Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Merindukan Parpol Islam Sejati

Jumat, 04 Oktober 2024 | 11:37 WIB Last Updated 2024-10-04T04:38:42Z
TintaSiyasi.id -- Riuh kompetisi parpol di Tanah Air pasca Pilpres 2024 masih bergulir. Parpol-parpol tersebut berebut kemenangan dan jabatan di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada November tahun ini. Ada 37 provinsi, 5 kabupaten, dan 93 kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak. 

Sejumlah parpol yang ikut meramaikan kompetisi ini, walaupun dari pemilu ke pemilu, keberadaannya tidak ada peningkatan yang berarti dalam perolehan suaranya. Padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam. Sampai di Pilpres 2024, parpol-parpol Islam masih belum memiliki daya tawar yang kuat untuk berperan signifikan. Islam belum siap menjadi imam dan tetap berada di posisi makmum hanya ikut bertarung di proses koalisi pasca Pilpres 2024.

Sejumlah parpol Islam semula saling berseberangan dalam Pilpres 2024, namun kemudian mereka berkoalisi dalam pilkada. Tentu demi memenangkan jabatan kepala daerah.  Koalisi besar itu sampai memunculkan calon tunggal di 42 daerah.

Contoh di Pilkada Jakarta, salah satu parpol Islam yang selama ini menjadi parpol yang anti pada kezaliman yang saat ini dipamerkan dalam oleh penguasa (PKS) akhirnya malah bergabung dalam koalisi Kim-Plus. Dalam koalisi Pilkada DKI, boleh jadi ada skenario sistematis untuk menggagalkan Anies maju pilkada agar calon yang menang adalah calon yang diusung oleh Kim-Plus. Boleh jadi, peran PKS, PKB, dan Nasdem untuk menggagalkan Anies maju pilkada adalah mahar yang harus dibayar ke-3 partai ini sebagai syarat bergabung dalam kabinet Prabowo-Gibran.

Walaupun keputusan itu banyak ditentang para anggota partai, tapi keputusan itu tetap berjalan. Rakyat pun bertanya-tanya, "Benarkah partai-partai politik yang ada sekarang ini berjuang untuk kepentingan umat? Ataukah mereka hanya mencari kekuasaan dengan memanfaatkan suara umat?"

*Demokrasi Membenturkan Idealisme Parpol dengan Realitas*
Dalam sistem demokrasi, parpol menjadi instrumen sentral dan strategis kala kekuasaan dalam negara di tangan rakyat. Tanpa parpol, pilar demokrasi akan pincang, maka keberadaan parpol merupakan salah satu ciri sistem demokrasi.

Parpol berperan memilihkan untuk warga calon wakil mereka di badan legislatif, juga menentukan calon pemimpin dalam proses pilpres dan pilkada untuk dipilih rakyat. Di sinilah demokrasi sering disebut sistem politik dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Nyatanya, baik pemerintah (eksekutif) maupun wakil rakyat (legislatif) yang berasal dari parpol pilihan rakyat sering membuat kebijakan yang merugikan rakyat.
Justru, para politisi memanfaatkan parpol sebagai kendaraan politik untuk memperoleh jabatan, pekerjaan atau menghimpun kekayaan. Parpol juga ada yang mirip perusahaan ‘keluarga’ daripada entitas yang dimiliki oleh para anggota, keputusan subjektif dari tokoh sentral parpol menjadi keputusan partai yang mengikat semua pengurus dan anggota.

Masyarakat hanya diperhatikan ketika suara mereka dibutuhkan jelang pemilu 5 tahun sekali, karena dalam sistem demokrasi, parpol sangat tergantung dari suara rakyat. Akibatnya, parpol Islam sering bersifat ambigu dalam memperjuangkan Islam dan mereka takut jika memperjuangkan Islam akan mendapat label sebagai kelompok radikal dan ditinggalkan pemilihnya.

Kuatnya Pengaruh Oligarki

Parpol dalam sistem demokrasi membutuhkan biaya besar untuk menjalankan fungsinya dengan baik, dan untuk operasional menjalankan partai serta aktivitas lainnya. KPK pernah menyebutkan untuk Pilkada tingkat gubernur bisa menelan ongkos 60-100 M. Akibatnya banyak parpol menerima sumbangan resmi maupun tidak resmi dari kaum kapitalis agar tetap bisa maju di Pilkada. 

