TintaSiyasi.id -- Cinta dunia menyebabkan lupa akhirat mewaspadai racun halus dalam hati yang menyesatkan jiwa.
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ
“ Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Pendahuluan: Dunia yang Memikat, Akhirat yang Terlupakan
Di zaman ini, manusia hidup dalam pusaran arus yang deras: kejar-mengejar prestasi, harta, pengakuan sosial, dan kenikmatan jasmani. Dalam kegaduhan dunia digital dan gelombang materialisme global, pelan-pelan orientasi hidup umat bergeser. Dunia, yang seharusnya hanya menjadi tempat singgah sementara, berubah menjadi tujuan utama. Akhirat yang sejatinya kekal abadi menjadi samar, kabur, dan dilupakan.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Namun saat cinta dunia menguasai hati, ia menjadi penyakit yang sangat berbahaya. Ia melemahkan iman, menumpulkan kepekaan rohani, dan menjerumuskan seseorang ke dalam kebinasaan yang tak terasa.
Cinta Dunia: Penyakit Hati yang Paling Halus
Dalam Islam, dunia bukan musuh. Dunia adalah amanah, ladang amal, dan sarana untuk meraih kebahagiaan akhirat. Namun ketika dunia dicintai secara berlebihan, melebihi cinta kepada Allah dan kehidupan setelah mati, maka dunia berubah menjadi tirani hati.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan (ra’su kulli khati’ah).”
(HR. al-Baihaqi)
Cinta dunia bukan sekadar menikmati rezeki dan kemudahan hidup, tetapi kelekatan hati pada dunia hingga rela mengorbankan nilai-nilai akhirat. Inilah bentuk keterikatan yang membuat manusia lalai:
• Lalai dari salat karena sibuk bisnis
• Menunda zakat demi ekspansi usaha
• Meninggalkan ibadah karena tenggelam dalam hiburan
• Mencari status dan popularitas dengan menggadaikan prinsip
Penyakit ini bersifat halus, menipu, dan menjerat dalam diam. Ia tidak datang dengan wajah buruk, tapi dibungkus ambisi, prestasi, dan kenikmatan duniawi.
Tanda-tanda Seseorang Telah Terlalu Cinta Dunia
1. Takut miskin, tapi tidak takut mati dalam keadaan bermaksiat.
Dunia menjadi pusat rasa takut dan harapan, bukan Allah dan akhirat.
2. Lebih bahagia mendapat harta daripada mendapat ilmu atau hidayah.
Ukuran sukses menjadi semata duniawi: mobil, rumah, gaji, bukan ilmu dan amal.
3. Berpikir dunia jangka pendek, lupa perhitungan akhirat.
Hidup hanya untuk hari ini dan esok, tidak berpikir tentang yaumil hisab.
4. Meremehkan ibadah demi dunia.
Shalat dikerjakan di akhir waktu, tilawah ditinggalkan karena 'sibuk'.
5. Sedekah terasa berat, membeli barang mewah terasa ringan.
Karena cinta tertambat pada dunia, bukan kepada Allah dan kemuliaan akhirat.
Dampak Fatal: Lupa Akhirat, Lupa Tujuan Hidup
Lupa akhirat berarti lupa untuk apa manusia diciptakan. Padahal Allah telah mengingatkan:
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ketika manusia lupa akhirat:
• Ia akan bekerja tanpa nilai ibadah
• Ia akan berjuang tanpa pertimbangan halal dan haram
• Ia akan hidup tanpa misi spiritual
• Ia akan mati tanpa bekal
Lebih tragis, ia mungkin mengira dirinya baik-baik saja. Padahal hatinya sudah keras, matanya buta, dan jiwanya kering. Dunia telah menipunya.
Mengapa Kita Harus Mengingat Akhirat?
1. Karena hidup dunia hanya sementara.
Tak ada yang abadi di dunia: kekayaan, kekuasaan, bahkan nyawa.
2. Karena kehidupan sejati ada di akhirat.
Dunia adalah bayangan, akhirat adalah realita. Dunia hanya kesempatan, akhirat adalah kepastian.
3. Karena penyesalan terbesar akan terjadi di akhirat.
Penyesalan di dunia masih bisa ditebus, tapi di akhirat semuanya
sudah terlambat.
Allah berfirman:
"Pada hari itu manusia ingat apa yang telah dikerjakannya, dan neraka diperlihatkan dengan nyata kepada setiap orang yang melihat. Maka adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya."
(QS. An-Nazi’at: 35–39)
Solusi: Menjadi Pecinta Akhirat yang Bijak Mengelola Dunia
Solusi bukanlah meninggalkan dunia, tetapi menata hati, menyucikan niat, dan mengembalikan orientasi hidup kepada Allah dan akhirat.
1. Hadirkan akhirat dalam setiap aktivitas dunia.
Niatkan bekerja sebagai ibadah. Jadikan sedekah sebagai investasi abadi. Bangun keluarga untuk membentuk generasi saleh.
2. Latih hati untuk zuhud.
Zuhud bukan berarti miskin, tapi tidak meletakkan dunia di hati. Gunakan dunia, jangan diperbudak olehnya.
3. Sering-sering merenung tentang kematian dan hari kebangkitan.
Zikir maut adalah penawar cinta dunia yang paling ampuh. Ia menggugah jiwa untuk kembali sadar.
4. Bersahabatlah dengan orang-orang yang mencintai akhirat.
Mereka akan mengingatkan ketika kita lalai, dan menuntun saat kita tersesat.
Penutup: Dunia Itu Seperti Bayangan
Sayyiduna Ali bin Abi Thalib berkata:
“Dunia berjalan menjauh dan akhirat datang mendekat. Masing-masing memiliki anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Hari ini adalah waktu untuk beramal, bukan hisab. Besok adalah waktu hisab, bukan amal.”
Ketika cinta dunia merasuk ke dalam hati, itu bukan hanya soal harta dan kenikmatan—tapi soal kehilangan arah hidup. Dunia hanya sejenak, tapi akhirat selama-lamanya. Maka selamatkan dirimu, keluargamu, dan umatmu dari penyakit cinta dunia yang menyesatkan itu.
Mari kita mulai dari hari ini: cintai dunia sekadarnya, dan cintailah akhirat sepenuh jiwa.
Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)