TintaSiyasi.id -- “Dan infakkanlah sebagian dari hartamu yang telah Kami jadikan kamu sebagai pemegang amanah atasnya...”
(QS. Al-Hadid: 7)
Mukadimah: Ketika Harta Menjadi Amanah
Harta dalam pandangan Islam bukan semata-mata milik pribadi, melainkan titipan Allah yang harus dikelola dengan adil dan bijaksana. Ketika sebuah masyarakat membangun sistem keuangan dan pemerintahan yang berlandaskan pada nilai-nilai Ilahiyah, maka yang muncul bukan hanya kemakmuran lahiriah, tetapi juga kedamaian batiniah. Di sinilah Baitul Maal mengambil peran sentral sebagai lembaga pengelola kekayaan negara dalam sistem Islam—bukan sekadar tempat penyimpanan uang, tapi jantung keuangan umat yang berdetak untuk keadilan, pemerataan, dan ketakwaan.
Baitul Maal: Institusi Ekonomi Spiritual
Baitul Maal secara harfiah berarti “rumah harta”. Namun secara fungsional, ia adalah pusat administrasi keuangan negara dalam sistem pemerintahan Islam. Ia menampung seluruh pemasukan negara, dan mengatur seluruh pengeluaran negara sesuai prinsip-prinsip syariat Islam. Dalam sistem ini, harta bukan lagi milik elite, tetapi milik umat. Harta dikelola bukan untuk memperkaya penguasa, tetapi untuk menyejahterakan rakyat. Dalam Baitul Maal, kita menemukan refleksi nyata dari nilai rahmatan lil ‘alamin.
Sumber-Sumber Kekayaan Negara Islam: Kekayaan yang
Menumbuhkan Rahmat
Islam mengatur dengan sangat terperinci dari mana saja negara bisa mendapatkan pemasukan, dan untuk siapa kekayaan itu harus disalurkan. Inilah beberapa sumber kekayaan negara menurut syariat:
1. Zakat: Pondasi Keuangan Spiritual
Zakat adalah ibadah sekaligus instrumen sosial-ekonomi. Ia tidak hanya mensucikan harta, tetapi juga menyucikan jiwa dan menghapus kesenjangan. Namun, zakat memiliki aturan ketat: hanya untuk delapan asnaf, dan tidak boleh digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau gaji pegawai negara. Di sinilah indahnya syariat: mengatur harta dengan batasan agar hak-hak kaum dhuafa tidak dilalaikan.
2. Kharaj dan Jizyah: Keadilan untuk Semua Warga
Kharaj dikenakan atas tanah yang dikuasai negara Islam setelah penaklukan. Jizyah dikenakan atas non-Muslim sebagai imbalan perlindungan negara. Kedua sumber ini menunjukkan bahwa sistem Islam menjunjung tinggi keadilan lintas agama: siapa yang tinggal dalam negara Islam, dilindungi dan diberi hak, serta berkewajiban berkontribusi.
3. Ghanimah dan Fai’: Berkah dari Kemenangan
Ghanimah adalah harta rampasan perang yang dibagikan secara adil, dan satu perlimanya menjadi milik negara. Fai’ adalah harta yang diperoleh tanpa perlawanan. Keduanya membuktikan bahwa dalam Islam, bahkan hasil konflik sekalipun harus dikelola dengan prinsip keadilan dan maslahat umat.
4. Harta Milik Umum: Sumber Daya untuk Kesejahteraan Bersama
Air, hutan, tambang, gas, dan energi adalah milik bersama, bukan individu atau korporasi. Negara harus mengelolanya untuk sebesar-besar kepentingan rakyat. Inilah prinsip yang dapat menjadi solusi bagi problem kapitalisme hari ini, di mana sumber daya dikuasai segelintir orang.
5. Wakaf, Infaq, dan Gharim: Spirit Filantropi Islam
Islam sangat mendorong semangat berbagi. Wakaf dan infaq menjadi saluran langit bagi mereka yang ingin mengabadikan amalnya di bumi. Bahkan harta orang yang wafat tanpa ahli waris (gharim) pun tak dibiarkan sia-sia—dikelola negara untuk umat.
Pengelolaan Baitul Maal: Profesional, Transparan, dan Berorientasi Akhirat
Pengelolaan kekayaan negara dalam Islam bukan sekadar teknis fiskal, tapi bagian dari ibadah dan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang khalifah bukan sekadar pemimpin politik, tapi juga pengurus harta umat.
Dalam sejarah Islam, kita melihat betapa Umar bin Khattab dengan cermat mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran. Setiap dirham dihitung dan dipastikan sampai kepada yang berhak. Di masa Umar bin Abdul Aziz, tidak ditemukan lagi orang miskin yang layak menerima zakat karena pemerataan telah tercapai. Sejarah mencatatnya bukan sebagai utopia, tapi fakta.
Distribusi Kekayaan: Menuju Masyarakat Tanpa Kelaparan dan Kesenjangan
Islam tidak mendorong negara mengumpulkan kekayaan untuk ditimbun. Negara justru harus menjadi penyalur harta, penghilang kelaparan, pelindung anak yatim, dan penegak kesejahteraan.
Distribusi untuk Umat:
• Rakyat miskin, janda, yatim, muallaf, orang terlilit utang, dan pejuang jalan Allah adalah prioritas utama.
• Pembangunan infrastruktur umum, seperti rumah sakit, jalan, sekolah, dibiayai dari harta milik umum dan fai’.
• Kesejahteraan aparatur negara seperti hakim, tentara, guru, dan pegawai publik ditanggung negara.
Di bawah sistem ini, rakyat tidak dipungut pajak sewenang-wenang, dan negara tidak menjadi predator atas rakyatnya. Negara menjadi pelayan umat—bukan penguasa atasnya.
Islam dan Solusi Krisis Ekonomi Global
Dunia modern kini mengalami krisis multidimensi—kesenjangan ekonomi, korupsi struktural, dan eksploitasi sumber daya. Islam datang dengan solusi yang adil dan manusiawi. Dalam sistem Islam:
• Tidak ada riba.
• Tidak ada penumpukan kekayaan oleh korporasi rakus.
• Tidak ada eksploitasi tanpa etika.
• Tidak ada pajak sewenang-wenang.
Yang ada adalah tanggung jawab, moralitas, dan ketundukan kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Penutup: Saatnya Kembali kepada Ekonomi Ilahiyah
Kita sedang hidup di zaman di mana jurang antara si kaya dan si miskin makin menganga. Kapitalisme telah melahirkan keangkuhan, sementara sosialisme melahirkan ketimpangan baru. Hanya sistem Islam, dengan Baitul Maal sebagai intinya, yang memadukan spiritualitas, moralitas, dan kesejahteraan dalam satu paket yang utuh dan rahmatan lil ‘alamin.
Baitul Maal bukan hanya cerita masa lalu. Ia adalah cita-cita masa depan. Mari kita jadikan ilmu ini bukan sekadar pengetahuan, tetapi gerakan. Baitul Maal bisa dibangun dalam skala kecil—di komunitas, pesantren, hingga lembaga dakwah. Dari sana, kita bisa bangun kembali sistem ekonomi Islam yang adil dan membebaskan.
“Sesungguhnya harta ini adalah hijau dan manis. Dan sungguh, sebaik-baik harta adalah di tangan orang yang bertakwa.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)