Tiga hal pokok dalam kehidupan:
1. Dari sekian banyak nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai
nikmat bagimu.
2. Dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai
kesibukan bagimu.
3. Dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai
pelajaran bagimu.
Tiga hal pokok yang disebutkan di atas mengandung
kebijaksanaan mendalam yang menjadi pedoman dalam kehidupan seorang Muslim.
Masing-masing poin tersebut memiliki makna yang sangat mendalam dalam konteks
spiritual dan praktis sehari-hari:
1. Dari sekian banyak nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai
nikmat bagimu.
* Islam sebagai nikmat terbesar: Islam adalah nikmat terbesar
yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Nikmat ini melampaui semua nikmat duniawi,
karena Islam adalah jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Memahami dan
menjalankan Islam adalah karunia luar biasa, karena Allah memberikan petunjuk
dan cahaya untuk hidup yang benar.
* Banyak nikmat duniawi seperti kesehatan, kekayaan, dan
keluarga, tetapi tanpa Islam, semua itu tidak memiliki makna yang abadi. Islam
memberikan arah hidup dan tujuan akhir, yaitu meraih rida Allah dan surga-Nya.
* Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Pada hari ini
telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Kuridai Islam sebagai agamamu." (QS Al-Maidah: 3).
2. Dari sekian banyak kesibukan, cukuplah ketaatan sebagai
kesibukan bagimu.
* Ketaatan sebagai fokus utama: dunia ini penuh dengan kesibukan yang
sering kali membuat kita lupa akan tujuan utama kehidupan. Kesibukan dalam bekerja,
mengejar kekayaan, dan memenuhi berbagai kebutuhan materi sering kali
mengalihkan kita dari ketaatan kepada Allah.
* Islam mengajarkan bahwa kesibukan utama seorang hamba
adalah ketaatan kepada Allah, baik melalui ibadah, amal saleh, maupun
menjalankan perintah-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Fokus pada ketaatan inilah yang membuat hidup seseorang
bernilai di sisi Allah.
* Firman Allah, "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku." (QS Adz-Dzariyat: 56).
* Ketaatan mencakup segala aspek, baik dalam salat, puasa,
sedekah, maupun dalam bekerja, asalkan niatnya karena Allah.
3. Dari sekian banyak pelajaran, cukuplah kematian sebagai
pelajaran bagimu.
* Kematian sebagai pengingat utama: kematian adalah pelajaran yang paling
jelas dan tak terbantahkan bagi setiap manusia. Tidak ada yang bisa menghindar
dari kematian, dan ini adalah kenyataan universal yang menuntut manusia untuk
selalu ingat akan tujuan hidupnya.
* Kematian mengajarkan kita bahwa hidup di dunia ini hanya sementara.
Segala kesenangan, kesibukan, dan kenikmatan duniawi akan berakhir ketika ajal
menjemput. Karena itu, cukuplah kematian sebagai peringatan untuk selalu
berbuat baik, bertobat, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.
* Rasulullah ﷺ bersabda, "Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan, yaitu
kematian." (HR Tirmidzi).
Nikmat Terbesar: Dari Tiada Menjadi Ada dan Dibimbing ke
Cahaya Islam
* Penciptaan dari tiada menjadi ada: nikmat terbesar yang Allah berikan
kepada manusia adalah penciptaan mereka dari ketiadaan. Kita tidak bisa ada
tanpa kehendak dan kekuasaan Allah. Kehidupan ini sendiri merupakan karunia
yang luar biasa, di mana Allah memberikan kita kesempatan untuk hidup,
mengenal-Nya, dan beribadah kepada-Nya.
* Bebas dari kekufuran menuju cahaya Islam: nikmat berikutnya yang sangat besar
adalah dibebaskan dari kekufuran dan diberikan iman. Sebelum mengenal Islam,
seseorang bisa berada dalam kegelapan, kesesatan, atau tanpa arah yang jelas
dalam hidupnya. Namun, dengan Islam, Allah membimbing seseorang kepada cahaya
kebenaran dan memberikan petunjuk menuju keselamatan.
* Allah berfirman, "Allah Pelindung orang-orang
yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman)." (QS Al-Baqarah: 257).
Kesimpulan
Nikmat terbesar dari Allah adalah Islam, sebuah anugerah yang
melebihi segala nikmat duniawi. Ketaatan kepada Allah adalah kesibukan utama
seorang hamba, dan kematian adalah pelajaran yang cukup untuk selalu
mengingatkan kita akan kehidupan yang abadi di akhirat. Kunci dari semua ini
adalah menyadari bahwa Allah menciptakan kita dari ketiadaan, memberikan
kehidupan, dan membimbing kita dari kegelapan menuju cahaya iman dalam Islam.