Adapun aliran dana pemilu didapat dari berbagai pihak, termasuk asing. Jika ini terjadi bisa menyebabkan kedaulatan bangsa tergadai. Intervensi asing dan konflik kepentingan dalam tubuh pemerintahan sulit dihindari karena politik transaksional menjadi spirit dalam pemilu demokrasi. 

Itu semua akan melahirkan politik oligarki, yakni berkuasa dan menentukan kebijakan dalam sistem ini segelintir elite yang telah menyuntikkan dananya pada parpol dan para politisi. Maka, jangan berharap aliran dana pada parpol dan caleg terhenti dalam pemilu demokrasi. 

Parpol dalam sistem ini akan kehilangan idealismenya, bahkan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal. Maka, siapa pun yang terpilih, oligarkilah pemenangnya dan mereka harus siap melayani oligarki, barulah bisa menyelesaikan visi misinya. 

Itulah jebakan maut sistem demokrasi yang akan makin melanggengkan oligarki untuk berkuasa. Para pemimpin mendadak lupa ingatan dengan janji manis mereka. Sebagaimmana lupa firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah al-Anfal ayat 27 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), juga jangan kalian mengkhianati amanat-amanat yang telah dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui.” 

Parpol dalam Pandangan Islam

Mendirikan parpol guna menyerukan Islam dan menegakkan amar maruf nahi mungkar adalah fardu kifayah. Allah SWT berfirman, “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imran [3]: 104).

Maksud kata ummah dalam ayat di atas adalah kelompok/jemaah/partai di tengah-tengah kaum Muslim. As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan, ”Hendaklah di antara kalian, wahai kaum Mukmin yang telah Allah kukuhkan dengan iman dan terikat dengan tali (agama)-Nya, ada satu ummah, yakni jamaah yang menyerukan al-khayr (Islam). …” (As-Sa’adi, Taysîr Al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâm al-Manân, 1/42).”

Islam membolehkan jumlah kelompok/partai ini lebih dari satu. Hanya saja, kelompok/partai ini harus berlandaskan akidah Islam. Karena, mereka memiliki dua fungsi politik, yakni mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Pasalnya, politik/siyâsah dalam Islam bermakna ri’âyah syu’ûn al-ummah bi ahkâm al-Islâm, yakni pengaturan urusan umat dengan hukum-hukum Islam. Oleh karenanya, parpol dalam Islam adalah partai yang bergerak untuk memastikan urusan umat selalu diatur sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahulLâh, parpol Islam harus berasas akidah Islam. Para anggotanya wajib terikat dengan syariat Islam, karena tujuannya untuk menegakkan Islam. Oleh karenanya, kegiatan dan cara-cara yang digunakan tidak bertentangan dengan Islam.

Berdasarkan QS Ali Imran 104 di atas, parpol Islam harus hadir di tengah umat untuk mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Di antaranya dengan menjelaskan keunggulan Islam 
dibandingkan dengan ideologi dan ajaran-ajaran selain Islam. Maka, umat yakin bahwa Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang layak diterapkan.

Parpol Islam juga wajib membongkar kebatilan paham dan ideologi selain Islam dan memperingatkan umat tentang bahaya liberalisasi ekonomi pada sektor SDA atau liberalisasi perdagangan yang akan menghancurkan ekonomi dalam negeri dan menguntungkan pihak asing. Tak hanya itu. parpol Islam wajib membongkar siasat jahat negara kafir penjajah dan konspirasi mereka dengan para penguasa Muslim. Seperti bahaya jerat utang luar negeri, ancaman dari pangkalan militer asing terhadap kedaulatan negeri kaum Muslim, dan sebagainya.

Aktivitas dakwah ini wajib dilakukan oleh partai politik Islam secara terus-menerus agar terbentuk opini umum dan kesadaran umum yang menguat pada umat. Umat pun akan bergerak menuntut penegakan kehidupan Islam, yakni dengan penerapan syariat Islam dalam naungan institusi Khilafah Islamiah.

Inilah karakter parpol Islam yang dibutuhkan umat. Parpol hanya berkhidmat pada Islam dan melayani umat, tidak akan bersikap pragmatis, apalagi mencari muka agar mendapatkan kekuasaan. Fokus parpol hanya mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar.

Itu juga yang dilakukan Rasulullah SAW dengan terus menyampaikan Islam secara utuh tanpa memedulikan para penentangnya. Sesuai firman Allah SWT, “Sampaikanlah oleh kamu (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepada kamu) dan berpalinglah kamu dari kaum Musyrik” (QS Al-Hijr [15]: 94).[]


Oleh: Dewi Ilmiati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update