Tintasiyasi.id.com -- Puluhan peternak sapi perah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, dalam beberapa waktu terakhir menghadapi krisis yang sangat menyulitkan. Pada 8 November 2024, mereka terpaksa membuang susu hasil panen ke tempat umum dan membagikannya secara gratis kepada warga sekitar sebagai bentuk protes.
Dalam waktu singkat, sebanyak 500 liter susu ludes dibagikan kepada masyarakat di kawasan Simpang 5 Boyolali Kota. Keesokan harinya, aksi ini berlanjut dengan pembuangan ribuan liter susu di Tugu Patung Susu Tumpah dan Tempat Pembuangan Akhir (TPS) Winong Boyolali.
Ribuan liter susu ditumpahkan begitu saja dari atas bak mobil, mencerminkan kekecewaan mendalam para peternak terhadap kebijakan pemerintah yang mereka anggap tidak adil dan tidak berpihak pada peternak lokal. (tempo.co, 8/11/24)
Aksi ini dipicu oleh pembatasan kuota penerimaan susu segar oleh industri pengolahan susu (IPS), yang mulai diberlakukan sejak September 2024. Menurut catatan Dewan Peternakan Nasional (DPN), lebih dari 200 ton susu segar per hari terpaksa dibuang oleh para peternak karena tidak diterima oleh IPS. Pembatasan ini membuat peternak sapi perah kesulitan menyalurkan hasil produksi mereka, sementara kebutuhan masyarakat terhadap susu tetap tinggi.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebijakan impor susu yang dilakukan pemerintah. Selain itu, muncul wacana bahwa Kementerian Pertanian akan mengundang investor Vietnam untuk memenuhi kebutuhan susu nasional sebesar 1,8 juta ton.
Kebijakan tersebut tidak hanya mencerminkan ketergantungan pada impor, tetapi juga mengabaikan nasib peternak lokal yang menjadi tulang punggung perekonomian di pedesaan (cnbcindonesia.com, 10/11/24).
Sebenarnya ada beberapa faktor lain yang turut memengaruhi rendahnya penerimaan susu oleh IPS, seperti perawatan pabrik, penurunan daya beli masyarakat, hingga pengetatan standar kualitas. Namun, kebijakan impor yang membuka peluang bagi pemburu rente menjadi salah satu akar masalah utama.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme yang mendominasi kebijakan negara saat ini, keuntungan menjadi prioritas utama. Hal ini membuka celah bagi segelintir pihak untuk mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan kebijakan impor.
Sementara rakyat kecil, seperti peternak lokal, harus menanggung kerugian besar. Ribuan liter susu yang seharusnya dapat menjadi sumber gizi masyarakat justru terbuang sia-sia.
Negara seharusnya hadir untuk melindungi peternak lokal melalui kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha mereka. Perlindungan ini mencakup jaminan penyerapan hasil produksi susu segar, pembinaan mutu produk, serta akses pasar yang adil.
Namun, realitas menunjukkan bahwa negara justru terjerat dalam paradigma kapitalisme, di mana perannya lebih sebagai regulator yang melayani kepentingan pemodal besar dibandingkan sebagai pengurus rakyat. Kebijakan seperti impor susu sering kali dijadikan dalih untuk memenuhi kebutuhan nasional, tetapi pada kenyataannya membuka peluang monopoli pasar oleh pengusaha besar.
Dampaknya, peternak kecil tidak hanya kehilangan pasar, tetapi juga menghadapi tekanan yang semakin besar dari persaingan dengan produk impor.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memberikan solusi komprehensif yang dapat melindungi rakyat, termasuk peternak lokal. Dalam sistem Islam, negara dipandang sebagai ro’in (pengurus) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Dalam sistem Khilafah, negara akan berdiri di tengah umat untuk memastikan bahwa kebutuhan rakyat terpenuhi secara mandiri, tanpa ketergantungan pada impor yang tidak perlu.
Khilafah akan memastikan hasil produksi susu segar terserap dengan baik oleh pasar domestik. Untuk itu, negara akan menghitung kebutuhan nasional secara transparan dan mendukung peternak lokal melalui pelatihan, teknologi, serta insentif yang diperlukan agar mereka mampu memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan.
Impor susu hanya akan dilakukan jika benar-benar dibutuhkan, dan mekanismenya akan diawasi secara ketat untuk mencegah mafia rente mengambil keuntungan pribadi. Selain itu, negara akan memastikan distribusi yang adil sehingga hasil produksi susu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk konsumsi rumah tangga, industri, maupun kebutuhan lain.
Dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, Khilafah dapat menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat secara optimal. Negara tidak hanya memastikan kebutuhan rakyat terpenuhi, tetapi juga menciptakan keadilan dan kemaslahatan bagi semua pihak, termasuk peternak susu lokal.
Fenomena aksi pembuangan susu yang terjadi saat ini seharusnya menyadarkan kita semua bahwa sistem kapitalisme telah gagal memberikan solusi yang adil bagi rakyat kecil. Sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam yang menawarkan solusi menyeluruh dan mampu memberikan aksi nyata.[]
Oleh: Rifda Qurrotul 'Ain
(Aktivis Mahasiswa Muslimah)