TintaSiyasi.id -- Dr. Becky Kennedy, seorang psikolog klinis dan ahli pengasuhan anak, terkenal dengan pendekatannya yang membantu orang tua dalam membangun hubungan yang kuat, empatik, dan berbasis pada kedekatan emosional dengan anak-anak mereka. Melalui pendekatan yang ia sebut "Good Inside", Dr. Becky menekankan pentingnya melihat anak-anak sebagai makhluk yang "baik dari dalam" (good inside), meskipun mereka mungkin menunjukkan perilaku yang menantang.
Berikut adalah beberapa prinsip penting dalam pengasuhan menurut Dr. Becky Kennedy:
1. Anak-anak Baik dari Dalam (Good Inside)
Prinsip utama Dr. Becky adalah keyakinan bahwa anak-anak pada dasarnya baik dari dalam, bahkan ketika mereka bertindak tidak sesuai harapan. Menurutnya, perilaku buruk sering kali merupakan hasil dari ketidakmampuan anak untuk mengelola emosi atau memahami situasi, bukan karena mereka "nakal" atau "buruk". Sebagai orang tua, kita harus memandang anak dengan kasih sayang dan keyakinan bahwa mereka berusaha sebaik mungkin dalam setiap situasi.
• Tanggapan yang Empatik: Alih-alih menghukum perilaku negatif, Dr. Becky menyarankan untuk mencoba memahami penyebab di baliknya, seperti frustrasi, kebingungan, atau ketakutan. Dengan demikian, orang tua bisa membantu anak mengelola emosi tersebut.
2. Mengelola Emosi Orang Tua Sendiri
Dr. Becky menekankan bahwa orang tua perlu menyadari dan mengelola emosi mereka sendiri dalam pengasuhan. Emosi orang tua yang tidak terkendali bisa memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan anak-anak. Saat orang tua merasa kewalahan, marah, atau frustrasi, penting untuk mengambil waktu sejenak, tenang, dan merespon dengan cara yang lebih terkendali.
• Self-Regulation: Orang tua yang bisa menenangkan diri mereka sendiri mampu menciptakan suasana yang lebih aman dan penuh kehangatan bagi anak. Dr. Becky mengajarkan bahwa ketika orang tua merespon dengan tenang, anak-anak juga akan belajar mengatur emosi mereka.
3. Membangun Keterikatan dan Koneksi
Pengasuhan yang baik menurut Dr. Becky didasarkan pada hubungan emosional yang kuat antara orang tua dan anak. Anak-anak yang merasa terhubung secara emosional dengan orang tua mereka lebih mungkin untuk mempercayai, mendengarkan, dan bekerjasama.
• Koneksi Sebelum Koreksi: Sebelum memperbaiki perilaku anak, Dr. Becky menyarankan agar orang tua pertama-tama membangun hubungan emosional dengan anak. Dengan merasakan kasih sayang dan perhatian, anak lebih mudah untuk terbuka terhadap nasihat dan batasan yang diberikan.
4. Melatih Regulasi Emosi
Dr. Becky berpendapat bahwa salah satu tugas utama orang tua adalah membantu anak belajar mengelola emosi mereka. Ini termasuk mengajarkan anak untuk mengenali, memahami, dan mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang sehat.
• Mengakui Emosi Anak: Penting untuk tidak meremehkan atau mengabaikan perasaan anak. Dr. Becky menyarankan untuk mengakui emosi anak, seperti dengan mengatakan, "Aku bisa lihat kamu sangat marah sekarang," lalu membantu mereka menenangkan diri.
• Modeling: Orang tua bisa menjadi contoh bagaimana menangani emosi dengan cara yang sehat.
5. Mengatasi Perilaku yang Menantang dengan Rasa Ingin Tahu
Ketika anak menunjukkan perilaku yang sulit, Dr. Becky menganjurkan orang tua untuk mendekati situasi dengan rasa ingin tahu, bukan dengan penilaian atau reaksi negatif. Daripada bertanya, "Mengapa kamu selalu nakal?" lebih baik bertanya, "Apa yang membuat kamu merasa kesal atau sulit hari ini?"
• Coba Pahami Perasaan yang Tersembunyi: Perilaku buruk sering kali adalah cara anak mengekspresikan perasaan yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata, seperti ketakutan, frustrasi, atau kebingungan. Dengan memahami akar emosinya, orang tua bisa membantu anak menangani situasi tersebut.
6. Menetapkan Batasan dengan Empati
Meskipun Dr. Becky menekankan pentingnya memahami emosi anak, dia juga percaya bahwa batasan tetap penting dalam pengasuhan. Namun, batasan tersebut harus disampaikan dengan cara yang penuh empati, bukan dengan kekerasan atau ketegangan.
• Batasan Sehat: Batasan yang jelas dan tegas memberikan struktur bagi anak, tetapi harus disampaikan dengan penuh pengertian. Contohnya, jika anak tidak ingin tidur, orang tua bisa berkata, "Aku tahu kamu ingin terus bermain, tapi sekarang sudah waktunya tidur. Kita bisa bermain lagi besok."
