“Itu (mantan presiden turun langsung memimpin partai
yang saat ini dipimpin anaknya sendiri) adalah bentuk absurditas di dalam
politik,” jelasnya dalam acara Politik Update: Jika Jokowi Ketum PSI… di
kanal YouTube Khilafah News, Jumat (23/05/2025).
“Yang menunjukkan bahwa ambisi kekuasaan itu ternyata
tidak bisa di kendalikan. Jadi istilahnya nafsu untuk berkuasa itu tetap diumbar dengan mengambil
berbagai kondisi yang sangat-sangat
ironi,” jelasnya.
Ia menegaskan
bahwa mereka digerakkan bukan dengan
gagasan, tetapi mereka digerakkan dengan modal kekuatan kapital semata.
“Saya kira kita berbicara pada sebuah nafsu serakah
untuk berkuasa yang sangat-sangat tidak mewakili kepentingan mayoritas besar
rakyat. Karena dia juga tidak masuk dalam jajaran Senayan DPR. Karena memang tidak cukup mewakili kepentingan yang
dimaksud oleh rakyat itu sendiri,” terangnya.
“Saya setuju kalau kemudian sampai terjadi, ini
mungkin untuk pertama kalinya bapak menggantikan anak. Tetapi yang menjadi
pertanyaan penting, seberapa besar kemudian itu
bermanfaat untuk rakyat ini? Bahkan saya ingin mengatakan apa yang sudah
dilakukan oleh PSI hari ini, sebenarnya adalah merupakan sesuatu yang justru malah merugikan kepentingan rakyat,”
imbuhnya.
Riyan menegaskan hal tersebut bukan memberikan
manfaat kepada rakyat dalam arti memberikan gagasan-gagasan yang
benar-benar berpihak kepada rakyat, karena selama ini dia hanya bergantung
kepada kepentingan-kepentingan segelintir elit.
Partai Absurd vs Partai Ideologis
Riyan menerangkan, sudah sangat jelas bahwa harusnya
orang berpartai itu memiliki gagasan
dalam bentuk ideologi. “Menjadikan partai tadi itu sebagai representasi
daripada gagasan yang di miliki. Partai itu menjadi contoh pendidikan politik di tengah-tengah
masyarakat yang membutuhkan berbagai pendampingan,” bebernya.
“Malah justru mereka menari di atas ketidakpahaman
masyarakat tentang masalah itu. Tetapi dia mengklaim bahwa dirinya tetap
mewakili rakyat tadi. Ini yang saya kira pelajaran buruk dalam konteks
pendidikan politik, di mana sebuah partai justru kemudian bergerak hanya karena
nafsu keserakahan dan karena guliran
dana saja,” terangnya.
Ia menambahkan, berpartai bukan dengan membeli suara
rakyat dengan kucuran-kucuran dana
yang justru tidak mendidik kepada rakyat itu sendiri. “Artinya rakyat
disuguhi sebuah teater yang
sangat-sangat memalukan,” lugasnya.
Riyan mencontohkan yang seharusnya, “Katakanlah kalau
seorang Muslim dia ingin implementasikan
pemikiran-pemikiran ideologisnya dalam sudut pandang Islam, maka dia pasti akan
membentuk partai yang sifatnya ideologis di dalam konteks mengimplementasi
gagasan dan dia berusaha untuk
mengedukasi masyarakat agar masyarakat itu benar-benar memahami apa yang
menjadi kehendak daripada Islam.”
Wajah Asli Demokrasi
Riyan menjelaskan, melihat dari kasus PSI, bagaimana
sebuah partai boleh dibilang partai gurem, tetapi kemudian
digerakkan dengan modal dan juga dengan tata kelola yang sangat absurd dan
sangat kacau.
“Menurut saya itu
semakin memperparah bahwa memang jangankan demokrasi, artinya demokrasi saja sudah sudah buruk. Ini dia di
bawah itu lebih buruk lagi. Artinya apa? Berarti kalau begitu kita melakukan
bunuh diri politik kalau tetap mempertahankan sistem dan mekanisme tata kelola kenegaraan, juga tata kelola
kepartaian,” katanya.
Ia mengajak,
berkali-kali disampaikan dalam banyak kesempatan, “Inilah saatnya Islam
untuk tampil agar kemudian umat ini tidak terjebak. Siapapun yang kemudian
memahami bahwa Islam itu memiliki aturan yang sempurna, maka dia harus kemudian
meninggalkan demokrasi dan justru kemudian membangun arah baru kepartaian dan
arah baru dalam tata kelola kenegaraan yaitu dengan Islam,” tegasnya.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah sallallahu
alaihi wasallam ketika kemudian beliau mencontohkan dengan sangat elegan,
memperjuangkan gagasan. Dan kemudian melakukan langkah-langkah politik itu
dengan memperhatikan berbagai
aturan-aturan yang dikemukakan oleh Islam itu sendiri dan tidak menghalalkan
segala cara, apalagi mengandalkan uang.
“Kalau orang bicara demokrasi, sebenarnya hari ini
kita sudah tidak mendapatkan demokrasi kalau yang dimaksud demokrasi itu dari
oleh dan untuk rakyat. Karena apa? Dari sejak lahirnya demokrasi itu adalah
memang berpihaknya bukan kepada rakyat, tetapi kepada para pemilik modal. Nah,
yang membuat kita justru harus semakin sadar hari ini, bahwa sampai kapan mau
ditipu dengan sistem yang memang cacat dari sejak lahir?” pungkasnya.[] Sri
Nova Sagita