Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Listrik Belum Merata, Hanya Islam Solusinya

Jumat, 06 Desember 2024 | 19:36 WIB Last Updated 2024-12-06T12:36:17Z
tintasiyasi.id.com -- Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu, mengatakan sampai triwulan I 2024 masih ada 112 desa/kelurahan yang belum teraliri listrik. Jumlah ini turun dari akhir 2023 yang masih sebanyak 140 desa/kelurahan yang semuanya terletak di Papua belum mendapat aliran listrik (tirto.id, 10-6-2024).

Sebanyak 22.000 kepala keluarga (KK) di Jawa Barat (Jabar) belum teraliri listrik. Jika memenangi Pilkada Jabar 2024, calon gubernur (cagub) Jawa Barat (Jabar) nomor urut 4 Dedi Mulyadi menargetkan dalam dua tahun pemerintahannya seluruh warga Jawa Barat akan mendapat aliran listrik (beritasatu.com, 23-11-2024).

Listrik merupakan kebutuhan penting yang seharusnya dari dulu dipenuhi oleh negara bukan hanya dijadikan janji pemanis politik. Fakta dilapangan tidak terealisasi dan masih banyak wilayah di Indonesia yang belum teraliri listrik. 

Pada era digitalisasi, saat ini pemerintah masih saja berkutat pada masalah pemerataan listrik yang mana saat ini listrik menjadi salah satu kebutuhan pokok penunjang aktivitas.

Berbagai aktivitas seperti memasak, belajar, bekerja, percepatan informasi melalui internet juga membuat listrik sebagai penunjang, begitu pula dalam bidang kesehatan. Akan tetapi di wilayah pelosok Indonesia penyediaan listrik seakan terabaikan karena mahalnya biaya. 

Hal ini disebabkan karena liberalisasi tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan listrik yang berorientasi mendapatkan keuntungan. Layanan listrik berbayar alias tidak gratis.

Penyediaan fasilitas listrik diserahkan oleh korporasi sehingga harga listrik pastilah mahal. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, membuat dan mengatur regulasi yang berpihak pada kapitalis, sedangkan rakyat dibiarkan menanggung beban hidupnya masing-masing.
 
Kehidupan rakyat semakin sempit karena kebutuhan pokok kian melejit. Belum lagi kenaikan tarif pajak dan listrik. Wilayah pelosok juga kian terasingkan, hidup tanpa penerangan yang seharusnya menjadi hak mereka untuk mendapatkannya.

Namun negara tidak menjalankan kewajibannya membangun infrastruktur dan pemasangan jaringan listrik pada wilayah yang sulit terjangkau. Ini merupakan wujud kelalaian dan lepas tangan menjamin pemenuhan kebutuhan dharuri rakyatnya.

Negara bahkan justru memalak rakyat melalui tata kelola listrik yang kapitalistik. Dengan wujud memberikan kebebasan mengelola atau investasi pada swasta pada bidang energi listrik. 

Permasalahan listrik ini hanya bisa di atasi dengan menerapkan sistem Islam. Islam memandang bahwa listrik adalah sumber daya energi milik umum, harus dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat bentuk listrik gratis atau murah dan mudah dijangkau.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.”(HR Abu Dawud dan Ahmad). 

Listrik termasuk katagori api. Sumber pembangkit listrik misalkan batu bara adalah barang tambang dengan jumlah sangat banyak dan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat. Maka batu bara termasuk kategori harta milik umum.

Sehingga pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada individu, swasta, apalagi asing. Negaralah yang berhak mengelola, memproduksi hingga mendistribusikan sebagai sumber energi listrik kepada seluruh rakyat. 

Dengan pengelolaan sumber energi listrik berdasarkan syariat islam, negara dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan amanah. Rakyat juga akan terpenuhi kebutuhan listrik dengan akses mudah pada seluruh wilayah negeri dengan biaya murah bahkan gratis.[]

Oleh: Puput Weni R 
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update