Ciri-ciri orang yang makrifat kepada Allah: 1. Selalu
Mencintai-Nya. 2. Hatinya selalu melihat kebenaran. 3. Banyak beramal saleh.
Ciri-ciri orang yang makrifat kepada Allah menggambarkan
tingkat spiritual yang tinggi di mana seseorang benar-benar mengenal Allah
dengan hati, jiwa, dan amalnya. Makrifat dalam bahasa sederhana berarti
pengenalan yang mendalam kepada Allah, sehingga orang tersebut memiliki ikatan
yang sangat erat dengan-Nya. Berikut adalah penjelasan dari ciri-ciri orang
yang makrifat kepada Allah:
1. Selalu Mencintai-Nya
* Cinta kepada Allah adalah puncak dari hubungan seorang
hamba dengan Tuhannya. Orang yang makrifat akan mencintai Allah di atas
segala-galanya. Kecintaannya kepada Allah lebih besar daripada kecintaannya
kepada makhluk atau dunia.
* Kecintaan ini terlihat dari bagaimana ia menempatkan
kehendak Allah sebagai prioritas utama dalam hidupnya. Segala perbuatannya,
baik dalam ibadah maupun aktivitas sehari-hari, didasari oleh niat untuk
mencari rida Allah.
* Cinta kepada Allah juga tercermin dalam kesabarannya menghadapi cobaan
dan kesyukurannya dalam menerima nikmat. Orang yang makrifat akan tetap
mencintai Allah dalam keadaan senang maupun sulit, karena ia tahu bahwa semua
yang terjadi adalah bagian dari kehendak dan rencana Allah yang sempurna.
* Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Dan orang-orang yang
beriman itu lebih besar cintanya kepada Allah." (QS Al-Baqarah: 165).
2. Hatinya Selalu Melihat Kebenaran
* Orang yang makrifat kepada Allah memiliki hati yang bersih
dan selalu mampu melihat kebenaran. Hati mereka tidak tertutup oleh dosa atau
syahwat, sehingga mereka dapat membedakan dengan jelas mana yang benar dan mana
yang salah.
* Mereka tidak hanya mengandalkan mata fisik, tetapi mata
hati mereka tajam dalam menangkap petunjuk Allah. Hal ini karena mereka telah
mengasah hati dengan zikir, ibadah, dan ketaatan. Hati mereka senantiasa
terhubung dengan Allah, sehingga dapat memahami dan meresapi hakikat dari
segala sesuatu yang terjadi di dunia ini.
* Orang yang makrifat dapat melihat dunia ini dengan
pandangan hikmah dan kebijaksanaan, menyadari bahwa segala sesuatu terjadi
dengan izin dan kehendak Allah, dan mereka dapat menerima takdir-Nya dengan
lapang dada.
3. Banyak Beramal Saleh
* Orang yang mengenal Allah dengan makrifat akan terdorong
untuk banyak melakukan amal saleh. Mereka menyadari bahwa amal saleh adalah
cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menunjukkan kecintaan serta
ketaatan kepada-Nya.
* Amal saleh tidak hanya terbatas pada ibadah wajib seperti salat
dan puasa, tetapi juga mencakup amal-amal kebaikan kepada sesama, seperti
membantu orang yang membutuhkan, berbuat adil, menjaga lisan, dan bersikap baik
kepada makhluk lainnya.
* Orang yang makrifat selalu berusaha memperbaiki kualitas
amal mereka, bukan hanya kuantitasnya. Mereka melakukan amal saleh dengan
keikhlasan, mencari rida Allah semata, tanpa mengharapkan pujian atau balasan
dari manusia.
* Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bahwa orang yang beramal
saleh akan mendapatkan pahala yang besar, "Dan barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh dari kalangan laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia
beriman, maka mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dianiaya sedikit pun."
(QS An-Nisa: 124).
Kesimpulan
Orang yang makrifat kepada Allah memiliki ciri-ciri khusus
yang mencerminkan kedekatan dan pengenalan mereka yang mendalam terhadap Allah.
Mereka mencintai Allah di atas segala-galanya, memiliki hati yang selalu
melihat kebenaran, dan terdorong untuk banyak beramal saleh. Kehidupan mereka diwarnai
dengan ketaatan, keikhlasan, dan komitmen yang kuat untuk senantiasa berbuat
baik dan mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap kesempatan. Orang yang
makrifat selalu berusaha membersihkan hati, meningkatkan keimanan, dan menjaga
hubungan yang kuat dengan Allah dalam segala aspek kehidupannya.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Psikologi Pendidikan
Pascasarjana UIT Lirboyo