“Penyebab utama masalah kepemimpinan keluarga adalah
karena tidak meneladani model keluarga yang ada di dalam Al-Qur’an,” ujarnya.
“Al-Qur’an ini adalah manual kita, panduan hidup kita,
semuanya sudah ada dan lengkap,” lugasnya dalam sesi Siri Tadabbur Ayat
Pilihan bertajuk Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim: Solusi Krisis Umat
Masa Kini, Sabtu (12/07/2025).
Ia menjelaskan bahwa terdapat banyak kisah tentang
model keluarga dalam Al-Qur’an yang bisa diambil pelajaran dan ibrahnya, di
antaranya adalah kisah keluarga Nabi Ibrahim yang terdapat dalam surah An-Nahl
ayat 120 hingga 123.
Menurutnya, sebuah keluarga harus memiliki visi
keimanan sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim alaihi salam sebagai ayah
dan pemimpin keluarga. “Beliau memimpin dengan iman dan membangun keluarga di
atas dasar tauhid tanpa mengikuti arus masyarakat,” tuturnya.
“Sebagai kepala keluarga, seorang ayah harus menjadi
teladan dalam ketaatan kepada Allah Swt. Bukan sekadar bertanggung jawab
mencari nafkah, tetapi juga menjadikan diri sebagai imam salat, pembimbing
akhlak, dan pelindung akidah anak-anak kita,” katanya.
Sekularisme dan Hedonisme
Ustazah Aishah melanjutkan bahwa hilangnya sifat
kepemimpinan seorang ayah dalam keluarga bisa terjadi akibat pengaruh
sekularisme dan hedonisme.
“Kalau seorang ayah terlalu fokus mencari rezeki,
mengejar karier, atau mengutamakan hobi, ini bisa menyebabkan keluarga
terabaikan,” ulasnya.
“Pengaruh sekularisme artinya terjadi pemisahan agama
dari kehidupan sehari-hari. Bukan berarti dia tidak memeluk agama Islam, tetapi
dalam praktik kesehariannya; dalam pekerjaan, rutinitas harian, hukum-hukum
syariat Islam tidak dijadikan prioritas,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pengaruh sekularisme akan
menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam kehidupan keluarga akibat melanggar
hukum Allah.
“Ketika kita meninggalkan syariat dan hukum Allah,
maka terjadilah ketimpangan dalam hidup kita. Karena itu, kita tidak boleh
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah. Tidak boleh. Kita harus
mengikuti aturan Allah secara menyeluruh, insya Allah hidup akan menjadi lebih
baik,” terangnya.
Solusi
“Ada beberapa solusi yang harus diupayakan untuk
mengembalikan peran sejati seorang ayah sesuai dengan yang diperintahkan oleh
Allah Swt,” sebutnya.
Pertama, memahami peran dan fungsi seorang
ayah bukan sekadar sebagai pencari nafkah, melainkan sebagai teladan pemimpin
dan pelindung akidah keluarga.
“Dia (ayah) adalah pemimpin dalam aspek spiritual,
terutama dalam keluarganya. Dari situlah anak-anak laki-laki akan melihat
seperti inilah seharusnya peran dan tanggung jawab seorang suami. Anak-anak
perempuan juga akan belajar bahwa seorang ayah seharusnya menjadi pemimpin,
pelindung akidah keluarga, pendidik bagi anak-anak, istri, dan keluarga,”
katanya.
Kedua, menjadikan rumah sebagai markas tarbiah
dan menjadikan ayah sebagai rujukan utama keluarga.
“Adakan sesi nasihat atau sampaikan hal-hal yang
berkaitan dengan nafsiah, ayat Al-Qur’an, hukum, dan sebagainya, agar anak-anak
bisa terdidik di dalam rumahnya sendiri. Sebisa mungkin ayah menjadi sosok
rujukan bagi anak-anaknya,” ujarnya.
Ketiga, istikamah dalam berdoa sebagai
investasi masa depan dan memimpin keluarga dalam perjuangan dakwah untuk
membangun masyarakat yang bertauhid.
“Doa itu adalah investasi masa depan yang harus kita
hidupkan kembali. Doa yang punya tujuan, bukan hanya doa yang bersifat duniawi,
tetapi doa yang mencerminkan visi akhirat seperti doa Nabi Ibrahim alaihi salam.
“Selain berdoa, Nabi Ibrahim membangun masyarakat yang
berlandaskan tauhid, menolak sistem syirik, dan sistem yang menyingkirkan hukum
Allah,” jelasnya.
Ia menyimpulkan bahwa sangat penting bagi umat Islam
untuk meneladani dan menerapkan kisah keluarga Nabi Ibrahim sebagai panduan
dalam menjadikan keluarga Muslim sebagai dasar untuk menanamkan keimanan dan
membentuk generasi yang bertauhid.
“Bukan hanya harus tahu, tetapi juga harus meneladani,
mengambil pelajaran, dan mempraktikkannya. Kita bisa melihat bagaimana Nabi
Ibrahim alaihi salam menjadi contoh ayah yang mendidik, bagaimana Siti Hajar
menjadi teladan seorang istri yang sabar—ketika ditinggalkan di daerah gersang,
di padang pasir hanya bersama anaknya,” bebernya.
“Juga sosok anak yang taat, yaitu Nabi Ismail alaihi salam,
sehingga terbangunlah masyarakat yang berdiri atas dasar tauhid dan
pengorbanan,” pungkasnya.[] Rahmah