×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Negara Wajib Menyejahterakan dan Melindungi Rakyat Tanpa Syarat

Kamis, 08 Mei 2025 | 05:47 WIB Last Updated 2025-05-07T22:47:53Z
Tintasiyasi.id.com -- Kebijakan baru kini muncul dari gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mensyaratkan penerima bansos harus sudah divasektomi. Pak Dedi Mulyadi beranggapan rakyat yang miskin itu disebabkan karena banyak anak.

Sungguh kebijakan yang di luar nalar. Pernyataan ini juga senada dengan apa yang pernah disampaikan oleh Presiden Prabowo beberapa waktu lalu ketika harga cabe naik; “Kalau harga cabe mahal dan tidak mampu membeli, yah masyarakat jangan makan cabe.”

Inti kedua pernyataan itu sama-sama menjadikan rakyat miskin sebagai pihak tertuduh dan disalahkan. Apakah itu jawaban menyolusi bagi seorang pemimpin rakyat? Padahal fungsi negara itu mengurusi rakyatnya dan memberikan solusi atas setiap kesulitan kehidupan yang dihadapi rakyat.

Negara berkewajiban untuk mengurusi dan melayani rakyat dengan cara mengelola sumber daya alam yang dimiliki hingga bisa menghantarkan rakyatnya pada kesejahteraan.

Jangan malah menyalahkan rakyat yang tidak memiliki kemampuan ekonomi alias miskin. Karena hakikatnya kemiskinan yang diderita oleh rakyat miskin di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah kemiskinan sistemik artinya rakyat dimiskinkan oleh sistem.

Yah, dimiskinkan oleh sistem kapitalis yang dari namanya saja sudah bisa terbaca bahwa sistem ini hanya berpihak pada para pemilik kapital alasan modal. Keadaan Indonesia dan negara lainnya hatta pengusung sistem kapitalis sendiri yaitu Amerika pun tidak bisa mengurai masalah kemiskinan ini.

Kenapa? karena sistem kapitalis berdiri di atas azas manfaat dan menjadikan negara hanya berfungsi sebaik regulator semata bukan berfungsi untuk mengurusi dan melayani rakyat.

Maka, wajar jika ada fenomena menjadikan rakyat miskin sebagai kambing hitam untuk menutupi bobroknya sistem kapitalis yang buruk dalam distribusi kekayaan dan pelayanan. Dari sistem ini menghasilkan ketimpangan yang sangat jauh antara si kaya dan si miskin.

Oleh karena itu, rakyat harus mulai menyadari, selama sistem kapitalis ini tetap dijadikan acuan bernegara maka pola para pemimpinnya akan sama yaitu tidak bisa menyolusi permasalahan rakyat.

Kebijakan gubernur Jawa Barat ini merupakan salah satu dari beribu kebijakan yang diterapkan yang selalu menjadikan rakyat miskin sebagai pihak tertuduh. Rakyat dianggap beban terutama rakyat miskin karena tidak bisa memberikan masukan pada negara berupa materi. Kalau pun dikenai pajak nilai pajak dari orang miskin nilainya kecil tidak sebesar orang kaya.

Dengan kebijakan memutus kelahiran pada rakyat miskin dengan vasektomi, ini menggambarkan negara tidak mampu mengelola kekayaan yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Akhirnya negara menganggap rakyat miskin menjadi beban dan harus dibatasi jumlahnya.

Alih-alih negara memikirkan bagaimana cara merebut kembali kekayaan yang dirampok oleh para koruptor dan bagaimana agar bisa menerapkan sistem yang bisa menyejahterakan rakyat, ini malah menyalahkan lagi rakyat yang miskin dan lemah.

Mirisnya, masih banyak rakyat yang berpikir sempit dan mengaminkan kebijakan yang tak masuk nalar ini. Mereka masih menganggap kebijakan vasektomi pada rakyat miskin ini merupakan kebijakan yang tepat. Tidakkah mereka berpikir bukankah banyak tidaknya anak bukan kuasa manusia?

Faktanya, banyak yang menginginkan kehadiran anak tapi tak kunjung dapat padahal mereka tidak ber-KB. Sebaliknya ada yang ber-KB tetapi tetap diberikan amanah anak. Jadi alangkah tidak logis kalau orang miskin yang dijadikan sasaran kesalahan.

Harusnya negara mencari solusi mendasar untuk mengurai masalah kemiskinan ini agar semakin hari semakin berkurang bahkan bisa menghilangkan kemiskinan. Bukan malah mau mengvasektomi rakyat miskin. Bisa dibayangkan jika kebijakan ini diterapkan sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia ini sangat besar.

Pertahun 2025 menurut Bank Dunia atau World Bank masih mengkategorikan mayoritas masyarakat Indonesia sebagai penduduk miskin, dengan porsi sebesar 60,3% dari jumlah penduduk pada 2024 sebesar 285,1 juta jiwa.

Apa negara tega melakukan vasektomi pada sekian banyak jumlah penduduk miskin di Indonesia?

Islam Mengurai Kemiskinan dengan Memperbaiki Distribusi dan Pelayanan Negara

Syariat Islam memandang kemiskinan yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh distribusi kekayaan yang tidak merata dan ini memerlukan peran negara untuk merealisasikannya.

Oleh karena itu, Islam mewajibkan bagi penguasa dalam hal ini negara menjamin keterpenuhinya kebutuhan pokok (basic need) ini untuk seluruh rakyatnya berupa sandang, pangan dan papan. Negara juga harus membuka  lapangan kerja untuk rakyat seluas-luasnya.

Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan tersebut individu per individu, sehingga bisa dipastikan semua kekayaan alam yang dikelola oleh negara bisa diterima oleh setiap individu rakyat.

Negara juga harus memastikan terrealisasinya distribusi kekayaan ini dengan turun ke lapangan sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khatab.

Karena setiap pemimpin dalam Islam akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang telah mereka lakukan terhadap rakyatnya sebagaimana hadits riwayat Bukhori yang artinya:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.”

Sehingga di sini menjadi jelas bahwa tugas seorang pemimpin negara itu mengatur dan mengurus rakyatnya dan memastikan distribusi kekayaan beredar di tengah-tengah masyarakat sehingga setiap individu rakyat mendapatkan hak hidup layak.[]

Oleh: Emmy Emmalya 
(Analis Mutiara Umat Institute)

Opini

×
Berita Terbaru Update