TintaSiyasi.id -- Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi melanjutkan estafet kepemimpinan Joko Widodo. Di hari yang sama sejumlah aktivis lingkungan melaksanakan aksi di Kalimantan Tengah pada Minggu (20/10/2024).
Lokasi pelaksanaan aksi tersebut, tepatnya di Desa Tewai Baru Kabupaten Gunung Mas atau lokasi food estate singkong. Aksi itu dilakukan untuk mengingatkan kepada pemerintah bahwa pelaksanaan proyek food estate itu gagal.
Pemerintah memulai proyek food estate ini pada tahun 2020 lalu untuk menjawab isu krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Dari 3,13 juta ha proyek FE di 21 lokasi dan 11 provinsi, pada umumnya mengalami kegagalan. Proyek food estate ini menyebabkan masalah besar diantaranya pertama, masalah politik pangan nasional yaitu konsep dan praktek food estate mengganti produsen pangan awalnya dari tangan petani ke tangan korporasi. Kedua, masalah perampasan tanah dengan mengatasnamakan ketahanan pangan nasional. Ketiga, masalah kerusakan lingkungan. Yaitu sebagian besar pengadaan tanah nya berasal dari pembukaan hutan dan penebangan kayu secara massif, yang bersifat destruktif terhadap alam dan habitat satwa. (Betahita.id, 16/10/2024)
Food Estate (lumbung pangan) adalah suatu model usaha pertanian dalam skala luas yang menerapkan mekanisasi dan teknologi pertanian modern yang dijalankan dengan mengandalkan investasi korporasi (penanaman modal perusahaan). Rencana membangun lumbung pangan pun tidak terwujud, bahan banyak lahan yang mangkrak. Jelas, bahwa proyek ini bukan untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan para pengusaha.
Proyek ini menjadi bukti nyata kegagalan penguasa kapitalisme dalam mewujudkan ketahanan pangan. Kegagalan ini tentunya berpangkal pada kebatilan persepsi terkait pengurusan rakyat. Dalam kapitalisme, orientasi kebijakan terpaku pada maslahat dan manfaat semata. Sehingga wajar, jika demi memenuhi ambisi para pemilik modal kemaslahan rakyat diabaikan. Asas kebebasan kepemilikan membuat negara tidak bisa menghalangi para pemilik modal baik lokal maupun asing dalam menguasai kekayaan alam termasuk hutan. Mekanisme investasi senantiasa dijadikan sumber pemasukan program pemerintah karena ketiadaan dana. Walhasil masyarakat menanggung akibat dari proyek besar food estate ini seperti banjir. Inilah keburukan tata kelola ketahanan pangan ala kapitalisme.
Sangat jauh berbeda dengan Islam. Islam menjalankan berbagai program semata untuk kepentingan rakyat, seorang pemimpin dalam Islam pastinya memiliki pemahaman bahwa mengurus rakyat adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.
Maka dalam mewujudkan ketahanan pangan, sistem Islam memiliki beberapa kebijakan yang di keluarkan dengan memperhatikan konsep pengaturan lahan yang meliputi : Pertama, Islam memandang tanah memiliki tiga status yakni kepemilikan individu, umum, dan negara.
Kedua, lahan pertanian yang tidak digarap selama tiga tahun maka hak kepemilikannya bisa dicabut oleh negara. Ketiga, sistem Islam akan memetakan lahan-lahan sesuai dengan kondisi dan struktur lahan. Keempat, sistem Islam akan mendampingi dan memenuhi kebutuhan pertanian di lahan yang telah ditetapkan dari kas Baitul Maal.
Pembukaan lahan untuk sektor pertanian juga akan memperhatikan berbagai aspek termasuk kelestarian lingkungan. Tidak dengan cara paksa apalagi merusak ekosistem. Dalam sistem Islam yaitu Khilafah terdapat juga sejumlah mekanisme bagaimana mewujudkan kemandirian pangan tanpa bergantung pada negara lain. Dengan mengoptimalkan kualitas produksi pangan, mekanisme pasar yang sehat, manajemen logistik, prediksi cuaca dan mitigasi kerawanan pangan. Semua ini akan diterapkan oleh khalifah dengan menggandeng para ahli dalam bidang nya sehingga mampu mewujudkan ketahanan pangan yang kuat untuk rakyat. Seluruh mekanisme ini akan ditempuh secara maksimal oleh negara khilafah, sebab pangan merupakan hal pokok yang harus dipenuhi dan tidak diabaikan.
Wallahu'alam Bisshawab.
Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah