Ukhuah bukan
hanya tentang senyum dan sapa. Ia adalah ikatan hati yang tumbuh karena
keimanan, yang melahirkan kepedulian, solidaritas, dan kekuatan kolektif.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membangun Madinah bukan semata dengan
strategi, tetapi dengan ukhuah—antara Muhajirin dan Ansar, antara sahabat dan
masyarakat yang berbeda latar belakang.
Kemenangan
Sejati Bukan Sekadar Menang di Medan Laga
Kemenangan
sejati bukan hanya ketika kita mengalahkan musuh. Kemenangan sejati adalah
ketika kita mampu mengalahkan ego, menyatukan barisan, dan berjalan bersama
menuju rida Allah. Ukhuah itulah pondasinya. Tanpa ukhuah, umat ini rapuh.
Dengan ukhuah, umat ini kokoh bagai bangunan yang saling menguatkan.
Ukhuah
Membangun Jiwa Pejuang
Saat ukhuah
mengalir dalam jiwa, engkau tak akan pernah merasa sendiri dalam perjuangan. Tangismu
ada yang menemani, lelahmu ada yang menguatkan, dan doamu ada yang mengamini.
Maka bangkitlah, wahai jiwa-jiwa yang merindukan kemenangan! Genggam tangan
saudaramu, satukan visi dan langkah, karena perjuangan tak pernah dimenangkan
oleh mereka yang berjalan sendiri.
Langkah Nyata
Menuju Ukhuah yang Hakiki
Mulailah dari
diri sendiri. Buang prasangka. Semaikan husnuzan. Ringankan lisan untuk
mendoakan, bukan mencela. Buka hati untuk memaafkan, bukan membenci. Karena ukhuah
adalah cermin keimanan: Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (HR Bukhari dan
Muslim)
Akhirnya…
Mari kita
tanamkan kembali semangat ukhuah di hati-hati kita. Sebab ketika ukhuah tumbuh,
kekuatan umat bangkit. Dan saat kekuatan umat bangkit, kemenangan sejati bukan
lagi sekadar harapan, tetapi sebuah keniscayaan.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku
Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo