TintaSiyasi.id -- Fenomena childfree rupanya kian merambah di negeri mayoritas muslim Indonesia. Trend yang selama ini hanya di kenal di dunia Barat, kini semakin menjamur pula di negeri ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, merilis laporan periode 2023 terkait kasus chlidfree, survey terhadap kelompok perempuan dan ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang tidak ingin memiliki anak. (health.detik.com, 12/11/2024)
Faktor dominan yang diungkap, bahwa BPS mencatat fenomena child free meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Semakin meningkat kuat pasca pandemi Covid-19, dimana perempuan memilih fokus pada karir atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan. Selain itu juga karena biaya hidup yang semakin tinggi dan ketidakpastian nasa depan yang membuat pasangan enggan memiiki anak. (rri.co.id, 15/11/2024)
Istilah 'child-free' sendiri sejak awal 1900-an telah ada, meski baru pada tahun 1970-an para feminis mulai menggunakannya secara lebih luas, sebagai cara untuk menunjukkan perempuan yang secara sukarela tidak memiliki anak. Akhir kata 'free' atau 'bebas' dipilih untuk menangkap rasa kebebasan dan kurangnya kewajiban yang dirasakan oleh banyak dari mereka yang secara sukarela memutuskan untuk tidak memiliki anak. Sebuah studi Pew Research Center pada 2021 di Amerika Serikat, menunjukkan sekitar 44% non-orang tua berusia 18 hingga 49 tahun tidak berpikir mereka akan memiliki anak. (bbc.com, 25/2/2023)
Belajar dari Jepang, sejak awal 1990 perekonomiannya mengalami stagnasi, dan sulit untuk tumbuh, sehingga disebut mengalami 'dasawarsa yang hilang' atau lost decade. Akibat dari jumlah kelahiran rendah, Jepang memgalami krisis demografi, para pekerja semakin menua, sementara kebutuhan tenaga kerja belum mampu dipenuhi generasi muda. (cnbcindonesia, 25/2/2023)
China mengalami penurunan pertumbuhan populasi untuk pertama kalinya dalam enam dekade, yakni tren penurunan pertumbuhan populasi berupa penurunan tingkat kelahiran yang mencapai rekor terendah yakni 6,77 kelahiran per 1.000 orang pada tahun 2022. Jumlah warga menikah di negara itu untuk pertama kalinya turun menjadi 11,7 juta tahun lalu, merosot hampir 7 juta. China pun kemudian mengeluarkan kebijakan boleh memiliki tiga anak dalam rangka memperbaiki masalah populasi. Jepang, Jerman dan beberapa negara kaya lainnya menghadapi tantangan yan sama, yakni memiliki sedikit pekerja karena populasi menua. (cnnindonesia, 1/6/2021)
Indonesia sendiri memang belum merasakan dampak dari fenomena childfree dikarenakan Indonesia masih menikmati bonus demografi. Namun jika ide chlidfree ini semakin menggema bahkan semakin banyak yg menjalankannya, bukan tidak mungkin persoalan yang dialami negara-negara maju dengan problem generasi renta juga menimpa negeri ini.
Mengapa Ide Ini Muncul?
Hidup dalam sistem kapitalisme yang menjadikan akal dan pemikiran manusia sebagai asas dan sumber berfikir dan menetapkan kebijakan masyarakat, kini semakin nampak melahirkan beragam masalah dan huru-hara. Ketidakadilan, kesejahteraan yang sangat timpang, minim jaminan keamanan, hingga perilaku menyimpang dan pemikiran yang menentang fitrah dan berbahaya, mengedepankan nafsu dan manfaat semata.
Diantaranya adalah munculnya ide childfree, yang digaungkan terutama oleh gerakan pembebasan perempuan. Mereka menentang pemikiran yang dianggap stereotip (penilaian terhadao seseorang hanya berdasarkan persepsi), yakni tentang bagaimana persoalan gender, hidup setiap perempuan yang dipersiapkan untuk hamil dan melahirkan, dan laki-laki yang diharapkan menjadi ayah dan membesarkan anak-anak dengan isteri mereka.
