“Jangan palingkan cita-citamu kepada selain Dia, sebab siapa yang berpaling dari Allah, maka ia akan tenggelam dalam kehinaan harapan, dan tak akan pernah merasakan manisnya harapan yang hakiki.”
— Ibnu Athaillah as-Sakandari
I. Cita-cita: Arah Kompas Hidup
Cita-cita adalah arah panah kehidupan. Ia adalah penentu ke mana seseorang akan melangkah, berusaha, dan menaruh harapan. Namun, banyak orang tersesat dalam kehidupan ini bukan karena kurang berambisi, tapi karena salah dalam menentukan tujuan akhir dari cita-citanya.
Sebagian manusia menjadikan dunia sebagai ujung dari segala harapan: jabatan, uang, ketenaran, kekuasaan, dan pengakuan. Tak jarang mereka menghalalkan segala cara demi menggapainya. Namun, ketika dunia telah digenggam, hati mereka tetap kosong, gelisah, dan kecewa. Mengapa?
Karena mereka berpaling dari Dia yang menciptakan cita-cita itu sendiri—Allah SWT.
II. Makna Mendalam dari Nasihat Ibnu Athaillah
Ibnu Athaillah, melalui al-Hikam yang agung, mengajarkan bahwa tujuan sejati dari hidup ini bukanlah dunia, tetapi Allah. Kalimat “jangan palingkan cita-citamu kepada selain Dia” adalah sebuah ajakan revolusioner—mengubah fokus manusia dari mengejar makhluk menuju menyandarkan seluruh jiwa pada Al-Khaliq.
Artinya:Jangan berharap pada manusia, berharaplah kepada Allah.
• Jangan menjadikan dunia sebagai pusat semesta hidupmu, jadikan Allah sebagai tujuan utama.
• Jangan menjadikan popularitas, gelar, atau harta sebagai cita-cita puncak, karena semua itu akan pergi meninggalkanmu.
III. Dampak Memalingkan Harapan dari Allah
Jika seseorang berpaling dari Allah, maka ia akan masuk dalam pusaran kegelisahan yang tiada ujung:
1. Hati yang Tak Pernah Tenang
Ia terus merasa kurang, cemas, dan khawatir. Pujian tidak cukup. Materi tak memuaskan. Ia haus akan pengakuan, tapi tak pernah kenyang. Sebab ia tidak pernah benar-benar “bertemu” dengan Allah.
2. Kekecewaan Demi Kekecewaan
Menggantungkan harapan pada manusia ibarat bersandar pada dahan rapuh. Suatu saat akan patah dan menjatuhkan. Ketika makhluk mengecewakan, maka hati pun runtuh.
3. Hidup Tanpa Arah Akhirat
Jika orientasi hidup hanya dunia, maka kehidupan pun akan kehilangan rasa. Tanpa akhirat, kehidupan hanyalah lelah tanpa makna.
IV. Cita-cita Tertinggi Para Kekasih Allah
Berbeda dengan manusia biasa, para wali dan kekasih Allah menjadikan rida Allah sebagai cita-cita utama. Mereka mencari ilmu bukan untuk popularitas, tetapi agar mengenal Allah lebih dalam. Mereka bekerja bukan untuk menumpuk dunia, tapi agar dapat menafkahi keluarga dengan halal dan menyebarkan manfaat. Bahkan tidur dan makan pun diniatkan sebagai sarana mendekatkan diri kepada-Nya.
“Cita-cita tertinggi seorang hamba adalah menjadi kekasih Allah, bukan sekadar menjadi tokoh di mata manusia.”
– Ulama salaf
Cita-cita seperti ini tak akan pernah mengecewakan, karena Allah tidak pernah menolak hamba yang tulus datang kepada-Nya.
V. Jalan Menuju Allah: Bagaimana Mewujudkan Cita-cita Tertinggi Ini?
1. Perbaiki Niat di Setiap Langkah
Mulailah setiap aktivitas dengan niat karena Allah. Niat inilah yang akan mengubah aktivitas duniawi menjadi ladang akhirat.
2. Bersandar Hanya kepada Allah
Usaha boleh keras, tetapi hati harus bergantung hanya kepada-Nya. Jika gagal, tidak hancur. Jika berhasil, tidak sombong. Karena semua dari-Nya.
3. Dekatkan Diri lewat Ibadah dan Dzikir
Cita-cita kepada Allah tidak bisa tumbuh jika hati lalai dari mengingat-Nya. Dzikir, shalat malam, dan membaca Al-Qur’an akan menumbuhkan rasa cinta dan keinginan kuat untuk selalu dekat dengan-Nya.
4. Bergaul dengan Orang yang Menyandarkan Cita-citanya pada Allah
Lingkungan sangat berpengaruh. Teman yang mencintai Allah akan menulari semangat dan kesabaran dalam perjuangan spiritual.
VI. Buah Manis dari Menjadikan Allah sebagai Tujuan
1. Ketenangan Jiwa
Hati menjadi tenteram karena merasa tak pernah sendiri. Ada tempat bergantung yang tak pernah mengecewakan.
2. Kekuatan Menghadapi Ujian
Hamba yang mencita-citakan Allah akan tetap teguh meski diuji. Karena ia tahu, ujian adalah jalan untuk naik derajat.
3. Kemuliaan Hakiki
Allah memuliakan siapa saja yang menginginkan-Nya. Kemuliaan ini lebih tinggi daripada pujian manusia.
4. Kebahagiaan Abadi
Dunia mungkin tak memberi semua yang diinginkan, tetapi Allah akan memberikan lebih dari yang dibutuhkan, baik di dunia maupun akhirat.
Penutup: Kembalilah kepada Allah
Saudaraku, jangan salah menggantungkan cita-cita. Jangan menggantungkan harapan pada gelar, gaji, atau pengakuan manusia. Semua itu fana. Tapi Allah Maha Kekal dan Maha Memberi.
Jika kamu punya Allah, maka kamu punya segalanya.
Tapi jika kamu kehilangan Allah, maka dunia dan segala isinya tak akan bisa menenangkanmu.
Mari luruskan arah hidup kita. Jadikan Allah sebagai tujuan tertinggi, bukan pelengkap. Cita-citakan ridha-Nya dalam setiap langkah. Dan biarlah Allah yang menyempurnakan kisah hidup kita dengan keindahan yang tak mampu kita duga.
اللهم اجعلنا من عبادك الذين لا يرجون إلا وجهك، ولا يسألون إلا رضاك، ولا يبتغون إلا قربك.
Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba-Mu yang tak berharap kecuali wajah-Mu, tak meminta kecuali rida-Mu, dan tak mendamba kecuali kedekatan dengan-Mu.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)