×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lima Tahun Lagi RI Swasembada Energi: Realistiskah Untuk Negeri Demokrasi Kapitalistik?

Kamis, 08 Mei 2025 | 11:14 WIB Last Updated 2025-05-08T04:14:28Z
TintaSiyasi.id -- Swasembada adalah cita-cita setiap bangsa dan negara. Semua negara selalu berupaya mewujudkan swasembada, baik pangan, energi, dan sebagainya. Begitu pun heroiknya pidato Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto. Prabowo Subianto mengingatkan, dunia saat dikendalikan oleh yang kuat akan memaksa yang lemah.
 
Oleh karena itu, Indonesia harus bisa mandiri agar tidak tergantung negara lainnya. Kita harus sadar bahwa Indonesia selalu akan diganggu dan sedang diganggu. "Kita tidak ganggu bangaa lain, tapi bangsa lain mengganggu kita. Kenapa? Karena kita kaya," kata Prabowo saat berpidato dalam acara Halal BiHalal dengan Purnawirawan TNI AD dan Keluarga Besar TNI-Polri di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa (6-5-2025) sore WIB yang dikutip Republika. 

Menurut Prabowo, Indonesia adalah negara yang memiliki kandungan mineral lengkap. Termasuk juga memiliki komoditas unggulan kelapa sawit. Oleh karena itu, ia ingin memanfaatkan semua potensi kekayaan itu demi kesejahteraan rakyat Indonesia. “Negara kita sesungguhnya tidak perlu impor BBM, hampir 40 miliar dolar (AS) satu tahun. Padahal kita sebenernya tidak perlu impor. Dan, saya dalam pemerintahan yang saya pimpin dalam lima tahun yang akan datang, harus swasembada BBM, swasembada energi,” ucap Prabowo menegaskan.

Dia memahami, tekadnya itu pasti akan dibahas sejumlah pihak. Namun, tegas Prabowo, Indonesia harus bisa berdiri di kaki sendiri dan memenuhi pasokan BBM di negeri kelapa sawit. "Nanti ada yang bertanya apa bisa? Harus bisa. Merdeka atau mati! Berdiri di atas kita sendiri. Kita tidak mau jadi kacungnya bangsa lain kalau yang mau silakan, saya tidak mau," kata Prabowo.

Apa yang disampaikan Prabowo adalah benar dan cita-cita seluruh bangsa. Namun, fakta, kenyataan di lapangan, dan kebijakan yang ditetapkan oleh negara benar-benar kontradiksi, bahkan seperti sedang berkhayal. Bagaimana mungkin swasembada energi terwujud di dalam sistem demokrasi kapitalisme? Padahal, sistem inilah yang menjadi pintu gerbang alias karpet merah yang membebaskan asing alias pihak swasta menguasai sepenuhnya sumber energi yang ada di negeri ini? Jika lima tahun ke depan kran pengelolaan swasta tidak distop. Andai perusahaan swasta asing tidak diusir dari negeri ini, apa yang disampaikan Prabowo hanyalah pemanis bibir semata.

Kontradiksi Impian Swasembada Energi terhadap Kebijakan Kapitalistik yang Diterapkan Sistem Demokrasi Kapitalisme

Ucapan yang berapi-api Bapak Presiden Prabowo Subianto soal swasembada energi patut diapresiasi dan hal itu adalah cita-cita seluruh bangsa. Namun, kenyataannya kontradiksi dan kebijakan yang ditetapkan oleh negara benar-benar inkonsistensi terhadap impian swasembada energi. Ingin swasembada energi tetapi menyerahkan pengelolaan sumber daya alam dan kekayaan negara kepada pihak swasta. Apalagi swasta asing alias perusahaan asing, ini sama saja bunuh diri. Bagaikan orang tua yang menyerahkan harta kekayaan kepada orang asing, bukan kepada anak kandung atau keluarganya sendiri. 

Begitulah gambaran pemerintah negeri ini, mereka ingin swasembada energi tetapi malah melakukan kapitalisasi atau swastanisasi energi. Swasembada energi bagaikan khayalan di negeri demokrasi kapitalisme. Faktanya, banyak sekali sumber daya alam jatuh ke tangan asing. Seperti Freeport Amerika yang menguasai tambang emas. ExxonMobil Amerika menguasai minyak bumi. Shell Belanda menguasai minyak bumi juga. Belum lagi tambang batu bara yang dikuasai perusahaan milik oligarki. Bagaimana bisa swasembada energi kalau faktanya begini? Sekalipun ada yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetapi porsinya sangat kecil dan terbatas. 

