×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Haji dan Persatuan Umat, Apakah Hanya Paradoks?

Jumat, 13 Juni 2025 | 05:55 WIB Last Updated 2025-06-12T22:55:23Z

TintaSiyasi.id -- Perbedaan perayaan Idulfitri dan Iduladha bukanlah fenomena yang baru, sebagaimana pada tahun ini perbedaan penentuan 1 Zulhijjah juga terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Namun yang menjadi perhatian adalah kedua negara tersebut adalah anggota MABIMS (Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).

MABIMS didirikan pada tahun 1988, dengan tujuan untuk menyatukan penentuan awal bulan hijriah, namun dengan adanya perbedaan penetapan Idul Adha tahun ini, justru mengungkapkan kelemahan organisasi ini. Akibat ketidakselarasan Idul Adha menimbulkan pertanyaan kritis, apakah MABIMS hanya simbol birokratis yang gagal menjalankan misi pemersatuannya? (SuaraMuhammadiyah.id, 1 Juni 2025)

Sementara itu Pemerintah Arab Saudi menetapkan Iduladha jatuh pada Jumat (6/6), sedangkan hari Arafah (wukuf di Arafah) sebagai rangkaian puncak musim haji pada 5 Juni 2025 yang diikuti 1,83 juta Muslim dari berbagai penjuru dunia termasuk dari Indonesia yang tahun ini memiliki kuota sebanyak 221.000 jemaah. (Antara, 30 Mei 2025)

Setiap bulan Zulhijjah jutaan umat Muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci untuk berhaji. Sementara itu ibadah haji bukan hanya sekadar ibadah spiritual semata, tetapi ibadah haji merupakan simbol peradaban yang menunjukkan akan persatuan umat Islam yang melampaui sekat-sekat bangsa, ras, bahasa dan warna kulit.

Pada dasarnya persatuan umat Islam tidak didasari oleh kesamaan budaya atau etnis, melainkan disatukan oleh akidah Islam yang mampu menghapus segala perbedaan duniawi yang semu dan sementara. Persatuan umat Islam, yang dibangun atas dasar akidah Islam yang kokoh dan universal yang mempersatukan hati-hati umat Islam dalam satu ikatan yang kuat.

Padahal saat ini jumlah umat Islam hampir mencapai 2 miliar jiwa di seluruh dunia, bisa dipastikan ketika umat Islam bersatu maka umat Islam akan memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk menjadi pemimpin dan membangun kekuatan global. Persatuan umat akan menjadi kekuatan dunia yang akan disegani dan ditakuti. Namun akibat sistem sekuler kapitalisme, kini umat Islam tercerai-berai, akibat racun nasionalisme dan fanatisme golongan yang lahir dari sistem rusak tersebut.

Sayangnya, setelah momen haji berlalu, umat Islam kembali tercerai-berai bahkan saling bermusuhan antara satu dengan yang lainnya, diakibatkan konflik kepentingan dan fanatisme kelompok sehingga penderitaan dan ketidakadilan yang menimpa saudara seiman di berbagai penjuru dunia sering kali dilupakan, padahal penderitaan yang menimpa mereka seharusnya menjadi perhatian dan tanggung jawab kita semua.

Semua terjadi akibat hilangnya sebuah institusi negara Islam yaitu Daulah Khilafah Islam sehingga makna haji yang menjadi simbol persatuan umat hanya menjadi paradoks semata, faktanya umat bersekat-sekat menjadi negara-negara bagian sehingga tak ada satupun negeri-negeri Muslim yang mampu membebaskan penderitaan yang ada di Palestina, Uighur, Suriah, atau Rohingya. 

Sementara pemimpin negeri-negeri Muslim mereka malah berjabat tangan dengan para pembunuh yang tangannya masih berlumuran darah saudara mereka akibat genosida yang telah mereka lakukan di depan mata mereka. Sungguh sangat miris.
Sudah saatnya umat harus sadar dan mari menjadikan momentum Iduladha sebagai pengajaran atas ketaatan mutlak hanya kepada Allah SWT, dan seharusnya ibadah haji mampu mendorong umat untuk patuh sepenuhnya pada syariat Islam, bukan hanya dijadikan aspek ritual belaka, tapi harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Saatnya umat Islam bersatu dengan ikatan yang hakiki, atas dasar akidah yang benar yaitu akidah Islam. Hanya ada satu cara agar semua itu terwujud yaitu dengan mengembalikan kekuatan Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Sandrina Luftia
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update