×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kebutaan Bashirah: Bahaya yang Tak Terlihat, tapi Sangat Mematikan

Minggu, 20 Juli 2025 | 06:34 WIB Last Updated 2025-07-19T23:35:09Z
Tintasiyasi.ID-- Renungan Mendalam dari Peringatan Ibnu Athaillah as-Sakandari.

"Apabila mata lahir tertutup, seseorang kehilangan cahaya dunia. Tapi bila mata hati tertutup, ia kehilangan cahaya akhirat."
— Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam

Pendahuluan: Cahaya yang Terpadamkan.

Bashirah (بصيرة) — mata hati — adalah salah satu anugerah paling mulia yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang jujur dan ikhlas. Dengan bashirah, seorang hamba bisa melihat kebenaran di balik yang tampak, membedakan antara yang hak dan batil, serta mengenali tujuan hidup yang sejati.

Namun, tidak semua manusia memiliki bashirah yang hidup. Banyak yang terlihat hidup secara jasad, tetapi mati secara ruhani. Mereka bergerak, berbicara, bekerja, bahkan beribadah, namun tanpa arah, tanpa makna, tanpa rasa kedekatan kepada Allah.

Ibnu Athaillah memperingatkan dalam Al-Hikam, bahwa kebutaan bashirah adalah musibah besar, dan ada tiga sebab utama yang menutup mata hati manusia:

1. Terbiasanya Anggota Badan dalam Maksiat kepada Allah

"Jangan heran jika kau kehilangan cahaya Ilahi, sementara tubuhmu engkau gunakan untuk menentang-Nya."
— Ibnu Athaillah

Kebiasaan melakukan maksiat — walau tampak kecil dan sepele — perlahan tapi pasti mematikan bashirah. Mata yang suka melihat hal haram, telinga yang gemar mendengar ghibah atau musik merusak, lisan yang sering berdusta, dan tangan yang menyentuh yang bukan hak — semua itu mengikis sensitivitas spiritual.

Seperti karat pada besi, maksiat menutupi cermin hati hingga tak mampu lagi memantulkan cahaya Ilahi. Hati yang dulu mudah tersentuh kini menjadi beku. Tetesan air mata yang dulu mudah keluar kini mengering. Rasa haru dalam shalat pun hilang entah ke mana.

Orang yang terbiasa bermaksiat akan sulit menerima nasihat. Bahkan bisa jadi benci dengan kebaikan dan para pembawa kebenaran. Bashirahnya padam, dan ia hidup dalam fatamorgana.

"Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan satu dosa, maka akan muncul titik hitam di hatinya..."
— HR. Tirmidzi

2. Tamak terhadap Makhluk Allah

"Tamak kepada makhluk adalah pangkal kehinaan, karena kau menjadikan mereka pusat harapan dan ketakutan, bukan Allah."
— Ibnu Athaillah

Tamak (الطمع) adalah penyakit hati yang membuat manusia berharap lebih kepada makhluk daripada kepada Sang Pencipta. Orang yang tamak selalu merasa tidak cukup, haus pengakuan, lapar pujian, dan ingin lebih dari yang lain.

Ia tidak lagi melihat dunia sebagai titipan, tetapi sebagai tujuan utama. Jiwanya sibuk mencari ridha manusia, bukan ridha Allah. Ia mengejar jabatan, harta, pengikut, bahkan ibadahnya pun disetir oleh ambisi pribadi.

Tamak membutakan bashirah karena:
Menjadikan dunia lebih penting daripada akhirat.
Membuat hati selalu gelisah dan tidak pernah qana’ah.
Mengalihkan fokus dari tujuan spiritual kepada pencapaian materialistik.

Bashirah tidak akan tumbuh dalam hati yang penuh ketamakan. Karena cahaya Allah hanya masuk ke hati yang bersih dan lapang.

3. Merekayasa dalam Ketaatan kepada Allah (Riya dan Manipulasi Amal)

"Ketika engkau menggunakan ketaatan untuk mendekati makhluk, berarti engkau telah memperdagangkan ibadahmu di pasar dunia."
— Ibnu Athaillah

Ini adalah bentuk kebutaan paling halus: melakukan ibadah, namun bukan karena Allah. Orang ini tampak shalih, giat berdakwah, rajin mengaji, bahkan aktif di masjid dan media sosial keislaman. Namun, di balik semua itu tersimpan ambisi dunia: popularitas, pujian, proyek, atau kehormatan.

Riya, sum’ah, dan niat ganda adalah racun ibadah. Jika ibadah sudah dimanipulasi, cahaya bashirah padam. Ia tidak lagi melihat Allah sebagai tujuan, tapi dunia sebagai panggung.

"Sesungguhnya amal yang dilakukan bukan karena Allah, maka ia tidak akan terangkat ke langit meski tinggi pujiannya di bumi."
Mereka seperti aktor spiritual — tampil memukau di depan manusia, tetapi sepi di hadapan Allah. Bashirah mereka mati, karena ibadah yang seharusnya menjadi jalan ke surga justru dijadikan alat transaksi duniawi.

Penutup: Menjaga dan Menghidupkan Bashirah

Bashirah adalah cahaya petunjuk dari Allah. Ia tidak bisa dibeli, tidak bisa diwarisi, dan tidak bisa dipalsukan. Bashirah hanya tumbuh di hati yang:

Menjaga diri dari maksiat,
Menghindari ketamakan dunia,
Ikhlas dalam setiap amal.

Jika hari ini kita merasa sulit khusyuk dalam ibadah, merasa hampa walau rajin shalat, atau bingung dalam mengambil keputusan hidup, bisa jadi bashirah kita sedang tertutup. Saatnya kita mengevaluasi:

Apa yang kita konsumsi?
Apa yang kita niatkan dalam amal?
Kepada siapa kita berharap dan takut?

Doa para salaf untuk menjaga bashirah:
اللهم اجعل لنا نورًا في قلوبنا، ونورًا في أبصارنا، ونورًا في أسماعنا، ولا تطفئ نور البصيرة من قلوبنا.

“Ya Allah, berikanlah cahaya dalam hati kami, cahaya dalam penglihatan kami, cahaya dalam pendengaran kami, dan jangan Engkau padamkan cahaya bashirah dari hati kami.”

Renungan Terakhir:
"Jika engkau tidak mampu melihat kesalahanmu, itu tandanya engkau sudah buta. Jika engkau merasa nyaman dalam dosa, itu tanda bashirahmu sudah mati."

Mari kita hidupkan kembali bashirah dengan taubat yang jujur, amal yang ikhlas, dan hati yang selalu mengarah kepada Allah. Karena hanya dengan bashirah yang hidup, kita akan mampu meniti jalan menuju ridha-Nya.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update