Sementara makna swasembada dalam konteks Indonesia, berarti kemampuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri, terutama dalam hal energi. Ini adalah konsep yang menekankan kemandirian dan tidak bergantung pada impor dari negara lain. Bagaimana bisa mandiri jika BBM masih impor? Bagaimana bisa berdikari jika sumber daya alam dikapitalisasi dari hulu sampai hilir? Bahkan, parahnya lagi, negara kita memosisikan diri sebagai pengimpor atas sumber daya alam yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan asing tersebut? 

Bayangkan, perusahaan asing menggali dan mengambil sumber energi dari wilayah Indonesia. Namun, ketika sudah diolah menjadi BBM mereka menjual ke negeri ini dengan harga BBM standar internasional alias standar yang mereka tetapkan sendiri. Mengapa pemerintah tidak langsung mengelola sumber energi tersebut? Jika pun harus impor alat-alat berat untuk membantuk pengelolaan tidak mengapa, tetapi konsensi pengelolaan tetap sepenuhnya di tangan pemerintah Indonesia, bukan diberikan kepada swasta asing. 

Oleh karena itu, impian swasembada energi di dalam sistem demokrasi kapitalisme hanyalah pepesan kosong. Semua hanya paradoks yang mengkhianati realitas yang ada. Mendambakan kemandirian pengelolaan energi tetapi malah mengkhianatinya dengan menyerahkan konsensinya ke swasta asing. Inilah yang menyebabkan negeri ini terus terjajah dan menghamba kepada penjajah. Berbagai regulasi hadir hanya untuk memuluskan kepentingan asing menguasai sumber energi yang ada di negeri ini. Sebagai contohnya adalah UU Migas, UU Minerba, UU Ciptaker alias Omnibus Law, dan UU lainnya adalah segala perangkat yang membuat sumber daya alam di negeri ini "dirampok" swasta asing.

Dampak Kapitalisasi Energi terhadap Aspek Politik, Ekonomi, dan Sosial

Dampak kapitalisasi energi atau sumber daya alam di negeri adalah kemiskinan dan ketidakadilan yang tampak nyata di negeri ini. Pertama, dalam aspek politik, sistem demokrasi kapitalisme telah menetapkan kebijakan pro kapitalis yang diatasnamakan rakyat. Mereka mengesahkan berbagai regulasi, kebijakan, dan undang-undang untuk memuluskan kepentingan kapitalis melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Inilah wajah yang sesungguhnya undang-undang di negeri ini bernafaskan kepentingan para pengusaha asing dan menelikung kepentingan rakyat yang menjadi hajat hidup masyarakat.

Secara politik, negeri ini berada dalam cengkeraman dan kendali para kapitalis, baik kapitalis yang ada di dalam negeri dan kapitalis global yang dipimpin Barat dan sekutunya dalam menancapkan kepentingan politik mereka. Bahkan sistem demokrasi kapitalisme yang dikampanyekan Barat hari ini telah menjadi alat penjajahan gaya baru (neoimperialisme). Tidak perlu mengeluarkan moncong senjata, justru dengan sistem tersebut, negara menyerahkan sumber daya alam kepada mereka secara sukarela. 

Kedua, dampak kapitalisasi energi terhadap aspek ekonomi adalah kemiskinan struktural dan kondisi ekonomi negeri tidak akan pernah bisa maju. Bagaimana ekonomi bisa membaik apabila sumber energi yang bisa menjadi sumber pemasukan negara malah dikuasai kapitalis asing? Di saat yang sama, rakyat diminta membeli hasil olahan energi yang telah dikuasai perusahaan asing dari hulu sampai hilir.

Sistem ekonomi demokrasi kapitalisme telah menjadikan pajak sebagai tulang punggung pembiayaan negara. Apalagi pendapatan dari pajak kurang, negara utang riba ke asing. Pertanyaannya, mengapa sumber daya alam yang melimpah tidak dikelola negara demi memenuhi kebutuhan pengelolaannya? Jawabannya sederhana, karena pemerintah malas ribet dan mereka lebih memilih menyerahkan konsensi pengelolaan ke asing daripada dikelola sendiri karena keserakahan pihak swasta asing yang difasilitasi oleh undang-undang negara. 

Ketiga, dampak sosial yang nyata adalah maraknya kriminalitas dan kejahatan di berbagai level kehidupan. Kesulitan ekonomi menyebabkan tatanan sosial rusak, karena kejahatan muncul di mana-mana. Sistem ekonomi kapitalisme adalah sistem yang jahat karena mengakomodasi keserakahan para kapitalis, sehingga menciptakan kejahatan di berbagai tingkatan kehidupan. Dampak nyata adalah kerusakan moral dan tatanan sosial di tengah masyarakat. 

Swasembada energi apabila tidak diimbangi dengan kebijakan atau aturan yang adil hanyalah mimpi di siang bolong. Padahal kerusakan nyata diciptakan sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Sistem ini membangkang titah keadilan dan bertindak semena-mena mencaplok hajat hidup masyarakat, menguasai sumber daya alam, dan memprivatisasi ruang publik. Sungguh jika sistem ini dibiarkan berjalan kerusakan di negeri ini makin parah, utang menggunung, rakyat dicekik dengan berbagai pungutan pajak, dan kesejahteraan tidak akan mungkin tercipta dalam sistem ini.

