×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tidak Adanya Pelindung Sejati

Kamis, 08 Mei 2025 | 06:35 WIB Last Updated 2025-05-07T23:36:08Z

TintaSiyasi.id -- Sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia saat ini telah membawa dampak buruk bagi rakyat. Dalam kapitalisme, kekayaan hanya berputar di tangan segelintir elite dan oligarki, sementara rakyat yang mayoritas semakin terpinggirkan. Islam telah memperingatkan bahaya sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang.

"...supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..." (TQS. Al-Hasyr : 7).

Kapitalisme memungkinkan swasta dan individu menguasai sektor-sektor strategis, termasuk energi, pangan, dan infrastruktur, yang seharusnya dikelola oleh rakyat. Akibatnya, biaya hidup terus meningkat, harga kebutuhan pokok melambung sementara rakyat kecil semakin kesulitan. Di sistem kapitalisme menjadikan negara banyak bergantung pada utang luar negeri untuk membiayai pembangunan, alih-alih mengelola kekayaan alamnya secara mandiri.

Ironisnya, rakyat yang harus menanggung pembayaran bunga utang yang setiap tahunnya mencapai ratusan triliun rupiah. Anggaran negara yang seharusnya dialokasikan bagi rakyat akhirnya banyak tersedot untuk membayar cicilan dan bunga utang, bukan untuk kesejahteraan rakyat. 

Parahnya lagi, utang digunakan untuk membangun infrastruktur yang tidak produktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, banyak proyek yang tidak efektif, bahkan mangkrak, sehingga utang hanya menjadi beban tanpa manfaat nyata. Di tambah lagi, uang negara banyak digarong oleh para pejabat negara.

Akibat sistem yang rusak dan kepemimpinan yang koruptif itu, negeri ini makin terjerembab dalam cengkeraman para pemilik modal yang bersekutu dengan para politisi busuk. Negeri Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, namun ironisnya rakyat tidak merasakan manfaat dari kekayaan tersebut. Banyak tambang emas, minyak, batu bara, dan gas alam yang dikuasai oleh perusahaan asing atau konglomerat lokal dengan dalih investasi. Akibatnya, rakyat harus membeli kembali sumber daya yang sebenarnya adalah milik mereka dengan harga tinggi. Selain bentuk neoimperialisme tersebut, eksploitasi besar-besaran ini juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang mengancam kehidupan generasi mendatang.

Dengan kondisi yang demikian, masyarakat sudah mulai apatis. Mereka tak peduli lagi dengan kondisi negara. Bisa karena sudah putus asa dengan keadaan atau karena takut terhadap penguasa, sebab di rezim sebelumnya suara rakyat dibungkam dengan menggunakan instrumen hukum. Banyak terjadi kriminalitas gara-gara mengkritik penguasa. 

Di sisi lain, media massa yang semestinya menjadi penyalur suara rakyat tak berfungsi sebagaimana mestinya. Ini karena media hampir semuanya dikuasai oleh para pemilik modal besar yang berkolaborasi dengan elite kekuasaan dan politikus. Akibatnya, rakyat kehilangan kekuatan untuk menegakkan kebenaran dan melawan kebijakan yang merugikan.

Sejak runtuhnya Khilafah Utsmaniyah pada tahun 1924, umat Islam kehilangan pelindung sejati yang menjaga mereka dari penjajahan ekonomi dan politik. Tanpa institusi yang menerapkan syariat secara kaffah, umat Islam menjadi lemah dan mudah dipecah belah. Dan itu terjadi di seluruh dunia. Penjajahan berubah menjadi neoimperialisme. Umat Islam dilemahkan. Rakyat negeri ini yang mayoritas Muslim, dibiarkan dalam ketidakpastian, tanpa perlindungan dari eksploitasi asing dan penguasa zalim. Inilah yang menyebabkan krisis multidimensi terus berlangsung tanpa ada solusi yang hakiki. []


Oleh: Rahma Ningsih
Praktisi Pendidikan

Opini

×
Berita Terbaru Update