×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menanamkan Cara Berpikir Positif pada Anak: Cahaya Kecil yang Menerangi Peradaban

Minggu, 06 Juli 2025 | 09:49 WIB Last Updated 2025-07-06T02:53:31Z

TintaSiyasi.id -- Mukadimah: Anak Adalah Amanah, Bukan Milik.
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanah dari Allah, bukan milik kita. Mereka adalah titipan yang harus dijaga, dididik, dan disiapkan untuk menghadapi dunia serta akhirat. Maka, setiap cara mendidik anak adalah cerminan dari sejauh mana kita memahami misi hidup dan amanah Ilahiyah.

Salah satu warisan terindah yang bisa ditanamkan sejak dini adalah cara berpikir positif. Ia bukan sekadar sikap mental, melainkan pondasi akhlak, kunci ketahanan jiwa, dan modal utama membangun peradaban masa depan karena anak-anak yang berpikir positif tidak hanya kuat secara psikologis, tetapi juga kaya secara spiritual.

Berpikir Positif: Antara Harapan dan Tawakal

Islam bukan agama pesimis. Ia dibangun di atas keyakinan, pengharapan, dan kerja keras yang bertawakal. Berpikir positif adalah bagian dari husnudzan, yakni berbaik sangka kepada Allah, kepada sesama, dan kepada diri sendiri. Ini adalah kekuatan batin yang menyelamatkan seseorang dari kesempitan dunia dan kebutaan akhirat.

Berpikir positif bukan sekadar berkata “aku bisa”, tetapi melihat dengan kaca mata iman, bahwa segala sesuatu adalah bagian dari takdir yang sempurna, dan setiap ujian memiliki hikmah tersembunyi.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah engkau mengira bahwa musibah yang menimpamu itu buruk bagimu, tetapi bisa jadi di dalamnya terdapat kebaikan yang besar.”

Mengapa Harus Dimulai Sejak Anak?

“Anak-anak bukan bejana kosong, tetapi seperti tanah subur. Jika ditanam benih yang baik, akan tumbuh pohon yang kuat.”
Pola pikir anak dibentuk sejak dini. Setiap kata, respons, dan sikap orang tua adalah coretan awal dalam kitab kehidupan mereka. 

Ketika anak dibesarkan dengan pandangan penuh harapan, optimisme, dan rasa syukur, maka mereka tumbuh menjadi pribadi:
• Tangguh menghadapi kegagalan
• Rendah hati dalam keberhasilan
• Pemaaf ketika disakiti
• Penuh harapan dalam kegelapan
Sebaliknya, jika yang ditanamkan adalah rasa takut, pesimisme, dan ucapan negatif, anak akan tumbuh dengan luka batin, krisis percaya diri, dan rentan terhadap tekanan hidup.

Mendidik dengan Cahaya, Bukan Dengan Ancaman

Sebagian orang tua masih menggunakan pendekatan keras, seperti bentakan, ancaman atau ejekan. Padahal, hati anak lebih mudah terbuka dengan cinta dan penghargaan. Salah satu caranya adalah mengajarkan mereka untuk melihat dunia dengan kaca mata yang jernih.

Daripada berkata:
“Kamu kok malas sih!”
Katakan:
“Yuk kita coba atur waktu biar kamu lebih semangat!”
Daripada berkata:
“Kamu itu selalu gagal!”
Katakan:
“Setiap orang gagal, tetapi orang hebat belajar dari gagal.”
Kalimat-kalimat ini bukan sekadar retorika, tapi doa dan harapan yang menanamkan benih kekuatan jiwa dalam hati anak.

Membangun Ketahanan Jiwa Anak di Tengah Dunia yang Keras

Hari ini, kita hidup di dunia yang penuh tekanan: media sosial, standar kesuksesan palsu, dan budaya instan. Anak-anak kita kelak akan menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks.
Mereka butuh bukan hanya pengetahuan, tetapi juga kekuatan batin. Mereka perlu belajar bahwa:
• Hidup tidak selalu mulus, tetapi selalu bisa dijalani
• Gagal bukan aib, tapi proses belajar
• Dicintai Allah itu lebih penting daripada disukai orang lain
Berpikir positif melatih mereka untuk tetap kuat meski disalahpahami, tetap sabar meski dikhianati, dan tetap bersyukur meski diuji.

Peran Orang Tua dan Guru: Pendidik yang Menanam Cahaya

Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
(HR. Bukhari-Muslim).

Kini, tantangannya bukan lagi soal agama semata, tetapi juga cara berpikir dan sudut pandang hidup. Akankah anak-anak kita tumbuh dengan pikiran positif, sikap solutif, dan hati yang penuh iman? Atau justru menjadi generasi yang sinis, apatis, dan penuh kecemasan?

Di sinilah letak tanggung jawab orang tua, guru, dan masyarakat. Kita harus menjadi pendidik yang menyalakan cahaya, bukan memadamkan semangat. Kita harus menjadi penjaga taman jiwa anak, bukan penjaga tembok ketakutan.

Strategi Praktis: Cara Menanamkan Berpikir Positif pada Anak

1. Teladan Sikap Positif dalam Keseharian
Anak belajar dari apa yang mereka lihat Jadilah teladan dalam cara berbicara, menyikapi masalah, dan menghadapi ujian hidup

2. Ucapkan Kalimat Harapan dan Doa
Biasakan mengatakan:
“Insya Allah kamu bisa.”
“Allah sayang kamu.”
“Kegagalan ini bukan akhir.”

3. Tanamkan Syukur dalam Hal Kecil
Setiap hari ajak anak menyebut 3 hal yang disyukuri. Ini membentuk kebiasaan melihat kebaikan dalam segala hal

4. Ajak Berdoa dan Berdialog dengan Allah
Ajari anak berdoa dengan hati. Tumbuhkan keyakinan bahwa Allah selalu mendengar dan menolong.

5. Berikan Apresiasi, Bukan Sekadar Koreksi
Fokus pada usaha anak, bukan hanya hasilnya. Apresiasi adalah pupuk bagi semangat.

Penutup: Mewariskan Peradaban Melalui Jiwa yang Cerah

Anak-anak bukan hanya generasi penerus, mereka adalah penentu arah peradaban. Dan peradaban tidak dibangun oleh kecerdasan semata, tetapi oleh jiwa-jiwa yang positif, sabar, dan percaya pada Rabb-nya.

Mari jadikan rumah-rumah kita tempat tumbuhnya anak-anak yang berpikir jernih, bersikap lembut, dan berhati luas. Karena dari jiwa mereka, akan lahir umat yang tangguh dalam iman dan bijak dalam kehidupan.
“Tanamlah pikiran yang baik dalam jiwa anak, niscaya kelak ia akan menumbuhkan pohon yang buahnya memberi naungan bagi dunia dan akhirat.”

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.  
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update