×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Krisis Kepemimpinan Keluarga, Ustazah Aishah: Penyebabnya Tidak Meneladani Al-Qur’an

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:51 WIB Last Updated 2025-07-18T09:51:52Z


Tintasiyasi.ID -- Aktivis Muslimah Malaysia Ustazah Aishah menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya krisis kepemimpinan dalam keluarga adalah karena masyarakat tidak meneladani model keluarga yang ada di dalam Al-Qur’an.

 

“Penyebab utama masalah kepemimpinan keluarga adalah karena tidak meneladani model keluarga yang ada di dalam Al-Qur’an,” ujarnya.

 

“Al-Qur’an ini adalah manual kita, panduan hidup kita, semuanya sudah ada dan lengkap,” lugasnya dalam sesi Siri Tadabbur Ayat Pilihan bertajuk Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim: Solusi Krisis Umat Masa Kini, Sabtu (12/07/2025).

 

Ia menjelaskan bahwa terdapat banyak kisah tentang model keluarga dalam Al-Qur’an yang bisa diambil pelajaran dan ibrahnya, di antaranya adalah kisah keluarga Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surah An-Nahl ayat 120 hingga 123.

 

Menurutnya, sebuah keluarga harus memiliki visi keimanan sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim alaihi salam sebagai ayah dan pemimpin keluarga. “Beliau memimpin dengan iman dan membangun keluarga di atas dasar tauhid tanpa mengikuti arus masyarakat,” tuturnya.

 

“Sebagai kepala keluarga, seorang ayah harus menjadi teladan dalam ketaatan kepada Allah Swt. Bukan sekadar bertanggung jawab mencari nafkah, tetapi juga menjadikan diri sebagai imam salat, pembimbing akhlak, dan pelindung akidah anak-anak kita,” katanya.

 

Sekularisme dan Hedonisme

 

Ustazah Aishah melanjutkan bahwa hilangnya sifat kepemimpinan seorang ayah dalam keluarga bisa terjadi akibat pengaruh sekularisme dan hedonisme.

 

“Kalau seorang ayah terlalu fokus mencari rezeki, mengejar karier, atau mengutamakan hobi, ini bisa menyebabkan keluarga terabaikan,” ulasnya.

 

“Pengaruh sekularisme artinya terjadi pemisahan agama dari kehidupan sehari-hari. Bukan berarti dia tidak memeluk agama Islam, tetapi dalam praktik kesehariannya; dalam pekerjaan, rutinitas harian, hukum-hukum syariat Islam tidak dijadikan prioritas,” jelasnya.

 

Ia menambahkan bahwa pengaruh sekularisme akan menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam kehidupan keluarga akibat melanggar hukum Allah.

 

“Ketika kita meninggalkan syariat dan hukum Allah, maka terjadilah ketimpangan dalam hidup kita. Karena itu, kita tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah. Tidak boleh. Kita harus mengikuti aturan Allah secara menyeluruh, insya Allah hidup akan menjadi lebih baik,” terangnya.

 

Solusi

 

“Ada beberapa solusi yang harus diupayakan untuk mengembalikan peran sejati seorang ayah sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah Swt,” sebutnya.

 

Pertama, memahami peran dan fungsi seorang ayah bukan sekadar sebagai pencari nafkah, melainkan sebagai teladan pemimpin dan pelindung akidah keluarga.

 

“Dia (ayah) adalah pemimpin dalam aspek spiritual, terutama dalam keluarganya. Dari situlah anak-anak laki-laki akan melihat seperti inilah seharusnya peran dan tanggung jawab seorang suami. Anak-anak perempuan juga akan belajar bahwa seorang ayah seharusnya menjadi pemimpin, pelindung akidah keluarga, pendidik bagi anak-anak, istri, dan keluarga,” katanya.

 

Kedua, menjadikan rumah sebagai markas tarbiah dan menjadikan ayah sebagai rujukan utama keluarga.

 

“Adakan sesi nasihat atau sampaikan hal-hal yang berkaitan dengan nafsiah, ayat Al-Qur’an, hukum, dan sebagainya, agar anak-anak bisa terdidik di dalam rumahnya sendiri. Sebisa mungkin ayah menjadi sosok rujukan bagi anak-anaknya,” ujarnya.

 

Ketiga, istikamah dalam berdoa sebagai investasi masa depan dan memimpin keluarga dalam perjuangan dakwah untuk membangun masyarakat yang bertauhid.

 

“Doa itu adalah investasi masa depan yang harus kita hidupkan kembali. Doa yang punya tujuan, bukan hanya doa yang bersifat duniawi, tetapi doa yang mencerminkan visi akhirat seperti doa Nabi Ibrahim alaihi salam.

 

“Selain berdoa, Nabi Ibrahim membangun masyarakat yang berlandaskan tauhid, menolak sistem syirik, dan sistem yang menyingkirkan hukum Allah,” jelasnya.

 

Ia menyimpulkan bahwa sangat penting bagi umat Islam untuk meneladani dan menerapkan kisah keluarga Nabi Ibrahim sebagai panduan dalam menjadikan keluarga Muslim sebagai dasar untuk menanamkan keimanan dan membentuk generasi yang bertauhid.

 

“Bukan hanya harus tahu, tetapi juga harus meneladani, mengambil pelajaran, dan mempraktikkannya. Kita bisa melihat bagaimana Nabi Ibrahim alaihi salam menjadi contoh ayah yang mendidik, bagaimana Siti Hajar menjadi teladan seorang istri yang sabar—ketika ditinggalkan di daerah gersang, di padang pasir hanya bersama anaknya,” bebernya.

 

“Juga sosok anak yang taat, yaitu Nabi Ismail alaihi salam, sehingga terbangunlah masyarakat yang berdiri atas dasar tauhid dan pengorbanan,” pungkasnya.[] Rahmah


Opini

×
Berita Terbaru Update