TintaSiyasi.id -- Sobat, menurut Imam An-Nawawi, zuhud merupakan sikap hati yang tidak terpikat oleh dunia dan segala isinya, meskipun seseorang memiliki atau mampu memiliki harta benda yang banyak. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya atau hidup dalam kemiskinan, tetapi menjaga hati agar tidak terikat kepada dunia. Hal ini berarti bahwa seseorang tetap bisa bekerja, berusaha, dan memiliki harta. Namun, harta tersebut tidak menguasai hatinya, sehingga ia tetap fokus pada kehidupan akhirat dan ibadah kepada Allah.
Dalam kitabnya, Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi menjelaskan zuhud sebagai sikap meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat untuk akhirat, dan lebih memilih hal-hal yang mendekatkan kepada Allah. Orang yang zuhud juga tidak merasa senang berlebihan ketika mendapat kenikmatan dunia, dan tidak bersedih secara mendalam ketika kehilangan hal-hal duniawi. Baginya, dunia hanyalah alat, bukan tujuan.
Secara singkat, zuhud menurut Imam An-Nawawi adalah menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, dimana hati seseorang lebih condong kepada kehidupan akhirat tanpa melalaikan tanggung jawab di dunia.
Ibnu Abbas r.a berkata bahwa kata zuhud terdiri atas tiga huruf : 1. Huruf zaí itu bermakna zaadun lilma'ad (Bekal untuk akherat, yakni Ketakwaan) 2. Huruf ha' bermakna Hudan liddin (Petunjuk untuk mengikuti agama Islam). 3. Huruf dal bermakna dawam 'ala ath-tha'ah (Konsisten dalam Ketaatan).
Menurut penjelasan dari Ibnu Abbas r.a., kata zuhud terdiri dari tiga huruf, yang masing-masing memiliki makna yang sangat dalam terkait dengan kehidupan seorang Muslim yang bertakwa dan fokus pada kehidupan akhirat. Berikut penjelasan dari tiga huruf dalam kata zuhud:
1. Huruf Za’ (ز):
Bermakna "Zaadun lil ma'ad" (زادٌ للمعاد) yang berarti bekal untuk akhirat. Makna ini menunjukkan bahwa zuhud berhubungan dengan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat melalui ketakwaan, amal saleh, dan keimanan yang kuat. Seorang yang zuhud selalu mengumpulkan bekal amal untuk kehidupan di akhirat, karena mereka sadar bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat kekal.
2. Huruf Ha’ (ه):
Bermakna "Hudan liddin" (هُدىً لِلدِّين) yang berarti petunjuk untuk agama. Ini menunjukkan bahwa zuhud juga berkaitan dengan mengikuti petunjuk agama, yakni ajaran Islam. Orang yang zuhud berpegang teguh pada pedoman agama yang benar, mengikuti syariat, serta menjadikan agama sebagai kompas hidup mereka dalam segala aspek, baik di dunia maupun akhirat.
3. Huruf Dal (د):
Bermakna "Dawam ‘ala ath-tha'ah" (دَوَامٌ عَلَى الطَّاعَةِ) yang berarti konsisten dalam ketaatan. Zuhud tidak hanya berarti menjauhi hal-hal duniawi secara lahiriah, tetapi lebih kepada istiqamah atau konsisten dalam ketaatan kepada Allah. Ini termasuk dalam ibadah, perilaku, dan seluruh aspek kehidupan, dimana seseorang berusaha terus-menerus menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Jadi, menurut Ibnu Abbas r.a., zuhud mencakup makna yang mendalam, yaitu mempersiapkan bekal untuk akhirat (ketakwaan), mengikuti petunjuk agama (Islam), dan konsisten dalam ketaatan kepada Allah. Zuhud bukan sekadar meninggalkan kenikmatan dunia, tetapi lebih pada mengarahkan hati, niat, dan amal untuk tujuan yang lebih besar yaitu kehidupan akhirat yang kekal.
Dalam riwayat lain beliau juga pernah mengatakan: 1. Huruf zai berarti tarkuz zinah (Meninggalkan kemewahan dan gemerlap dunia). 2. Huruf ha' tarkul hawa ( Meninggalkan hawa nafsu ). 3. Huruf dal berarti tarku dunya (Meninggalkan keduniawian).
Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas r.a. menjelaskan makna zuhud melalui penafsiran huruf-hurufnya dengan fokus yang lebih mendalam pada upaya meninggalkan keterikatan dengan dunia dan hawa nafsu. Berikut penjelasan dari tiga huruf dalam kata zuhud berdasarkan riwayat ini:
1. Huruf Za’ (ز):
Bermakna "Tarkuz zinah" (ترك الزينة) yang berarti meninggalkan kemewahan dan gemerlap dunia. Makna ini menunjukkan bahwa orang yang zuhud tidak terpesona oleh perhiasan dunia atau kemewahan yang bersifat sementara. Zuhud bukan berarti seseorang tidak boleh memiliki hal-hal duniawi, tetapi ia tidak menjadikan kemewahan sebagai tujuan hidup. Fokusnya adalah pada hal-hal yang mendukung akhirat, bukan sekadar gemerlap dunia.
