

Rabu, 23 Juli 2025 | 05:09 WIB Last Updated 2025-07-22T22:09:44Z

Tintasiyasi.ID-- Di tengah era informasi yang bergerak begitu cepat, kita dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga kejernihan berpikir, kelurusan niat, dan kedalaman makna hidup. Maka dari itu, budaya literasi—yakni tradisi membaca, menulis, berpikir kritis dan kreatif—bukanlah sekadar aktivitas akademik, melainkan jalan menuju pencerahan peradaban dan penyelamatan spiritual umat.

Literasi dalam Perspektif Qur’ani

Al-Qur’an dimulai dengan perintah agung: “Iqra’!” — Bacalah! (QS. Al-‘Alaq: 1).
Perintah pertama ini bukan kebetulan. Ia menjadi fondasi perubahan peradaban manusia dari kegelapan menuju cahaya, dari kebodohan menuju pemahaman, dari keterlenaan menuju kesadaran. Rasulullah ﷺ, sang Nabi Ummi yang tidak bisa membaca dan menulis secara konvensional, justru menjadi pelita ilmu dan hikmah bagi seluruh umat manusia karena wahyu yang turun padanya membawa misi utama: mencerdaskan dan membersihkan hati manusia.

Literasi Adalah Jalan Iman dan Ihsan

Ulama besar seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Qayyim, dan Sayyid Quthb, mengajarkan bahwa membaca dan menulis bukan sekadar untuk mencari informasi, tetapi untuk menyerap hikmah, mendekatkan diri kepada Allah, dan mengenali hakikat kehidupan. Dalam dunia sufi, ilmu yang dibaca harus diolah menjadi dzikir yang hidup, dan tulisan yang ditorehkan harus mengandung cahaya makrifat yang mampu menyalakan ruh-ruh yang padam.

Sungguh mengherankan bila umat Islam — yang memiliki kitab suci paling agung, dengan limpahan literatur warisan ulama dari berbagai zaman dan wilayah — justru menjadi korban dari kemalasan berpikir dan dangkalnya analisa.

Krisis Literasi Adalah Krisis Umat

Ketika umat meninggalkan membaca dan menulis, maka mereka mudah terseret arus opini, manipulasi media, dan narasi kosong yang menghipnotis. Mereka menjadi reaktif, emosional, dan mudah terpecah hanya karena kabar burung atau kutipan singkat yang dipelintir.

Di sinilah pentingnya budaya literasi sebagai perisai umat.
Bukan hanya untuk menangkal hoaks, tapi juga untuk membangun peradaban Islam yang kokoh di atas fondasi ilmu, hikmah, dan adab.

Masyarakat literat adalah masyarakat yang:

Tidak mudah tertipu oleh retorika,

Mampu mengolah informasi menjadi wawasan,

Dan lebih dekat kepada kebenaran karena mau berpikir dan menggali makna.

Gerakan Literasi: Dari Bangku Taman Menuju Cahaya Zaman

Mari bayangkan, dari sebuah taman yang teduh — tempat Anda duduk sambil membaca dan merenung — akan lahir ide-ide besar. Dari bangku kayu sederhana, bisa tumbuh gagasan tentang pendidikan, dakwah, ekonomi umat, hingga strategi menyelamatkan generasi dari kebodohan digital.

Literasi tidak selalu lahir dari ruang seminar atau kampus. Terkadang, ia justru muncul di bawah pohon rindang, ditemani suara burung dan angin pagi, saat hati jernih dan pikiran bersih. Setiap tempat bisa menjadi madrasah, bila hati kita siap menerima cahaya.

Langkah Nyata Membangun Budaya Literasi:

1. Biasakan Membaca 15 Menit Sehari
Al-Qur’an, kitab tafsir, buku sejarah Islam, atau bahkan biografi ulama. Sedikit-sedikit, lama-lama jadi bukit hikmah.

2. Tulislah Apa yang Kamu Renungkan
Menulis bukan hanya untuk publikasi. Ia adalah terapi ruhani. Ia mencatat perjalanan jiwa menuju Allah.

3. Diskusi yang Santun dan Berilmu
Jangan hanya debat kusir. Bahas ide, bukan menyerang pribadi. Ukur dengan dalil, bukan emosi.

4. Bangun Komunitas Literasi di Masjid dan Keluarga
Jadikan masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga markas ilmu. Ajak anak-anak membaca kitab, menulis cerita, bahkan membuat buletin dakwah bersama.

5. Jadilah Teladan
Anak-anak tidak membaca karena tidak melihat orang tuanya membaca. Mari kita ubah itu.

Literasi sebagai Ibadah dan Amal Jariyah

Ketika Anda menulis sebuah kalimat yang menguatkan iman seseorang, itu bisa menjadi sedekah ilmu yang terus mengalir pahalanya. Ketika Anda membaca satu halaman dan memahami makna hidup, itu bisa mengubah jalan pikiran Anda ke arah yang lebih lurus.

Maka, jangan remehkan satu paragraf yang Anda baca. Jangan sia-siakan satu kalimat yang Anda tulis. Di situlah bisa tersimpan berkah yang menghidupkan jiwa dan menyelamatkan banyak orang.

Penutup: Jadilah Obor Peradaban

Wahai saudaraku, jadikan literasi sebagai bagian dari perjuangan hidupmu. Karena membaca dan menulis bukanlah pekerjaan orang biasa, tapi jalan para Nabi, ulama, dan mujahid sejati.
Bila hari ini kita istiqamah menulis kebaikan, membaca kebenaran, dan menyebarkannya — kelak kita akan menyaksikan generasi baru yang kuat akidahnya, dalam ilmunya, lembut akhlaknya, dan cemerlang masa depannya.

Salam Literasi! Mari budayakan membaca, menulis, dan berpikir kritis serta kreatif demi kemajuan umat dan kejayaan Islam.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update