TintaSiyasi.id -- Sejak perang dunia ke II sampai dengan saat ini kemiskinan terus merangkak naik mencapai angka yang sangat fantastis yaitu 1,1 milyar orang lebih di seluruh dunia. Data ini di kumpulkan dari 112 negara dengan populasi mencapai 6,3 milyar orang. Data ini di dasarkan pada indikator seperti kurangnya perumahan yang layak, sanitasi, listrik, bahan bakar memasak, malnutrisi dan kebutuhan bersekolah. Hal-hal ini erat hubungannya dengan kualitas hidup dasar yang harus di penuhi.
Namun saat ini pemenuhan kebutuhan dasar hidup tersebut banyak yang jauh dari kata layak dalam pemenuhannya. Mungkin kalau didata secara akurat angka 1,1 milyar tersebut bisa jadi lebih. Kondisi ini adalah bencana terbesar dalam sejarah dan bahkan mampu mengalahakan korban dari bencana peperangan.
Lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia berdasarkan laporan Program Pembangunan PBB pada hari Kamis (17/10/2024). Setengah dari jumlah tersebut, anak-anak yang paling terkena dampaknya. (New York, Beritasatu.com)
Jika kita lihat hari ini bencana kemiskinan terjadi di mana-mana. Sehingga kesenjangan antara si miskin dan si kaya makin jauh jaraknya. Namun dengan kondisi saat ini keadaan dunia tidak kunjung mampu untuk mewujudkan kesejahteraan. Bahkan meski sudah ada hari pengentasan kemiskinan internasional pada tanggal 17 Oktober yang diperingati sejak tahun 1992 tidak ada perubahan yang signifikan karena hanya sebuah semboyan semata tanpa ada indikasi bahwa kesejahteraan dunia akan tercapai.
Memang betul bahwa ada upaya yang dilakukan oleh dunia melalui organisai internasional tersebut tetapi gagal dalam mewujudkan kesejahteraan hidup. Pasalnya sumber masalahnya ada pada penerapan system kapitalisme, dimana sistem ini hanya menguntungkan para capital dan pemilik modal. Sehingga kebutuhan dan kesejahteraan rakyat diabaikan, bahkan rakyat harus berjuang sendirian untuk mencapai kesejahteraan. Apalagi jika kita amati sistem ini sejatinya adalah sistem yang rusak yang muncul dari akal manusia yang mustahil mampu mewujudkan kesejahteraan secara merata. Sebab dalam sistem ini mengusung 4 kebebasan yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan bertingkahlaku atau liberal dan kebesan berpendapat. Sistem ini membuat negara tidak hadir dalam mengurusi urusan rakyatnya apalagi untuk ukuran kesejahteraan yang ditetapkan secara kolektif dengan dasar perhitungan pendapatan perkapita yang merupakan ukuran semu. Sehingga tidak akan mungkin mampu untuk menggambarkan kesejahteraan rakyat secara nyata.
Ada juga anggapan yang menganggap bahwa belajar di luar negeri adalah salah satu cara untuk mengentaskana kemiskinan. Namun dalam sebuah studi yang terbit di International Journal of Educational Research Volume 128, 2024, menemukan bahwa lulusan yang kembali ke negaranya setelah belajar di luar negeri berdampak terhadap pertambahan angka pengurangan dan kemiskinan. Sebab yang menjadi masalah bukan hanya rendahnya SDM namun juga sulitnya lowongan pekerjaan yang disediakan oleh Negara akibat kebebasan kepemilikan tersebut. Dampak ini terutama sangat dirasakan di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah.
Tergambar sudah penyebab yang mendasari atas bencana kemiskinan ini adalah dari penerapan sistem kapitalisme yang mencengkram banyak Negara sehingga membuat para oligarki makin kaya dan rakyat makin menderita karena menjadi tumbal.
Sungguh sangat berbeda dengan system Islam. Di dalam penerapan syariat Islam secara kaffah akan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebab sistem Islam adalah sistem yang berasal dari Allah yang maha memberi solusi atas segala persoalan umat manusia termasuk itu tentang kemiskinan. Penerapan system Islam kafah akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu bukan perkapita atau keluarga. Sebab dalam system Islam kesejahteraan di ukur dari terpenuhinya kebutuhan hidup individu per individu bukan dari pembangunannya seperti saat ini. Pembangunan saat ini di dapat dari hasil hutang yang di bebankan kepada rakyat untuk membayar pajak. Sehingga pajak mencekik leher rakyat.
Di dalam Islam menetapkan pemimpin atau kepala negara sebagai raa’in yang memenuhi dan mengurusi kebutuhan rakyat dengan sistem Islam kafah yang sempurnah. Sebab Islam adalah sistem sempurna dan paripurna serta menyeluruh dalam menetapkan ukuran kesejahteraan individu per individu dengan kuran yang lebih riil dan nyata bukan hanya sekedar angka.
Salah satunya melalui konsep sistem ekonomi Islam, dalam pengaturan ekonomi Islam kepemilikan di atur melalui 3 kepemilikan yaitu kepemilikan individu, kepemilikan Negara dan kepemilikan umum. Sehingga negara akan mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya sebab Islam menetapkan negara harus menjadi rain atau pengurus dan junnah atau pelindung bagi rakyatnya. Dengan institusi Negara bernama daulah khilafah islamiah dan pemimpinya yang di sebut dengan khalifah yang mampu menerapakan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Beramita
Aktivis Muslimah