TintaSiyasi.id -- Meskipun adanya tuduhan kemusyrikan dan kontroversi akidah, KDM tetap memiliki daya tarik yang kuat di mata sebagian besar warga Muslim Jawa Barat. Fenomena ini dapat dijelaskan dari beberapa perspektif:
Pertama. Citra publik yang dibangun.
KDM sangat aktif memviralkan konten yang menampilkan dirinya sebagai sosok pemimpin yang solutif, berani, dan merakyat. Ia sering terlihat turun langsung ke lapangan, membaur dengan masyarakat, dan menunjukkan kesederhanaan.
Misalnya, ia sering ditampilkan saat membantu warga menyelesaikan masalah konkret atau berinteraksi langsung tanpamu sekat protokoler. Pendekatan ini secara prosedural berhasil membangun citra positif dan simpati publik, terutama dari kalangan awam atau mereka yang secara sosial-ekonomi kurang beruntung.
Mereka cenderung menilai pemimpin berdasarkan aksi nyata dan kedekatan emosional, bukan semata-mata pada persoalan akidah yang kompleks. Konten visual yang kuat mempercepat penyebaran citra ini.
Kedua. Persepsi keberagamaan yang dibangun.
KDM juga kerap tampil dalam konteks religius, misalnya menjadi khatib salat Idulfitri atau berinteraksi dengan ulama. Secara faktual, penampilannya dalam ritual Islam ini sering dijadikan "bukti" untuk menampik tuduhan kemusliman.
Bagi sebagian masyarakat, melihat KDM melakukan ritual keagamaan Islam sudah cukup untuk mengkonfirmasi status keislamannya, tanpa mendalami lebih jauh konsep akidah yang mungkin bertentangan. Adanya konten-konten ini secara konseptual menetralkan isu akidah di benak publik yang tidak mendalaminya.
Ketiga. Kurangnya pemahaman mendalam.
Banyak warga Muslim, khususnya di pedesaan atau dengan tingkat pendidikan agama yang tidak terlalu tinggi, mungkin tidak memiliki pemahaman konseptual yang mendalam tentang perbedaan akidah antara Islam dan Sunda Wiwitan, apalagi mengenai konsep sinkretisme atau kemusyrikan.
Mereka cenderung melihat Islam sebagai praktik ibadah lahiriah dan tradisi, bukan sebagai sistem akidah yang ketat. Ketiadaan kemampuan metakognitif untuk menguji atau menganalisis secara kritis klaim KDM membuat mereka mudah terpengaruh oleh citra yang ditampilkan. Isu kemusyrikan seringkali dianggap sebagai "fitnah" atau persaingan politik, bukan sebagai persoalan fundamental dalam beragama.
Keempat. Keterikatan budaya dan identitas lokal.
KDM juga memanfaatkan isu identitas Sunda dan budaya lokal. Baginya, Sunda Wiwitan mungkin diposisikan sebagai bagian dari budaya Sunda yang kaya, bukan sebagai agama yang terpisah dari Islam. Banyak masyarakat Sunda yang merasakan kedekatan dengan tradisi leluhur.
Ketika KDM mengangkat narasi ini, ia mampu menciptakan resonansi dengan sebagian warga yang merasa identitas budayanya diakomodasi. Secara faktual, ini seringkali lebih dominan daripada pemahaman akidah yang rigid bagi sebagian orang.
Bagaimana Cara Menyikapinya?
Pertama. Edukasi akidah yang mendalam dan mudah diakses.
Umat Islam perlu meningkatkan pemahaman akidah secara lebih mendalam, tidak hanya terpaku pada praktik ibadah lahiriah semata. Ini bisa dilakukan melalui:
Program kajian dan pengajian rutin: Menyediakan kajian akidah yang mudah dipahami, relevan, dan menarik bagi berbagai kalangan, termasuk masyarakat pedesaan atau dengan tingkat pendidikan agama yang terbatas. Gunakan bahasa yang sederhana dan contoh-contoh yang konkret di lapangan.
Materi edukasi yang mudah diakses: Mengembangkan media dakwah yang beragam, seperti mini magz, buku saku, infografis, video pendek, atau serial podcast yang menjelaskan konsep akidah Islam secara jelas dan membedakannya dari praktik sinkretisme atau kemusyrikan.
Peran sentra keagamaan: Mengoptimalkan peran masjid, pesantren, dan majelis taklim sebagai pusat edukasi akidah, bukan hanya sebagai tempat ibadah.
Pembekalan kritis: Mengajarkan kemampuan metakognitif dan berpikir kritis agar umat mampu menganalisis klaim-klaim keagamaan dan tidak mudah terpengaruh oleh citra semata. Intinya membangkitkan manusia dengan kebangkitan pemikirannya.
Kedua. Membangun citra positif ulama dan tokoh agama yang otentik.
Untuk mengimbangi citra KDM, ulama dan tokoh agama perlu lebih aktif dalam membangun kedekatan dengan umat dan menunjukkan keberpihakan pada masyarakat.
Turun langsung ke lapangan: Ulama dan tokoh agama juga perlu aktif membaur dengan masyarakat, menunjukkan kepedulian terhadap masalah konkret yang dihadapi umat, dan tidak terpaku pada "sekat protokoler" yang membuat kelas "proletariat" agama.
Transparansi dan keteladanan: Menunjukkan kesederhanaan, integritas, dan kejujuran dalam setiap tindakan, sehingga umat melihat adanya keteladanan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Masalah di Umat Islam saat ini adalah keteladanan, bukan pencitraan.
Memanfaatkan media digital: Aktif menggunakan media sosial dan platform digital lainnya untuk menyebarkan pesan-pesan keagamaan yang mencerahkan, menunjukkan aktivitas sosial, dan berinteraksi langsung dengan umat. Bila KDM melakukan pencitraan, kita bikin edukasi yang mencerahkan.
Khatimah
Melihat fenomena KDM yang berpengaruh pada umat Islam, mungkin sudah saatnya kita melakukan muhasabah. Apakah kita akan menjadi penonton, atau pemain perubahan? Semua tergantung dari kesadaran dan pemahaman kita akan fakta, konsep, prosedur dan hakekat perubahan itu sendiri. Wallahu a'lam bishshawab. []
Trisyuono D.
(Aktivis Muslim)