TintaSiyasi.id-- “Sesungguhnya Al-Qur’an bukan sekadar bacaan. Ia adalah cermin kehidupan, peta perjalanan, dan cahaya penuntun bagi hati yang mencari kebenaran.”
1. Hari Ketika Tiada Lagi Penolong – QS. An-Nahl: 111
"Pada hari ketika setiap orang datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi setiap orang diberi (balasan) penuh sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya, dan mereka tidak dizalimi."
(QS. An-Nahl: 111)
Hari itu akan datang. Hari ketika tak seorang pun mampu bersembunyi di balik gelar, jabatan, atau kerumunan. Setiap jiwa berdiri sendiri, menggigil dalam kesendirian yang hakiki. Tidak ada pengacara, tidak ada pembela, bahkan orang tua pun tak mampu menolong anaknya. Semua sibuk dengan hisabnya masing-masing.
Allah menggambarkan hari itu bukan sebagai peristiwa yang jauh, tapi sebagai puncak kebenaran yang pasti. Di hari itu, setiap amal akan dibalas setimpal. Tidak dilebihkan, tidak dikurangkan. Tidak ada kecurangan, tidak ada korupsi dalam pengadilan Ilahi. Mereka yang selama hidupnya berlaku adil, ikhlas, sabar, dan taat akan menerima upah yang sempurna. Dan mereka yang bermain dengan kebatilan, menipu, menzalimi, akan melihat hasil tangannya sendiri.
Pertanyaan renungan bagi kita adalah: Apakah kita sedang menyiapkan jawaban di hari pembelaan diri itu?
2. Keberkahan yang Terlupakan – QS. Al-A’raf: 96
> "Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. Al-A’raf: 96)
Ayat ini adalah peta sosial umat. Allah tidak mengaitkan keberkahan pada kekayaan atau teknologi, tapi pada iman dan takwa. Keberkahan bukan hanya banyaknya materi, tapi keberlimpahan makna di dalamnya. Harta yang berkah membuat tenang. Makanan yang berkah menguatkan ruh. Ilmu yang berkah melahirkan amal.
Namun ketika manusia melupakan Allah, menolak aturan-Nya, dan menggantinya dengan hawa nafsu serta sistem batil, maka keberkahan akan dicabut. Yang tersisa hanya ilusi kesejahteraan, kosong di dalamnya.
Ayat ini mengajak kita bercermin: Apakah kita telah mendustakan keberkahan? Apakah kita membangun negeri di atas fondasi iman atau fondasi kebanggaan duniawi?
3. Tanda-Tanda di Langit dan Hidup dari Air – QS. Al-Anbiya: 30
> "Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan keduanya; dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Maka apakah mereka tidak beriman?"
(QS. Al-Anbiya: 30)
Tafakur atas ayat ini membuka cakrawala bahwa sains dan wahyu bukan dua kutub yang saling meniadakan, melainkan dua lensa yang saling melengkapi. Allah mengajak manusia merenung, bukan hanya melalui dalil naqli (teks), tapi juga melalui dalil kauni (alam semesta).
Langit dan bumi yang dahulu menyatu, lalu dipisahkan—adalah isyarat kosmologis. Kehidupan yang berasal dari air—adalah tanda biologis. Semua ini adalah argumentasi ilahi yang menantang manusia: Apakah engkau tidak berpikir?
Kehidupan yang kita jalani adalah bagian dari rangkaian kehendak Allah yang sempurna. Tapi banyak dari kita terjebak dalam kesombongan ilmu, lupa bahwa yang paling mulia bukanlah yang paling tahu, tapi yang paling tunduk kepada kebenaran.
Penutup: Tiga Kunci Hidup yang Bijak
Tiga ayat ini menyusun satu narasi utuh:
1. Hidup ini bukan main-main, karena di akhir nanti kita sendiri yang akan membela diri.
2. Kunci keberkahan bukan pada sistem atau kekuasaan, tapi pada keimanan dan ketakwaan.
3. Alam semesta adalah kitab besar yang jika dibaca dengan hati, akan menuntun kita pada iman yang kokoh.
Maka siapa pun kita—guru, pemimpin, dai, pelajar, ibu rumah tangga—marilah kita hidup dengan kesadaran yang penuh. Karena setiap detik adalah langkah menuju pertemuan dengan-Nya.
"Afalaa yu’minuun?" — Maka mengapa mereka tidak beriman?
Oleh. Dr. Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)