TintaSiyasi.id -- Kabinet Gemuk Era Prabowo-Gibran
Pada Oktober mendatang pasangan Prabowo-Gibran akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden resmi Indonesia selama 5 tahun mendatang. Sebelum pelantikan tersebut beredar wacana bahwa jumlah kementerian akan mengalami penambahan dari yang awalnya 34 menjadi 44 kementerian, artinya akan ada 10. Ibnu Cahyo selaku Direktur Riset dan Komunikasi Lembaga Survey KedaiKOPI mengatakan bahwasanya di era pemerintah presiden dan wakil presiden mendatang memang layak untuk memiliki susunan kabinet yang banyak atau gemuk, dengan syarat kabinet-kabinet tersebut diisi oleh orang-orang yang memiliki latar belakang dan juga kemampuan yang selaras dengan kementerian yang akan dipimpinnya. Ibnu juga mengatakan bahwa posisi menteri tersebut tidak harus dari kalangan profesional, orang dengan latar belakang partai politik juga bisa mengisi posisi menteri selama memilik pengalaman yang profesional dibidang kementerian yang akan dipimpin. (antaranews.com, diakses pada 27/09/2024).
Ibnu juga menyampaikan bahwa setiap partai politik memiliki kesempatan untuk merekomendasikan kadernya yang memiliki kualitas dan pengalaman yang sesuai untuk mengisi kementerian. Hal itu juga sekaligus menjadi momentum publik untuk menilai hasil kaderisasi setiap partai politik. Selain dari kalangan profesional, dan juga partai politik, Ibnu mengatakan bahwa penting untuk memberikan posisi menteri ini kepada para kalangan muda sebagai bentuk pemanfaatan bonus demografi dimana jumlah usia muda semakin banyak di Indonesia, hal ini juga ditujukan agar kalangan muda berkontribusi membangun bangsa dengan ide, kreativitas, dan inovasinya. (antaranews.com, diakses pada 27/09/2024)
Banyaknya jumlah kementerian yang wacananya akan diterapkan pada era pemerintah Prabowo-Gibran memiliki banyak sekali kemungkinan negatif, di antaranya adalah besarnya lagi anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk membayar menteri-menteri yang baru tersebut, serta kemungkinan tupoksi yang tumpang tindih. Namun hal ini justru dibantah oleh Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani ketika diwawancarai oleh wartawan. Ia mengatakan bahwa kabiner gemuk yang nantinya akan dibentuk justru diproyeksikan agar lebih efektif hasil dari tugas kementerian karena akan ada fokus sehingga kementerian akan lebih tersentral pada satu tugas dan program saja. Ia juga menyebutkan terkait kursi di kementerian era Prabowo, partai Gerindra sudah menyiapkan sejumlah kader terbaik yang siap untuk mengisi kursi kabinet mendatang, namun ia mengatakan harus tetap berbagi dengan kader-kader partai politik yang lain. Namun ia belum mengatakan kementerian apa saja yang akan ditambahkan dan kementerian apa yang akan diisi oleh para kader partai Gerindra mendatang. (antaranews.com, diakses pada 28/09/2024)
Risiko Hadirnya Kabinet Gemuk
Menanggapi wacana pertambahan jumlah kementerian yang akan datang, Herdiansyah Hamzah atau Castro selau Pengajar Hukum Tata Negara di Universitas Mulawarman mengatakan bahwa disahkannya RUU tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai bentuk ketetapan guna mengakomodasi kepentingan pemerintahan di era Prabowo mendatang khususnya pada pasal 15. Ditambahnya jumlah kementerian menurutnya juga karena adanya over coalition yang memerlukan akomodasi sehingga jalan satu-satunya yang bisa dilakukan adalah dengan menambah jumlah kementerian agar bisa mengakomodasi semua kepentingan dari partai yang tergabung pada koalisi pendukung Prabowo, yang mana pengakomodasian semua partai sudah menjadi rahasisa umum menurutnya. (cnnindonesia.com, diakses pada 28/09/2024)
Castro menilai jangankan menambah jumlah kementerian, karena jumlah kementerian yang sebelumnya berjumlah 34 saja sudah terlalu banyak berdasarkan logika efektif bagi pemerintahan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political (IPO) Dedi Kunia Syah yang mengatakan bahwa keputusan untuk menambah jumlah kementerian adalah keputusan yang keliru karena yang seharusnya ditambah bukanlah jumlah kementerian melainkan jumlah kantor-kantor dinas di wilayah yang dilihat dari karakter masyarakat Indonesia, sistem negara, kultur dan juga geografis Indonesia yang justru tidak memerlukan tambahan kementerian di tingkat pusat. Perlunya penambahan kantor-kantor dinas di wilayah karena dinas wilayah adalah pengawal regulasi dan juga sebaga implementatior dari regulasi yang ditetapkan pemerintah pusat. Castro menilai dibanding menambah lebih baik memangkas jumlah kementerian dengan menaggabungkan kementerian-kementarian yang memiliki tupoksi sejenis, selin itu Castro juga memandang bahwa seharusnya dihapuskan birokrasi penghubung antara presiden dengan para menteri agar dapat berkomunikasi langsung tanpa perlu perantara sehingga koordinasi lebih efektif dalam proses penyampaian dilapangan dan mengurangi anggaran.
