Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pemerintah Abai Atasi Perundungan, Bagaimana Islam Menangani?

Kamis, 10 Juli 2025 | 04:57 WIB Last Updated 2025-07-09T21:57:51Z

TintaSiyasi.id -- Belakangan ini, berbagai platform media sosial semakin dihiasi dengan berseliwerannya berita-berita perundungan anak yang semakin marak. Dilansir dari CNN Indonesia (26/06/2025), seorang remaja SMP di Bandung menjadi korban perundungan usai diceburkan ke dalam sumur oleh kedua temannya dan seorang laki-laki dewasa (20) lantaran menolak menenggak tuak yang disodorkan kepadanya. Mirisnya, kasus ini hanyalah satu dari maraknya kasus-kasus perundungan anak di Indonesia.

Semakin merebaknya problematika perundungan anak di Indonesia telah memantik perhatian khusus dari berbagai lapisan masyarakat yang meliputi para pakar dan aktivis perlindungan anak, influencer hingga masyarakat biasa. Bermacam-macam forum diskusi pun digelar untuk memperbincangkan dan membahas topik ini.


Solusi Pemerintah: Potret Ketidakbecusan para Pemangku Kebijakan

Pemerintah sendiri telah menggulirkan berbagai kebijakan dalam upaya mengatasi problematika perundungan anak di Indonesia, seperti Program Roots, kampanye-kampanye anti-perundungan, hingga sosialisasi dan edukasi yang menekankan pada preventif dan pencegahan perundungan anak.

Namun, apabila ditinjau kembali, kebijakan-kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah dinilai sebagai solusi yang tidak solutif dan tidak fundamental dalam mengatasi problematika perundungan anak karena tidak didasarkan pada penganalisisan masalah hingga ke akar-akarnya sehingga hanya melahirkan solusi dangkal yang mustahil dapat menuntaskan problematika ini.

Di sisi lain, problematika ini juga mencerminkan ringkihnya regulasi dan lunglainya sistem sanksi serta menggambarkan kebobrokan sistem pendidikan di Indonesia yang terbukti gagal dalam melahirkan lingkungan dan suasana pendidikan yang bebas dari perundungan anak serta mencetak generasi muda yang berkepribadian luhur. Pemerintah terbukti tidak becus dan tidak serius dalam menangani problematika yang semakin menjamur ini.


Imbas Penerapan Sistem Sekularisme-Kapitalisme

Semua ini merupakan imbas penerapan sistem kehidupan berbasis sekularisme-kapitalisme yang telah merasuk ke setiap lini kehidupan. Sistem kehidupan ini hanya menjadikan asas manfaat sebagai tumpuan, sehingga tidak berfokus kepada penuntasan masalah dengan solusi yang solutif dan fundamental.


Solusi Hakiki

Sejatinya, solusi tunggal untuk menuntaskan problematika ini adalah dengan menumpas sistem busuk ini hingga ke akar-akarnya, kemudian menerapkan sistem kehidupan Islam ke seluruh sendi kehidupan. Dengan kata lain, selama masih berpijak pada sistem kehidupan sekularisme-kapitalisme dan mencampakkan sistem kehidupan Islam, maka problematika perundungan anak mustahil dituntaskan.

Secara gamblang, Islam telah mengharamkan segala bentuk perbuatan maupun perkataan yang menyakiti dan tendensial menyakiti orang lain, seperti perundungan, pembullyan, dan sejenisnya, baik dalam bentuk verbal, non-verbal, bahkan seksual. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Ahzab ayat 58 yang artinya: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat dengan perkataan atau perbuatan tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

Dalam Islam, setiap manusia yang telah menginjak usia baligh akan dimintai pertanggungjawaban dan diberi sanksi atas perbuatan buruk yang ia perbuat. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Diangkat pena dari tiga orang: dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia baligh, dan dari orang gila sampai ia sadar.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa‘i dan Ibnu Majah)

Maka, setiap muslim harus dicetak dan dibimbing menjadi individu yang berakidah kokoh, memiliki tsaqofah Islam yang luas, serta bersyakhsiyah Islam sehingga enggan menjadi bagian dari pelaku perundungan, pembullyan dan semacamnya.

Imam al-Ghazali, dalam kitabnya yang fenomenal, Ihya’ ‘Uluumiddiin, di jilid ketiga, memaparkan secara gamblang bahwa anak yang telah menginjak usia baligh akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Di samping itu, Imam al-Ghazali juga menyebutkan bahwa orangtua memiliki peranan vital dalam mendidik dan membimbing anak agar menjadi individu yang bertanggungjawab dalam perspektif syara’.

Berdasarkan hal ini, pembinaan dan pendidikan ini merupakan tugas yang harus diemban oleh keluarga, masyarakat, dan negara yang memegang peran terbesar sebagai penyusun kurikulum pendidikan dalam setiap dimensi dan level kehidupan.

Negara-lah yang akan merangkai kurikulum sistem pendidikan dalam dimensi keluarga, masyarakat hingga negara dengan berpijak pada sistem Islam, serta memantau apakah sudah terlaksana dengan baik atau belum. Selain itu, negara wajib mengedukasi setiap individunya mengenai haramnya perundungan dan menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi siapapun yang nekat melanggar.

Sejarah mencatat, negara Islam telah berhasil menciptakan kehidupan yang nyaris steril dari berbagai bentuk kejahatan, dalam hal ini meliputi perundungan anak dan mengadopsi sistem pendidikan berbasis Islam yang telah mencetak generasi intelektual Islam yang pernah berkiprah dalam kemajuan umat manusia hingga detik ini, seperti Muhammad al-Fatih, Ibnu Sina, al-Khawarizmi, dan lainnya.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Fathin Azizah
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update