Keputusan childfree yang diambil pasangan hidup menginginkan agar dapatmenjalani kehidupan yang bahagia, produktif dan bebas menikmati semua tawaran kehidupan, menganggap anak adalah beban dan penghalang untuk menikmati hidup sesuai apa yang mereka inginkan.
Tekanan dan kekhawatiran akan biaya hidup yang tinggi saat ini, beragam kebutuhan asasi, mulai dari sandang, pangan, papan, sampai kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan, menjadi beban masing-masing individu keluarga ini juga menjadi pemicu hadirnya ide untuk mengikuti gaya hidup chlidfree sebagai solusi mengurangi tekanan dan beban ekonomi.
Cara pandang akan kehidupan dan kurangnya keyakinan akan rejeki, kesalahan dalam memahami makna kebahagian yang hakiki dan tujuan hidup, serta beragam kebijakan penguasa yang tidak mampu menyejahterakan, lahir dari paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan dunia. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme ini meniscayakan semua kebutuhan dan layanan harus dibayar dengan harga yang mahal.
Solusi Islam
Dalam pandangan Islam, melahirkan dan memiliki anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua, serta merupakan salah satu tujuan pernikahan, yakni linasli al jinsi (untuk melestarikan keturunan) yang merupakan manifestasi dari gharizah al-nau'. Paham childfree telah menyelisihi fitrah gharizah al nau' dan akan memusnahkan jenis manusia di muka bumi.
Allah Swt telah menjamin rizki setiap anak yang dilahirkan, sehingga alasan ekonomi atas para pelaku childfree tidak bisa dibenarkan karena sama saja telah meremehkan peran Allah Swt dalam mengatur rezeki setiap hamba-Nya. Allah Swt berfirman:
وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا ٱللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. al-Ankabut; 60).
Selain itu Islam juga hadir untuk menjamin kebutuhan dan memberikan llayanan gratis kepada semua warga negara berapapun jumlah anak yang dimiliki. Negara menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi para ayah dan suami. Para ibupun tidak harus bekerja untuk membantu suami mengais rezeki apalagi sampai menggantikan peran suami menjadi tulang punggung nafkah keluarga.
Anak adalah amanah serta ladang amal bagi kedua orang tuanya. Seorang ibu mengandung, melahirkan, menyusui, merawat dan mendidik anak-anaknya akan mendapat pahala surga. Bagi seorang muslim, kebahagiaan adalah ketika Allah dan Rssul-Nya meridhainya, bukan semata mengejar kenikmatan dunia yang fana.
Islam sendiri memiliki pandangan yang khas dalam memandang fenomena childfree ini. Pertama, hukum childfree bagi laki-laki dan perempuan yang memilih hidup melajang, dengan tujuan agar tidak punya anak, khawatir kesulitan finansial, maka haram hukumnya. Kedua, Jika childfree diadopsi oleh pasangan suami isteri, hukumnya pun juga haram.
Berbeda jika childfree yang bersifat temporal dengan alasan yang syar'i maka hukumnya bolej dengan syarat menggunakan cara kontrasepsi temporal seperti pil KB dan alasannya pun syar'i. Begitu pula jika childfree karena kemandulan, maka ini adalah perkara di luar kuasa manusia, yang terjadi atas kehendak Allah semata. (fissilmi-kaffah.com)
Demikianlah Islam dengan akidah, pandangan hidup dan aturan yang khas, yang jika dikembalikan kepada konsep Islam kaffah, persoalan umat akan terselesaikan secara menyeluruh, fenomena childfree pun tidak akan mampu mengambil hati kaum muslimin, apalagi sampai diadopsi dan dianggap solusi.hidup. Wallahu'alam
Oleh: Linda Maulidia, S.Si.
(Aktivis Muslimah)