Demokrasi Kapitalisme Melindungi Kepentingan Pemilik Modal
Beginilah wajah asli sistem ekonomi kapitalis yang dianut oleh sebuah negara. Aturan diotak-atik, kepentingan rakyat bukan hanya menjadi nomor dua bahkan sudah tidak penting lagi, aturan dibuat sebagaimana bisa untuk mengakomodir semua kepentingan penguasa dan pemilik modal, politik hanya dijadikan sebagai ajang balas budi, bagi-bagi kekuasaan, dan membuka pintu-pintu peluang korupsi sebesar-besarnya. Semua ini dilakukan mereka di depan seluruh rakyat yang bahkan langkah-langkah ke depannya serta apa yang mereka inginkan sebenarnya dapat diketahui jelas oleh masyarakat. Namun semuanya mereka lakukan tanpa punya rasa malu sedikitpun.
Sungguh miris dan mengiris hati, ketika rakyat hanya digunakan pada saat ingin menjabat, semua dilakukan mulai dari mengemis belas kasih, umbar janji palsu, pencitraan dengan membawa agama, menjilat kesana kemari, pencitraan ingin terlihat dermawan, dan lain sebagainya. Namun ketika sudah berhasil terpilih regulasi dan aturan yang dibuat justru digunakan untuk memuaskan nafsu-nafsu kekuasannya belaka dan membalas budi kepada parapemilik modal yang menopangnya selama ini. Maka kekuasaan yang diincar sejatinya bukanlah untuk mensejahterakan rakayt dan emmajukan negeri ini, melainkan semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi semata. Maka bagaimana rakyat bisa berharap bahwa segala atura atau ketetapan yang ditetapkan akan menguntungkan dan berpihak kepada rakyat? Termasuk dengan ketetapan penambahan jumlah kementerian ini.
Kebijakan untuk menambah jumlah kementerian diduga kuat merupakan cara yang digunakan untuk memuluskan keinginannya sekaligus sebagai jalan untuk bagi-bagi kekuasaan. Hal ini karena kebijakan yang dibuat tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 dan tidak masuk pula dalam daftar 43 rancangan UU serta pembahasannya diprioritaskan untuk selesai sebelum Oktober. Maka sangat jelas wacana dan pembahasan rancangan undang-undang ini sarat akan kepentingan pihak tertentu dan bukan demi kepentingan rakyat.
Inilah realita kepemipinan politik dalam sistem demokrasi yang menggunakan sistem ekonomi kapitalis, dimana bagi-bagi kursi kekuasaan adalah yang lumrah dan sangat biasa. Hal ini karena presiden terpilih dalam prosesnya didukung oleh dana-dana dari para partai yang mendukungnya maupun juga dari para pemilik modal, karena memang biaya pemilu dalam sistem demokrasi yang sangat mahal menjadikan para penguasa yang terpilih harus “balas budi” atas segelontor dana yang sudah diterimanya untuk melakukan kampanye mengemis dukungan dari rakyat dan mengumbar janji-janji palsunya ketika terpilih menjadi penguasa.