Strategi Islam dalam Mewujudkan Swasembada Energi

Dalam Islam sumber energi wajib dikelola negara dan haram diserahkan konsensinya kepada asing. 

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Islam adalah keyakinan yang melahirkan berbagai aturan yang adil dan tidak menzalimi semesta. Allah Swt. sebagai pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan Maha Mengetahui yang terbaik untuk mereka. Seperti dalam pengelolaan energi, Islam menyerahkan pengelolaan tersebut kepada negara. Dikelola negara dan dikembalikan atau didistribusikan kembali kepada umat. Tidak seperti yang terjadi di sistem demokrasi kapitalisme, energi dikuasai individu atau perusahaan asing dan dikapitalisasi. Inilah yang menyebabkan kezaliman luar biasa di dunia ini.

Oleh karena itu, dalam mengelola energi, Islam menegaskan larangan pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta karena inilah sumber kezaliman di dalam negeri. Hal ini pula yang menyebabkan kesejahteraan tidak mungkin terwujud dalam sistem demokrasi kapitalisme. Ketika hukum pengelolaan negara diserahkan kepada hawa nafsu manusia, maka kerusakanlah yang terjadi. 

اِنَّآ اَنْزَلْنَا التَّوْرٰىةَ فِيْهَا هُدًى وَّنُوْرٌۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّوْنَ الَّذِيْنَ اَسْلَمُوْا لِلَّذِيْنَ هَادُوْا وَالرَّبَّانِيُّوْنَ وَالْاَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوْا مِنْ كِتٰبِ اللّٰهِ وَكَانُوْا عَلَيْهِ شُهَدَاۤءَۚ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗوَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ

"Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir." (Al-Maidah: 44).

Sungguh jelas, perintah di dalam Al-Qur'an menyeru agar memutuskan berbagai perkara dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. kepada Rasul-Nya yakni hukum Islam. Hanya Allah yang berhak mengatur manusia, dan hanyalah Allah yang tahu yang terbaik untuk segala makhluk-Nya. Oleh karena itu, jika memang ingin melakukan swasembada energi, tidak ada jalan lain kecuali dengan menerapkan syariat dan hukum-hukum Islam secara totalitas dalam berbagai aspek kehidupan. Penerapan Islam dalam bentuk negara adalah dengan menegakkan sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad saw. yakni Khilafah Islamiah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. 

Pertama. impian swasembada energi di dalam sistem demokrasi kapitalisme hanyalah pepesan kosong. Semua hanya paradoks yang mengkhianati realitas yang ada. Mendambakan kemandirian pengelolaan energi tetapi malah mengkhianatinya dengan menyerahkan konsensinya ke swasta asing. Inilah yang menyebabkan negeri ini terus terjajah dan menghamba kepada penjajah. Berbagai regulasi hadir hanya untuk memuluskan kepentingan asing menguasai sumber energi yang ada di negeri ini. Sebagai contohnya adalah UU Migas, UU Minerba,  UU Ciptaker alias Omnibus Law, dan UU lainnya adalah segala perangkat yang membuat sumber daya alam di negeri ini "dirampok" swasta asing.

Kedua. Swasembada energi apabila tidak diimbangi dengan kebijakan atau aturan yang adil hanyalah mimpi di siang bolong. Padahal kerusakan nyata diciptakan sistem demokrasi kapitalisme sekuler. Sistem ini membangkang titah keadilan dan bertindak semena-mena mencaplok hajat hidup masyarakat, menguasai sumber daya alam, dan memprivatisasi ruang publik. Sungguh jika sistem ini dibiarkan berjalan kerusakan di negeri ini makin parah, utang menggunung, rakyat dicekik dengan berbagai pungutan pajak, dan kesejahteraan tidak akan mungkin tercipta dalam sistem ini.

Ketiga. Sungguh jelas, perintah di dalam Al-Qur'an menyeru agar memutuskan berbagai perkara dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. kepada Rasul-Nya yakni hukum Islam. Hanya Allah yang berhak mengatur manusia, dan hanyalah Allah yang tahu yang terbaik untuk segala makhluk-Nya. Oleh karena itu, jika memang ingin melakukan swasembada energi, tidak ada jalan lain kecuali dengan menerapkan syariat dan hukum-hukum Islam secara totalitas dalam berbagai aspek kehidupan. Penerapan Islam dalam bentuk negara adalah dengan menegakkan sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad saw. yakni Khilafah Islamiah.

Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 7 Mei 2025. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#LamRad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Opini

×
Berita Terbaru Update