7. Perbaiki Hubungan Setelah Konflik
Dalam pendekatan Dr. Becky, tidak ada orang tua yang sempurna. Ketika terjadi konflik atau kesalahan, yang penting adalah memperbaiki hubungan setelahnya. Ini melibatkan meminta maaf jika diperlukan dan menjelaskan kepada anak bahwa semua orang bisa berbuat salah, namun tetap saling mencintai dan menghargai.
• Ruang untuk Kesalahan: Orang tua bisa berkata, "Maaf tadi mama marah. Mama merasa kewalahan, tapi itu bukan salahmu. Kita bisa mencoba lagi besok."
8. Membangun Kemandirian dan Kepercayaan Diri Anak
Dr. Becky percaya bahwa pengasuhan yang baik melibatkan membangun kemandirian anak dengan cara yang penuh dukungan. Orang tua harus memberikan kesempatan bagi anak untuk mengambil keputusan, belajar dari kesalahan, dan merasakan tanggung jawab.
• Memberi Otonomi: Misalnya, dengan memberikan pilihan yang aman, seperti “Kamu mau memakai baju merah atau biru hari ini?”. Ini membantu anak merasa diberdayakan dan lebih percaya diri dalam membuat keputusan.
9. Orang Tua Tidak Perlu Menjadi Sempurna
Salah satu prinsip penting Dr. Becky adalah meyakinkan orang tua bahwa mereka tidak perlu menjadi sempurna. Kesalahan dalam pengasuhan adalah hal yang wajar. Yang penting adalah tetap belajar, memperbaiki, dan menjaga hubungan yang baik dengan anak.
Kesimpulan
Pendekatan pengasuhan Dr. Becky Kennedy berfokus pada empati, koneksi, dan pengaturan emosi baik untuk anak maupun orang tua.
Dengan prinsip-prinsip seperti melihat anak sebagai "baik dari dalam," membangun hubungan emosional yang kuat, menetapkan batasan dengan empati, dan memperbaiki hubungan setelah konflik, Dr. Becky menawarkan pendekatan yang lebih positif dan penuh kasih sayang untuk pengasuhan.
Dua hal yang benar dalam menanggapi Kekasaran anak Anda.
Menanggapi kekasaran anak memerlukan pendekatan yang bijak dan penuh empati agar dapat membantu mereka belajar dari situasi tanpa memperparah masalah. Berikut dua hal yang benar dalam menanggapi kekasaran anak:
1. Tetap Tenang dan Terkendali
Ketika anak bertindak kasar, penting bagi orang tua untuk tetap tenang dan tidak merespon dengan emosi yang sama. Respon orang tua yang marah atau agresif hanya akan memperburuk situasi dan memperkuat perilaku kasar tersebut. Dengan tetap tenang, Anda memberi contoh bagaimana menghadapi konflik secara lebih dewasa dan terkendali. Selain itu, anak lebih cenderung mendengarkan dan memahami jika orang tua berbicara dengan nada yang lembut dan sabar.
• Mengapa ini penting? Anak-anak sering kali bertindak kasar karena mereka kewalahan oleh emosi atau belum tahu cara mengungkapkan perasaan mereka dengan benar. Menunjukkan ketenangan membantu mereka merasa lebih aman dan memungkinkan Anda untuk mengarahkan mereka pada cara yang lebih baik untuk mengekspresikan emosi.
2. Validasi Emosi, Tidak Perilakunya
Anak mungkin bertindak kasar karena merasa frustrasi, marah, atau kecewa. Sebagai orang tua, validasi emosi mereka dengan menunjukkan bahwa Anda memahami perasaan mereka, tetapi tetap tegaskan bahwa perilaku kasar tidak dapat diterima. Misalnya, Anda bisa berkata, "Aku tahu kamu sangat marah karena tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan, dan itu tidak menyenangkan. Tapi, bicara kasar atau memukul tidak boleh dilakukan."
• Mengapa ini penting? Validasi emosi membantu anak merasa dimengerti dan tidak dihakimi, sementara tetap menunjukkan bahwa ada batasan dalam perilaku yang bisa diterima. Ini mengajarkan anak bahwa semua perasaan boleh diungkapkan, tetapi dengan cara yang baik dan sopan.
Dua hal yang benar sambil memegang batasan dalam menghadapi proses.
Ketika menghadapi proses disiplin atau pembelajaran, memegang batasan sambil tetap bersikap empati adalah kunci untuk menjaga keseimbangan antara mengarahkan anak dan menghargai perasaan mereka. Berikut adalah dua hal yang benar saat memegang batasan dalam menghadapi proses tersebut:
1. Tegas, Tapi Penuh Empati
Memegang batasan berarti tetap konsisten dengan aturan yang telah ditetapkan, tetapi melakukannya dengan cara yang penuh empati. Anda dapat mengatakan "tidak" atau menetapkan batas tanpa harus bersikap keras atau tidak peduli. Misalnya, jika anak merengek untuk bermain lebih lama, Anda bisa berkata, "Aku tahu kamu ingin terus bermain, itu menyenangkan. Tapi sekarang sudah waktunya tidur. Besok kita bisa bermain lagi."