Selain berpikir untuk “balas budi” para penguasa terpilih juga harus memikirkan cara untuk mendapatkan keuntungan pada masa jabatannya yang hanya 5 tahun, guna mendapatkan dana pada pemilu berikutnya yang hal ini dilakukan dengan membuat dan menetapkan berbagau regulasi yang dianggap dapat berpihak pada mereka. Maka bagaimana para penguasa yang haus akan materi dan kekuasaan ini dapat memiliki ruang untuk memikirkan rakyatnya, di saat landasan mereka berkuasa adalah materi bukan bertanggung jawab terhadap amanah yang sudah diberikan kepadanya. Dan dalam sistem politik demokrasi hal ini akan terus menjadi fenomena berulang setiap 5 tahun atau setiap pemilu akan terjadi.
Amanah Kepemimpinan dalam Khilafah
Dalam Islam pemimpin diberikan amanah untuk mengurusi seluruh urusan rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah SAW, bersabda:
فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.”
Makna kata ra’in dalam hadis tersebut adalah sebagai “penjaga, pengurus, pemelihara, wali, pelindung, pengatur dan pengasuh yang diberikan amanah”. Maka dalam Islam pemimpin atau penguasa memiliki tanggung jawab yang sangat besar yang harus dijalankan dengan adil dan tidak menzalimi rakyatnya. Tanggung jawab pemeliharaan yang diberikan kepada penguasa bukan semata-mata pada harta dan nyawanya saja, melaikan pada agama, jiwa, kehormatan, harta, keturunan, eksistensi manusia, dan negara. Maka sungguh berat siksaan kepada para penguasa yang menjalankan amanah yang sudah dibebankan kepadanya dengan semena-mena bahkan menzalimi rakyatnya, menyulitkan kehidupan rakyatnya, dan tidak menjalankan amanah kepemimpinan untuk mengurusi segala urusan umat. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِى أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لاَ يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلاَّ لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang pemimpin mengurusi urusan kaum muslim, kemudian tidak bersungguh-sungguh untuk mengurusi mereka dan tidak menasihati mereka, kecuali ia tidak akan masuk surga bersama mereka.”
Penguasa yang menjadikan kepemimpinanya untuk mengurusi rakyatnya adalah dalam negera yang menerapkan Islam secara kaffah untuk mengatur segala urusan kenegaraan, baik itu pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Negara itu adalah Daulah Islam atau Khilafah Islamiyah. Di mana dalam khilafah kekuasaan ada di tangan umat dan kedaulatan ada di tangan syariat yaitu sesuai dengan ketetapan Allah SWT. Dalam khilafah penguasa dipilih dengan cara baiat dari Ahlul Halli wal ‘Aqdi yang dalam Mu’jam Lughât al-Fuqahâ’, Al-‘Allamah Dr. Rawwas Qal’ah Jie menerjemahkan dengan:
“Ahlul halli wal ‘aqdi: orang yang mempunyai kekuatan, kekuasaan, pandangan, dan pengaturan di dalam sebuah negeri”.
Al-Mawardi memberikan tiga syarat bagi AHWA yaitu: Pertama adalah orang yang adil, kedua adalah orang yang memiliki ilmu yang mumpuni untuk mengetahui orang yang berhak untuk menjadi khilafah berdasarkan syatiat. Dan ketiga adalah mempunyai pendapat dan kearifan yang dengannya bisa mengantarkan kepada terpilihnya orang yang layak mendapat jabatan dan mampu mengurusi kemashlahan umat. Dengan semua syarat tersebut ahwa dapat dianggap sebagai wakil dari umat untuk menentukan pemimpin sesuai dengan aturan Islam. Dengan mekanisme demikian, para pemimpin yang terpilih adalah orang yang layak dari segi akidah, aqliyah dan nafsiyah yang juga diperhatikan. Apalagi hukum-hukum dan aturan yang dijalankan adalah sesuai dengan ketentuan syariat karena kedaulatan ada di tangan syariat sehinnga bukanlah menjalankan kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penguasa. Begitulah mekanisme pemilihan pemimpin dan segala aturan yang ditetapkan dalam negara Khilafah Islamiyah yang kehadirannya ahrus terus kita penjuangkan kembali.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Hemaridani
Aktivis Muslimah