Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perubahan Nama Pinjol ke Pindar, Apa Esensinya?

Rabu, 18 Desember 2024 | 13:18 WIB Last Updated 2024-12-18T06:19:21Z
TintaSiyasi.id -- Sebagaimana kita ketahui sebagain orang memanfaatkan pinjaman online (pinjol) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau memenuhi gaya hidup mereka. Adapun pinjol yang legal maupun ilegal. Berbagai kalangan hampir terlibat pinjol seperti ibu rumah tangga, remaja, guru, ojol, pedagang dan lainnya, mirisnya yang paling banyak terlilit pinjol adalah anak muda usia 19 sampai 34 tahun.

Maraknya kasus bunuh diri di kalangan masyarakat yang terlilit utang dari pinjol, memang menjadi hal negatif sendiri, oleh karenanya Pemerintah mengubah nama dari pinjol ke pindar (pinjaman daring) yang telah berizin OJK.

Dilansir dari Tribunlombok (17/12/2024). Direktur IT dan Operasional 360Kredi Defrian Afdi menjelaskan, perubahan nama pinjol jadi pindar sebenarnya tidak terlepas dari dampak yang dirasakan oleh pelaku industri fintech, yang saat ini di tengah masyarakat memiliki citra negatif.

Sejatinya perubahan istilah pinjaman ini tidaklah bermanfaat bagi rakyat, selain mengandung bunga, yang katanya tidak tinggi, serta terlihat pemerintah tidak tulus dalam mengurus rakyatnya, rakyat hanya dimanfaatkan saja cuannya supaya perputaran uang terus berjalan. 

Dilansir dari kompas.com (17/12/2024) Adapun sampai Oktober 2024, laba industri fintech lending tercatat senilai Rp 1,09 triliun, atau tumbuh dibandingkan posisinya pada September 2024 di kisaran Rp 806,05 miliar. 

Dengan adanya pinjaman online maupun pinjaman daring (Pindar) sejatinya bukan solusi atas malasah masyarakat. Alih-alih membantu, pindar makin menyengsarakan rakyat. Yakni pemerintah masih menetapkan bunga, artinya bukan membantu namun mencekik perlahan. 

Kemudian fakta pinjol di masyarakat yang meresahkan, adanya kebolehan mengakses data pribadi, sehingga ketika seseorang yang berutang telat bayar utang akan diteror dari berbagai kalangan, marak penipuan seperti pinjol yang mengaku sudah dilegalisasi OJK (otoritas jasa keuangan), padahal belum. 

Pinjol juga membuat seseorang depresi hingga berujung bunuh diri, dari mulai cara menagihnya yang kasar, meneror, dan lainnya. Adanya penipuan berkedok mentransfer sejumlah dana ke rekening korban tanpa permintaan sebelumnya. Setelah itu, pinjol menagih pinjaman beserta bunga kepada korban. 

Seperti diketahui, diduga karena terlilit pinjol dan tak kuat menahan intimidasi dari pihak pinjol, satu keluarga di Kampung Poncol, Cirendeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan ditemukan meninggal dunia di dalam rumahnya dengan cara bunuh diri

Ketiga korban itu terdiri dari suami berinisial AF (31), istri, YL (28), dan anak mereka yang berusia tiga tahun, AH, ditemukan pertama kali Ahad 15 Desember 2024 sekitar pukul 11.00 WIB.

Banyak yang terjebak pada kasus ini, merasa tidak menggunakan pinjol namun ada sejumlah uang yang masuk ke rekening. Malangnya korban harus mengganti sejumlah uang yang telah ditransfer, besarta bunganya.

Dari semua kebobrokan pinjaman online, yang dibutuhkan rakyat hanya ingin semua kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan). diberikan harga terjangkau. Namun faktanya, pemerintah enggan memenuhinya. Padahal, pemerintah harusnya menjadi pelayan, mengurusi rakyatnya dengan memberi kemudahan dalam upaya memenuhi kebutuhan seperti kebutuha pokok, sekunder maupun primer.

Di sinilah letak krusial pemerintah, pemerintah harus bertugas sebagai periayah atau mengurus masyarakatnya, jangan sampai rakyat bunuh diri hanya tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok. 

Namun itu semua bisa terwujud apabila pemerintah menerapkan sistem Islam, mengapa? Dalam Islam jelas riba adalah haram, jika pun melakukan pinjaman harus bebas riba. 

Kemudian pemerintah dalam hal ini negara akan memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi. Jikapun harus membeli, rakyat tidak dibebani dengan harga yang mahal.

Semua itu bisa dijalankan jika pemerintah menerapkan sistem ekonomi Islam dalam bingkai khilafah.


Alfia Purwanti 
Analis Mutiara Umat Institute

Opini

×
Berita Terbaru Update