×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mencari Jalan Tembus Menuju Allah dan Negeri Akhirat: Menghidupkan Ilmu, Pekerjaan, dan Kekuasaan sebagai Tangga Makrifat

Rabu, 07 Mei 2025 | 22:52 WIB Last Updated 2025-05-07T15:52:28Z

Pendahuluan: Jalan Tak Kasat Mata Menuju Keabadian

TintaSiyasi.id-- Setiap manusia, sadar atau tidak, sedang menempuh perjalanan panjang menuju akhirat. Dunia ini hanya persinggahan sementara, bukan tempat tinggal abadi. Namun banyak yang terjebak, bahkan terpesona dengan dunia seolah-olah inilah tujuan akhir. Padahal, Rasulullah ﷺ telah memperingatkan:
“Jadilah di dunia seperti orang asing atau pengembara.”
(HR. Bukhari)
Pertanyaannya: bagaimana cara menembus sekat dunia dan sampai kepada Allah dengan selamat?
Apakah kita harus meninggalkan pekerjaan, harta, atau kekuasaan? Tidak. Islam bukan agama yang memisahkan dunia dari akhirat, tapi mengajarkan bagaimana menjadikan dunia sebagai jalan tembus menuju keabadian.
Tulisan ini akan membahas tiga sarana utama yang sering kali melalaikan manusia, namun sesungguhnya bisa menjadi kendaraan ruhani untuk sampai kepada Allah: ilmu, pekerjaan, dan kekuasaan.

1. Ilmu: Cahaya Menuju Makrifatullah
Ilmu adalah anugerah Allah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Namun tidak semua ilmu membawa kepada Allah. Ilmu yang benar adalah yang melahirkan rasa takut kepada-Nya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”
(QS. Fathir: 28)
Ilmu adalah jalan tembus jika:
• Niatnya benar: bukan untuk popularitas, tapi untuk mendekat kepada-Nya.
• Jalannya benar: bukan menumpuk informasi, tapi memurnikan hati.
• Buahnya benar: bukan kesombongan, tapi ketundukan dan penghambaan.
Ilmu bukan hanya tentang dalil dan teori, tapi tentang kesadaran spiritual. Ketika ilmu menuntun hati untuk mengenal Allah (makrifat), maka ia menjadi kunci langit, bukan beban di bumi.
Teladan Agung: Imam Al-Ghazali
Dulu ia adalah ahli debat dan filsafat, namun jiwanya gersang. Ia meninggalkan karier duniawi untuk menyendiri dan mencari hakikat. Dalam Ihya Ulumuddin, ia berkata:
“Aku mempelajari banyak ilmu, tapi tidak ada yang lebih bermanfaat selain ilmu yang membuatku takut akan akhirat.”

2. Pekerjaan: Ladang Amal dan Pintu Keberkahan
Sebagian orang mengira bahwa bekerja hanya urusan dunia. Padahal jika diniatkan dengan benar, pekerjaan adalah ibadah terbesar yang menyambung hidup dan memberi manfaat.
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil kerja tangannya sendiri.”
(HR. Bukhari)
Pekerjaan menjadi jalan tembus menuju Allah jika:
• Diniatkan untuk mencari nafkah halal, bukan menumpuk kekayaan.
• Dikerjakan dengan jujur, disiplin, dan tanggung jawab.
• Dihiasi dengan dzikir, syukur, dan tidak meninggalkan ibadah.
• Menjadi sarana pelayanan kepada makhluk, bukan eksploitasi.
Tak sedikit para wali yang bekerja sebagai petani, tukang, atau pedagang, namun karena niat dan hati mereka lurus, pekerjaan mereka menjadi zikir yang berjalan.
Teladan Agung: Nabi Idris عليه السلام
Beliau adalah seorang nabi dan juga penjahit. Disebut dalam riwayat, setiap tusukan jarumnya disertai dzikir kepada Allah. Ia adalah contoh bahwa kesibukan dunia tidak harus menghalangi kedekatan dengan Tuhan.

3. Kekuasaan: Amanah Berat, Tapi Bisa Menjadi Tangga ke Surga
Kekuasaan adalah ladang ujian terbesar. Banyak orang tersesat karenanya, tapi sedikit yang menjadikannya sarana untuk naik derajat di sisi Allah. Seorang pemimpin yang adil akan mendapat naungan di hari kiamat:
“Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, salah satunya: pemimpin yang adil.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Kekuasaan menjadi jalan tembus jika:
• Dianggap amanah, bukan kehormatan.
• Digunakan untuk menegakkan keadilan, bukan membela kepentingan pribadi.
• Membela rakyat kecil, bukan memperkaya keluarga.
• Membuat pemimpin semakin takut kepada hisab, bukan semakin pongah.
Teladan Agung: Umar bin Abdul Aziz
Ia bisa hidup mewah, tapi ia memilih kesederhanaan. Ia bisa memaksakan kehendak, tapi ia memilih keadilan. Dalam dua tahun kekuasaannya, bumi seakan diselimuti keberkahan. Ia sering menangis di malam hari dan berkata:
“Andai tidak ada akhirat, aku tidak akan takut. Tapi aku tahu, hisab Allah sangat berat.”

Refleksi: Dimanapun Engkau Berdiri, Engkau Bisa Menuju Allah
Tidak semua orang menjadi ulama. Tidak semua menjadi penguasa. Tapi setiap orang pasti punya ilmu, pekerjaan, atau pengaruh. Jika semua itu diarahkan kepada Allah, maka semuanya bisa menjadi tangga menuju surga.
Allah tidak memandang di mana posisi kita, tapi bagaimana niat dan amal kita. Bahkan seorang tukang sapu pun bisa lebih mulia dari seorang menteri jika ia bekerja dengan ikhlas dan takut kepada Allah.

Penutup: Satu Tujuan, Ribuan Jalan
Setiap langkah kita bisa menjadi jalan tembus menuju Allah—asal hati kita tulus dan niat kita lurus. Ilmu, pekerjaan, dan kekuasaan adalah alat, bukan tujuan. Tujuan kita hanya satu:
“Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 156)
Wahai pencari Tuhan, jangan remehkan tempatmu berdiri. Di balik meja kerja, di ruang kelas, di balik mimbar, di ruang rapat, atau di tengah pasar – di situlah bisa jadi engkau menembus langit, jika hatimu terpaut kepada Allah.
Maka, jadikan dunia sebagai kendaraan, bukan rumah.

Jadikan pekerjaan sebagai ibadah, bukan pengalihan. Jadikan kekuasaan sebagai pengabdian, bukan panggung pujian.
Dan tembuslah, wahai jiwa menuju Allah dan negeri akhirat yang kekal.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)

Opini

×
Berita Terbaru Update