2. Huruf Ha’ (ه):
Bermakna "Tarkul hawa" (ترك الهوى) yang berarti meninggalkan hawa nafsu. Ini menunjukkan bahwa seorang yang zuhud berusaha mengendalikan diri dari hawa nafsu yang dapat menjerumuskan kepada perbuatan maksiat. Zuhud di sini berhubungan erat dengan pengendalian diri, menahan keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah, dan menjadikan keridhaan Allah sebagai tujuan utama hidup.
3. Huruf Dal (د):
Bermakna "Tarku dunya" (ترك الدنيا) yang berarti meninggalkan dunia. Makna ini menekankan pada sikap hati yang tidak menjadikan dunia sebagai fokus utama. Seseorang yang zuhud tidak tenggelam dalam urusan duniawi, tetapi menjadikan dunia hanya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. "Meninggalkan dunia" di sini bukan dalam arti fisik, tetapi secara hati dan tujuan, dimana seseorang tidak menjadikan dunia sebagai yang paling dicintai atau dikejar.
Dalam penafsiran ini, zuhud lebih ditekankan sebagai sikap menjauhkan diri dari keterikatan yang berlebihan terhadap dunia dan nafsu. Seorang yang zuhud tidak hidup demi dunia dan kemewahannya, melainkan memfokuskan diri pada tujuan akhirat dengan menjaga diri dari hawa nafsu dan godaan dunia.
Benteng-benteng Orang mukmin yang dapat mencegah gangguan syetan ada tiga, yaitu: Pertama, Masjid, kedua, Dzikrullah (Mengingat Allah), ketiga, membaca Al-Quran.
Benar, dalam pandangan Islam, terdapat beberapa benteng yang dapat melindungi orang Mukmin dari gangguan setan. Berikut penjelasan mengenai tiga benteng yang dapat mencegah gangguan setan:
1. Masjid:
Masjid merupakan tempat suci dan penuh berkah dimana kaum muslimin beribadah dan berkumpul untuk memperkuat keimanan. Masjid juga dikenal sebagai "rumah Allah" (baytullah), tempat yang dicintai Allah, sehingga setan menjauh dari tempat ini. Setan sangat benci ketika seorang mukmin berada di masjid, karena masjid adalah tempat di mana hati hamba mendekat kepada Allah, beribadah, mendengar nasihat, dan bertemu dengan orang-orang saleh. Oleh karena itu, sering berada di masjid, terutama untuk melaksanakan salat berjamaah, menjadi benteng kuat dari gangguan setan.
2. Dzikrullah (Mengingat Allah):
Dzikir atau mengingat Allah merupakan salah satu amalan yang sangat kuat dalam mengusir setan. Setan tidak suka ketika seorang mukmin menyebut nama Allah atau mengingat-Nya. Dengan berdzikir, seseorang meneguhkan hatinya kepada Allah, memperbarui kesadaran bahwa segala sesuatu dalam hidupnya terjadi dengan izin Allah. Dzikir bisa dilakukan dengan membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar atau bacaan-bacaan lain yang mengingatkan kepada keagungan Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bahwa dzikir memberikan ketenangan hati bagi orang-orang beriman (QS. Ar-Ra’d: 28). Dengan dzikir, seorang mukmin menguatkan dirinya dan menjadi jauh dari tipu daya setan.
3. Membaca Al-Quran:
Al-Qur'an adalah kalam Allah yang memiliki kekuatan spiritual besar. Membaca Al-Qur'an tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga menjadi perlindungan dari setan. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa setan menjauh ketika seseorang membaca Al-Qur'an. Surat-surat seperti Al-Baqarah dan Ayat Kursi secara khusus disebutkan sebagai benteng yang kuat untuk mengusir setan. Ketika seorang Mukmin rutin membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an, hatinya akan dipenuhi cahaya iman, dan setan akan kesulitan mendekatinya. Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah." (HR. Muslim).
Ketiga benteng ini—masjid, dzikrullah, dan membaca Al-Qur'an adalah alat yang sangat efektif bagi orang mukmin untuk melindungi diri dari godaan dan gangguan setan. Setan berusaha menjauhkan manusia dari Allah, tetapi dengan memperbanyak ibadah di masjid, berdzikir, dan membaca Al-Qur'an, seorang Mukmin dapat menjaga diri dari pengaruh buruk dan senantiasa berada dalam naungan perlindungan Allah.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual.
Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo