TintaSiyasi.id -- Tidak terasa, waktu terus bergulir dan membawa kita ke penghujung tahun 2024 dan memasuki tahun 2025, sehingga pantaslah untuk meluangkan waktu sejenak untuk merefleksikan perjalanan hidup, baik secara individu maupun kolektif dalam bermasyarakat dan bernegara.
Baru-baru ini terjadi bencana banjir dan longsor di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, pada 19 Desember, mengakibatkan kerusakan parah di tujuh kecamatan, empat kelurahan, dan 13 desa, termasuk 11 rumah rusak dan satu orang dilaporkan hilang. (cnnindonesia.com, 21/12/2024)
Sebelumnya, menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sebanyak 637 rumah penduduk terkena dampak banjir pada Jumat, 20 Desember. Dua di antaranya bahkan hanyut terbawa arus banjir. (detik.com, 21/12/2024)
Pada beberapa waktu lalu, kepanikan melanda masyarakat ketika longsor berskala besar terjadi di Dusun Depok, Kecamatan Suruh, Trenggalek. Longsoran tersebut menghancurkan lereng di sisi selatan hingga kedalaman 2 meter, memicu pergerakan tanah di radius 200 meter. Awalnya, delapan rumah dan satu musala rusak, dengan 23 jiwa mengungsi. Namun, situasi memburuk ketika lereng seluas 5 hektare longsor, menyebabkan kerusakan yang jauh lebih parah dan meluas. (detik.com, 20/12/2024)
Indonesia saat ini dihadapkan pada serangkaian musibah yang tidak berkesudahan, meliputi banjir, longsor, gempa bumi, dan bencana alam lainnya. Musibah-musibah ini mengingatkan akan kerentanan manusia di hadapan kekuasaan Allah Swt. Kehilangan nyawa dan harta benda menjadi peringatan bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita.
Musibah tersebut tidak hanya disebabkan faktor alam, akan tetapi juga ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Contohnya, banjir bandang yang dipicu oleh penebangan pohon secara liar tanpa reboisasi dan membuang sampah sembarangan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran lingkungan dan tanggung jawab sosial untuk mencegah bencana dan menjaga kelestarian alam.
Mengapa Bencana Terjadi? Ini Perspektif Islam!
Sebagai umat Islam, wajib untuk mengacu pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan, termasuk bencana alam dan musibah. Sumber utama tersebut merupakan pedoman, petunjuk hidup, dan kebenaran absolut. Keyakinan terhadap ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah merupakan kebenaran yang wajib diyakini oleh seorang muslim. Keyakinan ini menjadi identitas, fondasi penting, dan perilaku muslim.
Al-Qur'an dan As-Sunnah menjelaskan bahwa bencana alam dan azab Allah disebabkan oleh kemaksiatan yang meluas. Firman Allah Swt., di dalam Al-Qur'an surah Al-Qashash ayat 59, yang artinya: "Dan tidaklah Kami menghancurkan suatu negeri melainkan karena kesalahan penduduknya sendiri." Lalu Al-Qur'an surah Al-'Araf ayat 96, yang artinya: "Dan jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami menyiksa mereka sesuai perbuatan mereka."
Berbagai hadis menjelaskan bahwa maksiat merupakan penyebab bencana alam dan azab. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, yang artinya "Sesungguhnya jika manusia melihat kemunkaran tapi tidak menghentikannya, Allah Swt., akan menimpakan hukuman secara menyeluruh."
Beliau juga bersabda pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, yang artinya: "Jika suatu kaum membiarkan kemaksiatan tanpa upaya memberantasnya, padahal mereka mampu, maka Allah khawatirkan akan menurunkan siksa-Nya kepada seluruhnya." Bahkan, riwayat lain menekankan bahwa orang-orang yang tidak melakukan kemaksiatan jauh lebih banyak daripada yang melakukannya.
Kemaksiatan sering kali muncul ketika manusia mengabaikan kewajiban ibadah kepada Allah Swt., terjebak dalam kesenangan dan kenikmatan dunia, serta melalaikan kewajiban spiritual seperti salat berjamaah, membaca Al-Qur'an, berdoa, berzikir dan membayar zakat, dan sebagainya.
Selain itu, praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, takhayul dan ajaran yang bertentangan dengan Islam berkembang pesat. Praktik bid'ah dalam ibadah juga menjadi tradisi yang diterima dalam kehidupan sehari-hari. Kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, perzinaan, pemerkosaan, pencurian, korupsi, dan konsumsi minuman keras kian meluas. Krisis moral melanda masyarakat, ditandai dengan penipuan, manipulasi, ghibah, penghinaan dan fitnah.
Allah Swt., menurunkan bencana alam dan musibah sebagai peringatan agar manusia menyadari tujuan hakiki tentang kehidupan, tidak serakah dalam meraup kekayaan alam, bersyukur atas nikmat yang diberikan, dan bertaubat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Akhirnya, mari kita berefleksi (introspeksi diri) terhadap berbagai musibah yang menimpa tanah air selama ini. Allah Swt., mendatangkan musibah sebagai peringatan dan teguran atas maksiat yang meluas dan tidak terkendali. Hal ini bertujuan agar kita menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan, termasuk kelalaian dalam menjalankan kewajiban amar makruf nahi munkar.
Musibah ini juga menjadi panggilan untuk bertaubat dan kembali ke jalan Islam yang menyeluruh dan sempurna. Jangan berputus asa dari rahmat Allah Swt., dan berpaling dari syariat-Nya. Layaknya bangkit dan memperjuangkan Islam di tengah-tengah umat. Agar umat memahami betapa pentingnya kehadiran Negara Islam (Khilafah), yaitu sistem kehidupan yang berasal dari Allah sebagai Sang Pencipta (Al-Khaliq) dan Sang Pengatur (Al-Mudabbir). Rahmat Allah untuk seluruh alam, bukan hanya untuk muslim sahaja, sehingga potensi bencana alam berkurang seiring dengan ketaatan manusia kepada Allah Swt.
Wallahu A'lam Bish-Shawwab
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah C.H., S.E.
Pembina IBS Insantama Bogor