“Seharusnya yang lebih layak, lebih pantas, yang lebih
marah itu kaum Muslim, terutama penguasa-penguasa sekaligus kalau kita lihat
pernyataan Thunberg ini merupakan tamparan penguasa-penguasa negeri Islam. Ketika
saudara-saudara mereka dibunuh, dibantai, mereka diam” ujarnya di kanal YouTube
Syiar Malam dengan judul Gaza Masih Dijajah Zionis, Bagaimana
Penguasa Negeri Muslim?, Jumat (13/06/2025).
Ia mengulas penyataan Greta Thunberg, aktivitis pro
Palestina warga Swedia, yang dideportasi oleh tentara Israel karena terlibat
membawa bantuan kemanusiaan melalui kapal Madleen bersama beberapa aktivis
lainnya.
“Thunberg membalas penyataan Donald Trump yang
mengecam tindakannya mengirim bantuan kemanusiaan dengan menyatakan bahwa dunia
ini memerlukan lebih banyak perempuan muda yang marah terhadap krisis global.
Thunberg juga menyatakan dia tidak takut ditahan tetapi yang ditakutinya adalah
dunia diam terhadap kejahatan Israel,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Farid menerangkan bahwa marah
terhadap kezaliman bukan saja hak malah kewajiban kaum Muslim.
“Dalam pandangan Islam, marah terhadap kezaliman
apalagi genosida, bukan hanya hak tetapi itu wajib. Kalau ada kaum Muslim yang
tidak marah pada kezaliman justru dipertanyakan,” tuturnya.
Malah ia berpandangan, bukan sekadar marah namun perlu
ada tindakan yang nyata untuk menghentikan kezaliman atau kerusakan yang
terjadi.
“Di dalam Islam yang dituntut itu bukan sekadar marah
teyapi harus ada tindakan yang nyata. Ketika ada negeri Islam yang dizalimi,
ditindas, kita tidak boleh sekadar marah tetapi harus ada tindakan nyata untuk
menghentikan kezaliman ini,” tegasnya.
Lanjut dikatakan, “Dan itulah yang seharusnya
dilakukan oleh penguasa-penguasa Islam dengan mengirim pasukan perangnya
sebagai bentuk tindakan nyata.”
Ia juga mengungkapkan penyataan Thunberg yang
menurutnya merupakan tamparan bagi penguasa-penguasa Islam termasuk penguasa
arab yang diam terhadap kejahatan Yahudi Zionis, dan yang lebih parah lagi
melegitimasi eksistensi penjajahan Yahudi Zionis itu dengan solusi dua negara
atau normalisasi dengan Israel.
“Namun alih-alih marah, malah bergegas melakukan
diplomasi mengkampanyekan two-state solution (solusi dua negara) atau
normalisasi dengan Israel," bebernya.
Ia menegaskan, solusi dua negara adalah sebuah
pengkhianatan karena mengakui keberadaan entitas penjajah Yahudi Zionis.
“Sesungguhnya solusi ini (solusi dua negara) adalah
solusi pengkhianatan. Kenapa? Karena ketika menerima solusi dua negara ini
berarti mengakui keberadaan entitas penjajah Yahudi Zionis, karena solusi dua
negara ini mensyaratkan di samping berdirinya ‘negara Palestina yang merdeka’ adalah
pengakuan terhadap entitas penjajah Yahudi Zionis,” ujarnya lagi.
Menurutnya, negara Palestina yang berdiri nanti pasti
akan dilemahkan dan tidak akan dibiarkan mengancam eksistensi penjajah Yahudi Zionis
karena Amerika tidak akan membiarkan sedikit pun ancaman terhadap eksistensi Yahudi
Zionis itu.
“Kalaupun ada negara Palestina dalam kerangka solusi
dua negara ini, pastilah negara Palestina yang dilemahkan, yang dimandulkan. Sejak
awal Amerika itu punya kebijakan tidak akan membiarkan ancaman apa pun yang
bisa menganggu, mengancam eksistensi penjajah Yahudi Zionis,” pungkasnya.[] Rahmah