Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Indonesia Gelap: Buah Pahit Penerapan Sistem Demokrasi

Minggu, 02 Maret 2025 | 16:35 WIB Last Updated 2025-03-02T09:35:18Z

TintaSiyasi.id -- Tagar #IndonesiaGelap mendadak trending di jagat media sosial. Tagar ini merupakan tindak lanjut dari aksi yang dilakukan oleh mahasiswa pada tanggal 20 Februari lalu. Diberitakan terdapat ribuan mahasiswa yang berasal dari beberapa kampus berkumpul dan melakukan orasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta. Kerumunan mahasiswa menyampaikan aspirasi yang mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah, diantaranya adalah efisiensi anggaran (cnnindonesia.com,20/2/2025). Aksi mahasiswa tersebut menuntut pencabutan atas Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terkait penetapan pemangkasan anggaran yang dianggap telah merugikan rakyat selain itu juga pencabutan pasal yang terdapat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pertambagan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) bagi perguruan tinggi untuk terlibat bisnis tambang (tirto.id, 18/2/2025).

Aksi mahasiswa menolak kebijakan yang dianggap merugikan rakyat patut kita apresiasi. Meski tidak sedikit juga pihak yang memandang sebelah mata aksi ini karena melihat tidak ada urgensitasnya. Tagar “Indonesia Gelap” juga menjadi indikasi bahwa kondisi negeri ini penuh dengan karut marut. Banyak persoalan muncul di sekitar kita yang jelas merugikan namun dipandang lumrah karena ditopang oleh undang-undang. Isu yang disuarakan juga lekat dengan keberlangsungan hidup rakyat, seperti kelangkaan gas melon, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan juga pemangkasan anggaran bagi program sosial dan kesejahteraan rakyat. Tuntutan peserta aksi juga menyoroti problematika dalam aspek pendidikan, kesehatan dan juga lapangan pekerjaan. Aksi tidak hanya dilakukan di ibukota tetapi juga dilakukan di beberapa daerah lainnya.

Tuntutan yang diserukan dalam aksi bertajuk “Indonesia Gelap” bukanlah tanpa latar belakang. Kebijakan yang dibuat oleh penguasa jelas telah mencederai hati rakyat. Masyarakat menyadari adanya persoalan di negeri ini, mereka menginginkan adanya perubahan menuju perbaikan namun apakah dengan serta merta perubahan akan diraih tentu tidak demikian. Perubahan meniscayakan adanya pemahaman yang utuh tentang fakta kerusakan, fakta perubahan yang ingin dicapai, dengan apa meraihnya dan bagaimana cara mewujudkannya. Jika kita cermati, keinginan menjadikan Indonesia lebih baik dengan sebatas melakukan perombakan pemimpin tentu tidak menyentuh akar masalah. Terlebih saat tuntutan mengarah pada perjuangan demokrasi yang adil dan berorientasi nilai kerakyatan. Mengapa demikian?

Pemimpin atau penguasa hanyalah individu yang menjalankan aturan. Aturan itulah yang kemudian mengikat siapa saja untuk tunduk dan patuh, terlepas dari nilai kebenaran atau kebatilan yang terkandung di dalamnya. Maka esensi dari baik atau buruknya kualitas kehidupan masyarakat sangat bergantung pada aturan yang mereka terapkan. Jikaa aturannya baik niscaya baik pula masyarakat, sebaliknya jika aturannya rusak maka demikian pula masyarakat yang menerapkannya. Penentuan kadar baik dan buruk haruslah berasal dari Dzat yang Maha Mengetahui tentang hakikat kebenaran, disinilah manusia membutuhkan petunjuk Allah SWT. Sebab, jika ukuran baik dan buruk diserahkan kepada manusia maka akan sangat relatif terlebih potensi akal yang lemah dan terbatas.

Sistem demokrasi adalah aturan yang batil karena bersumnber dari akal manusia. Realitasnya, demokrasi tidak pernah berhasil menyejahterakan masyarakat secara menyeluruh. Demokrasi hanya berkutat pada kepentingan segelintir elit karena memang demokrasi membutuhkan eksistensi pemilik modal untuk melanggengkan para penguasa. Rakyat hanya bagian kecil dari sistem ini yang tidak punya pengaruh kecuali saat suaranya dibutuhkan menjelang pemilihan umum. Adapun jargon “suara rakyat suara Tuhan” tak pernah terbukti, setidaknya ini dapat kita indera pada kesulitan hidup rakyat di tengah hedonnya para penguasa, ironis. Tidak ada bedanya antara demokrasi liberal maupun demokrasi kerakyatan, karena keduanya sama-sama bersumber dari akal manusia yang lemah, tak punya pijakan yang benar.

Perubahan sejatinya harus berasal dari Islam. Islam dengan kesempurnaan syariatnya bersumber dari Allah SWT, Dzat yang Maha Benar. Allah SWT berfirman dalam QS Al An’am ayat 57 yang artinya, “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik.” Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menginginkan perbaikan dan perubahan hidup di tengah masyarakat hanya dengan diterapkannya aturan Allah. Teruntuk para mahasiswa dan siapa saja yang menginginkan negeri ini menjadi lebih baik tidak ada pilihan lain kecuali kita berjuang untuk tegaknya syariat Islam. Suramnya wajah negeri ini adalah buah pahit penerapan sistem demokrasi. Demokrasi telah terbukti gagal mewujudkan tatanan kehidupan yang luhur sehingga sangat tak layak untuk kita langgengkan. 

Para mahasiswa sebagai agent of change memiliki andil besar sebagai penyeru kebaikan. Mahasiswa adalah potret pemuda tangguh yang akan menyerahkan seluruh potensi terbaiknya bagi perjuangan Islam. Maka sudah saatnya para mahasiswa bersemangat dalam memahami Islam dan bangga dengan keislamannya. Mari kita terangi Indonesia dengan cahaya Islam, Allahu Akbar! []


Oleh: Resti Yuslita, S.S.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update