• Mengapa ini penting? Dengan tetap tegas tetapi empatik, anak merasa didengar dan dipahami, meskipun mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ini membantu anak belajar bahwa aturan ada untuk dijalankan, tetapi perasaan mereka juga penting dan diakui.
2. Konsisten dalam Menerapkan Batasan
Konsistensi adalah kunci dalam membangun pemahaman anak tentang batasan. Jika Anda menetapkan aturan, pastikan untuk selalu menegakkannya. Inkonsistensi dapat membingungkan anak dan membuat mereka mencoba melanggar batas karena tidak yakin apakah aturan tersebut akan berlaku setiap kali. Misalnya, jika Anda menetapkan waktu tidur pada jam 8 malam, pastikan untuk menerapkannya secara konsisten setiap hari.
• Mengapa ini penting? Konsistensi memberikan rasa aman dan kejelasan bagi anak. Mereka akan memahami apa yang diharapkan dan belajar menyesuaikan diri dengan aturan tersebut. Ini juga membantu memperkuat disiplin diri dan tanggung jawab dalam jangka panjang.
Dua hal yang benar sambil memegang batasan dalam menghadapi protes Anak.
Saat menghadapi protes anak terhadap batasan yang Anda tetapkan, penting untuk tetap teguh tetapi juga menghargai perasaan anak. Berikut adalah dua hal yang benar dalam situasi ini:
1. Akui dan Validasi Perasaan Anak
Meskipun Anda tetap pada batasan yang ditetapkan, penting untuk mengakui dan memvalidasi perasaan anak. Ini membantu anak merasa dimengerti dan dihargai, meskipun mereka tidak menyukai keputusan Anda. Contohnya, jika anak marah karena tidak diizinkan bermain lebih lama, Anda bisa berkata, "Aku tahu kamu sangat kecewa karena tidak bisa bermain lebih lama. Aku paham kamu merasa kesal, dan itu wajar."
• Mengapa ini penting? Validasi perasaan memberi anak ruang untuk mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang sehat, tanpa mengabaikan batasan yang ditetapkan. Ini membantu anak belajar bahwa perasaan mereka diakui, tetapi batasan tetap ada untuk kebaikan mereka.
2. Tetap Konsisten dan Tenang
Setelah memvalidasi emosi anak, tetaplah konsisten dengan batasan yang sudah ditetapkan tanpa menyerah pada protes mereka. Namun, lakukan ini dengan sikap yang tenang dan penuh kesabaran. Misalnya, jika anak terus memprotes waktu tidur, Anda dapat menjelaskan dengan tenang, "Aku mengerti kamu ingin bermain, tapi aturan kita adalah tidur jam 8. Sekarang sudah waktunya tidur."
• Mengapa ini penting? Konsistensi menunjukkan kepada anak bahwa aturan tidak berubah hanya karena mereka memprotes, sementara ketenangan membantu meredakan ketegangan dan memberi contoh bagaimana mengelola emosi dalam situasi yang sulit. Ini membangun rasa tanggung jawab dan penghargaan terhadap batasan yang ditetapkan.
Dua hal yang benar untuk keluar dari perebutan kekuasaan untuk diperhatiakan antara orang tua dan anak.
Ketika terjadi perebutan kekuasaan antara orang tua dan anak, penting untuk menyelesaikan konflik tanpa memperparah ketegangan atau mengubahnya menjadi pertarungan ego. Berikut dua hal yang benar untuk keluar dari perebutan kekuasaan:
1. Berikan Pilihan yang Terbatas
Salah satu cara efektif untuk meredakan perebutan kekuasaan adalah dengan memberikan anak pilihan yang terbatas. Ini membantu anak merasa punya kontrol, tetapi dalam batas yang sudah Anda tetapkan. Misalnya, jika anak menolak makan malam, Anda bisa berkata, "Kamu bisa memilih antara makan sekarang atau lima menit lagi, mana yang kamu pilih?" Dengan memberikan pilihan, Anda tetap memegang kendali, tetapi anak merasa dilibatkan dalam keputusan.
• Mengapa ini penting? Memberikan pilihan memungkinkan anak merasa dihargai dan mengurangi rasa terjebak, sehingga menghindari konflik kekuasaan. Ini juga mengajarkan mereka untuk membuat keputusan dalam batas yang wajar, sambil tetap mengikuti aturan yang ada.
2. Fokus pada Hubungan, Bukan Kekuasaan
Daripada terjebak dalam siapa yang "menang" atau "kalah", alihkan fokus Anda pada membangun koneksi dengan anak. Ajak mereka berdialog secara terbuka tentang perasaan dan kebutuhan mereka. Misalnya, jika anak keras kepala, Anda bisa berkata, "Aku tahu kita tidak setuju sekarang, tapi aku ingin tahu apa yang kamu rasakan dan mengapa ini penting untukmu."
• Mengapa ini penting? Fokus pada hubungan menunjukkan kepada anak bahwa Anda peduli tentang perasaan mereka, bukan hanya tentang aturan atau kontrol. Ini menciptakan suasana yang lebih kolaboratif, bukan kompetitif, yang membantu mengurangi ketegangan dan mendorong komunikasi yang lebih baik.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo